Selasa, 19 Maret, 2024

Menag: Risalah Jakarta Bisa Jadi Pedoman Menata Kehidupan Beragama

MONITOR, Jakarta – Risalah Jakarta yang menjadi hasil dari dialog lintas iman para agamawan, budayawan, dan akademisi, diapresiasi Menag Lukman Hakim Saifuddin. Mantan Wakil Ketua MPR ini mengaku siap menjadikan rumusan Risalah Jakarta itu sebagai pedoman dalam pengambilan kebijakan.

“Kami akan secara serius menjadikannya sebagai pedoman dalam menata kehidupan dan kerukunan umat beragama di masa mendatang,” tegas Menag melalui pernyataan tertulis yang dibacakan oleh Sekjen Kemenag M Nur Kholis Setiawan di hadapan media, Sabtu (29/12).

“Kementerian Agama akan terus berusaha untuk memberikan pelayanan, jaminan, dan perlindungan kehidupan umat beragama, sesuai regulasi yang ada,” sambungnya.

Lebih dari itu, lanjut Menag, pihaknya juga akan menyediakan fasilitas dan akses program agar orang-orang yang dianggap memiliki keluasaan pengetahuan dan otoritas keagamaan dapat terus hadir di ruang-ruang publik dan di dunia digital. Dengan demikian, mereka dapat memberikan pencerahan nilai-nilai moral dan spiritual agama melalui jalur-jalur kebudayaan.

- Advertisement -

Hal ini penting, mengingat selama ini pihak-pihak yang dianggap memiliki otoritas pengetahuan agama, baik dari kalangan agamawan maupun akademisi, dirasakan kurang hadir mengisi dahaga keberagamaan publik lewat ruang-ruang media sosial. Padahal sejatinya mereka dirasa sangat mampu menghadirkan nilai-nilai luhur moral dan spiritual agama.

“Selaku bagian Pemerintah, kami merasa perlu memberikan fasilitas dan akses dalam menginternalisasi dan menyebarkan nilai-nilai moral dan spiritual agama melalui strategi kebudayaan yang terencana dengan baik dan matang, baik melalui penguatan literasi bacaan maupun dengan lebih banyak lagi menjelaskan agama melalui media kebudayaan yang universal, kreatif, dan ramah teknologi,” tuturnya.

Menag juga menyerukan kepada semua pihak untuk senantiasa menghindari perilaku ekstrem dan eksklusif dalam beragama. Menag sependapat bahwa konservatisme, yakni beragama dengan menekankan pada nilai-nilai lama agama, bukan masalah dalam kehidupan beragama. Namun, sikap ultrakonservatif, dalam wujud eksklusifisme dan ekstremisme beragama, terbukti telah mereduksi dan mengingkari esensi ajaran agama itu sendiri.

Baik ekslusifisme maupun ekstremisme juga terbukti dalam konteks kekinian telah mengekang kreativitas sekaligus menghilangkan rasa aman para generasi muda yang selama ini berkreasi menyisipkan muatan (content) nilai-nilai agama di ruang-ruang digital.

“Karena itu dirasa perlu adanya jembatan untuk melakukan sinergi antara otoritas keagamaan dengan kebutuhan generasi milenial kekinian,” tegasnya.

Dari semua itu, Menag mengajak umat untuk terus mengedepankan keteladanan moderasi beragama yang mengayomi, santun, adil, berimbang, serta saling menghargai satu pandangan dengan pandangan lain.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER