POLITIK

Kritik DPR Terhadap Program MBG Demi Kemanusiaan, Bukan Politisasi

MONITOR, Jakarta – Kritik Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) terhadap pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang belakangan diwarnai oleh kasus keracunan masif dinilai positif. Sebab, DPR sedang menjalankan fungsinya untuk melindungi rakyat yang terancam kesehatan atau keselamatannya akibat program pemerintah dieksekusi dengan kurang baik.

Dosen FISIPOL Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat, Hairunnas menilai kritik DPR terhadap MBG adalah demi menyelamatkan anak-anak sekolah dari keracunan. Justru menurutnya, menjadi aneh apabila program yang memakan ribuan korban keracunan dianggap sebagai upaya politisasi.

“Jadi kritik ini demi anak-anak, demi manusia, dan demi kemanusiaan. Justru aneh kalau program yang memakan ribuan korban keracunan dianggap sebagai politisasi,” kata Hairunnas, Senin (29/9/2025).

“Jika kritik terhadap program yang berpotensi mengancam keselamatan manusia dianggap politis, justru yang menganggap itu sebenarnya telah abai terhadap nilai-nilai kemanusiaan itu sendiri,” sambungnya.

Adapun data Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) per Jumat (26/9) pukul 21.00 WIB, menunjukkan korban keracunan MBG sudah mencapai 7.368 orang.

Sebelumnya, Komisi IX DPR RI juga telah melakukan audiensi dengan Gerakan Kesehatan Ibu dan Anak (GKIA), Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), dan Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) terkait penyampaian pandangan serta Rekomendasi terhadap Program Makan Bergizi Gratis (MBG) pada Senin (22/9).

Dalam audiensi tersebut, organisasi masyarakat sipil meminta agar program MBG dihentikan. Namun, Komisi IX DPR menilai bahwa menghentikan MBG merupakan kewenangan pemerintah bukan parlemen.

“Tidak satu pun statement dari DPR yang mengkritik personal, meminta pimpinan BGN mundur dan sebagainya, tidak ada. Tetapi yang dikritik adalah soal kebijakan yang salah,” ungkap Hairunnas.

“Misalnya, tentang cuma 34 dari 8.583 yang memilki SLHS, yang datanya justru dikeluarkan oleh istana sendiri dalam hal ini KSP. Hanya 34 dapur yang memiliki SLHS, kan artinya hampir semua dapur MBG yang ada belum memenuhi standar higienis dari kemenkes,” lanjutnya.

Menurut Hairunnas, kritik DPR yang menyoroti dari 8.583 dapur MBG hanya 34 yang memiliki Sertifikat Layak Higienis Sanitasi (SLHS) mencerminkan bahwa aspek teknis dan kualitas operasional belum dipenuhi secara menyeluruh.

“Jika Pemerintah atau lembaga pelaksana mengabaikan fakta itu, maka potensi risiko pada penerima yakni anak-anak sekolah menjadi nyata,” terang Hairunnas.

“Kritik DPR dalam hal ini adalah bentuk ide kritis yang merespons kegagalan operasional program, bukan semata serangan personal atau destruktif. Apalagi data soal SLHS kan justru dikeluarkan Istana sendiri, dalam hal ini adalah KSP,” sambung peneliti Spektrum Politika Institute tersebut.

Hairunnas pun mengajak semua pihak, khususnya elite politik agar berpikiran jernih melihat persoalan evaluasi MBG. Untuk mengatasi persoalan ini, semua pihak diminta untuk mendahulukan kemanusiaan, bukan politik, apalagi cuma prasangka.

“Perlu dipahami dengan bijaksana mengenai relasi antara legislatif dan eksekutif dalam kritik DPR terhadap pelaksanaan program MBG (Makan Bergizi Gratis) tidak sekedar gestur politis semata, melainkan manifestasi dari fungsi pengawasan Parlemen yang esensial,” sebut Hairunnas.

“Mengingat program yang dikritik tersebut menggunakan anggaran negara yang sangat besar sekaligus menyangkut nyawa dan kesehatan anak-anak sekolah,” tambahnya.

Hairunnas menyoroti langkah Presiden Prabowo yang memanggil para menterinya ke kediaman pribadinya di Jalan Kertanegara IV, Jakarta Selatan, pada Minggu (28/9) malam saat tiba di tanah air usai lawatannya dari luar negeri.

Dalam pertemuan itu, evaluasi terhadap program MBG dilakukan menyusul banyaknya kasus keracunan yang terjadi. Presiden Prabowo turut memberikan petunjuk untuk perbaikan program tersebut.

Prabowo menegaskan bahwa keselamatan anak-anak menjadi prioritas utama. Salah satu perbaikan program itu adalah terkait tata kelola MBG, misalnya berkenaan dengan masalah kedisiplinan prosedur, terutama masalah kebersihan yang itu berkaitannya dengan masalah air.

Evaluasi dari MBG usai rapat di Kertanegara juga meliputi akan dilibatkannya Puskesmas dan UKS untuk memantau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) alias dapur MBG secara berkala. Hal ini dilakukan sebagai salah satu upaya evaluasi pasca maraknya peristiwa keracunan.

Selain itu, kini setiap SPPG atau dapur MBG diwajibkan memiliki Sertifikat Laik Higienis dan Sanitasi (SLHS). Hal ini juga sempat menjadi perhatian DPR setelah Istana mengungkap sebagian besar SPPG belum memiliki SLHS seperti yang seharusnya dilakukan.

“Dengan Pemerintah mewajibkan SPPG memiliki SLHS, artinya kritik DPR membangun,” tegas Hairunnas.

Lebih lanjut, Pemerintah menyatakan akan menyiapkan sejumlah ahli gizi untuk program MBG. Kementerian Kesehatan pun disebut akan membantu Badan Gizi Nasional (BGN) dalam mengontrol proses penyiapan hingga penyajian makanan MBG nantinya. Hal ini dilakukan dalam rangka mencegah terulangnya peristiwa keracunan akibat makanan MBG.

Bahkan Presiden Prabowo meminta dapur MBG dipimpin chef terlatih dan dilengkapi alat rapid test untuk memeriksa kualitas makanan. Pemerintah juga menutup sementara SPPG yang bermasalah dalam rangka evaluasi dan investigasi.

Terkait hal tersebut, Hairunnas pun mendorong DPR sebagai wakil rakyat untuk mengawal perbaikan MBG yang menjadi arahan Presiden Prabowo tersebut.

“Jadi DPR memiliki dua fungsi penting, legislasi sekaligus kontrol. Ketika pemerintah meluncurkan program berskala nasional seperti MBG, dalam hal ini DPR berhak bahkan wajib ikut menuntut mulai dari transparansi, akuntabilitas serta evaluasi secara berkala,” ucap Hairunnas.

Sebelumnya, Program Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi sorotan DPR. Salah satunya Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Yahya Zaini, yang mengkritik keras Badan Gizi Nasional (BGN) karena membiarkan banyak dapur penyedia MBG atau Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) beroperasi tanpa Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS).

Menurut Yahya, sejak awal BGN lebih mengejar angka penerima manfaat ketimbang memastikan kualitas dan keamanan makanan.

“Dari awal BGN hanya mengejar target kuantitas, sehingga kurang peduli terhadap aspek kualitas dan keamanan makanan,” tukas Yahya Zaini, Sabtu (27/9).

Yahya menegaskan, SLHS dan sertifikat pendukung lain seharusnya sudah dipenuhi sebelum dapur mulai beroperasi.

“Semestinya SOP disiapkan dulu sebelum SPPG berjalan. Ada dapur yang higienis, tapi ada juga yang masih jauh dari standar,” katanya.

Kritik juga diarahkan pada peran ahli gizi di setiap dapur. Yahya menilai keberadaan mereka belum optimal, sehingga kasus keracunan siswa penerima MBG masih berulang.

“Kalau peran ahli gizi berjalan dengan baik, keracunan tidak akan terjadi,” pungkas Yahya.

Recent Posts

DPR Dorong Jumlah Penerima Manfaat Per Dapur MBG Dibatasi usai KLB

MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi IX DPR RI, Nurhadi menyampaikan keprihatinan mendalam atas kasus keracunan…

3 jam yang lalu

20 Tahun Warga Menanti, Gubernur Banten Bangun Jalan Cikatomas-Tegalumbu

MONITOR, Banten - Warga Cilograng antusias menyambut Gubernur Banten yang meninjau Proyek Jalan Cikatomas-Tegalumbu. Hal…

3 jam yang lalu

Kemenag Luncurkan EWS Si-Rukun, Ini Penjelasannya!

MONITOR, Jakarta - Kementerian Agama hari ini meluncurkan Early Warning System (EWS) Si-Rukun atau Sistem…

4 jam yang lalu

47 Mahasiswa Asli Papua Terima Rp1,2 Miliar Beasiswa Kemenag

MONITOR, Jakarta - Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Kristen Kementerian Agama menyalurkan beasiswa afirmasi bagi mahasiswa…

6 jam yang lalu

JMM: Program MBG Cermin Keadilan Kepemimpinan Prabowo seperti Umar Bin Khatab

MONITOR, Jakarta - Jaringan Muslim Madani (JMM) meminta semua pihak bersinergi mendukung dan mensukseskan program…

7 jam yang lalu

GAS Nikah, Inisiasi Kemenag agar Anak Muda Siap Lahir Batin Menikah

MONITOR, Jakarta - Kemenag punya GAS Nikah, akronim dari Gerakan Sadar (GAS) Pencatatan Nikah. Inovasi…

9 jam yang lalu