MONITOR, Jakarta – Menteri Agama Nasaruddin Republik Indonesia, Umar menerima kedatangan Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI). Pertemuan yang berlangsung di kantor pusat Kementerian Agama, Jakarta, ini membahas isu-isu intoleransi, serta menggagas langkah menuju Indonesia yang lebih toleran.
Turut hadir, Dirjen Bimas Kristen Kemenag Jeane Marie Tulung, Tenaga Ahli Menteri Agama Ainul Yakin, dan Ketua Umum GMKI Prima Surbakti.
Kepada pengurus GMKI, Menag menjelaskan gagasan besarnya mengenai kurikulum cinta. Hal itu dikatakannya sebagai respons terhadap maraknya penyebaran kebencian berbasis agama. Menag menekankan pentingnya pembaruan kurikulum pendidikan agama di Indonesia.
“Dulu saya juga aktivis demo. Tapi sekarang saya ingin kita berpikir lebih fundamental. Yang harus kita bidik sekarang adalah generasi di bawah usia 30 tahun. Kurikulum cinta harus dimulai dari sini,” ujar Nasaruddin.

“Banyak guru agama, sadar atau tidak, justru mengajarkan kebencian. Saya ingin semua agama diajarkan dengan pendekatan cinta. Kita perlu menyisir ulang kurikulum kita,” lanjutnya.
Menag mengajak GMKI untuk bersama-sama menyusun dan mendorong implementasi kurikulum cinta. “Persoalan seperti di Padang sudah selesai dengan baik. Tapi gagasan besar ini juga sangat penting. Mari kita bicarakan dalam bentuk konsep konkret. Dan bantu kami mewujudkannya,” tambahnya.
“Kalau kurikulum cinta sudah diimplementasikan, saya yakin Indonesia akan hidup saling menyayangi. Tapi ini tidak instan. Perlu sampai sampai tiga tahun agar doktrin cinta ini tertanam,” jelasnya.
Menanggapi hal tersebut, Ketua Bidang Aksi dan Pelayanan GMKI, Combyan Lombongbitung, menyampaikan dukungan penuh terhadap gagasan kurikulum cinta. Ia juga menyatakan kesiapan GMKI untuk menjadi mitra aktif Kementerian Agama dalam memerangi intoleransi.
“GMKI siap membackup dan mendukung Bapak Menteri Agama dalam melawan segala bentuk tindakan intoleransi. GMKI hadir untuk melawan tindakan intoleransi dan kami siap mendampingi Pak Menteri dalam perjuangan ini,” ujar Combyan.
GMKI juga mengusulkan pembentukan Satgas Reaksi Cepat sebagai mekanisme pencegahan dan penanganan dini terhadap berbagai tindakan intoleransi di masyarakat. “Selama ini, banyak kasus intoleransi baru mendapat perhatian setelah viral di media sosial. Satgas ini dibutuhkan agar bisa mendeteksi dan merespons lebih cepat,” terang Combyan.
GMKI juga meminta dukungan Menag agar dapat menjembatani koordinasi lintas kementerian dan pemerintah daerah, khususnya terkait perizinan pendirian rumah ibadah yang kerap menghadapi hambatan di tingkat lokal.

Merespons usulan tersebut, Menteri Agama menyambut baik inisiatif pembentukan Satgas Reaksi Cepat. Ia meminta Dirjen Bimas Kristen untuk memfasilitasi langkah tersebut.
“Saya akan aktifkan, ya, satgas tersebut. Ibu Dirjen mohon diskusi ini difasilitasi. Pokoknya semua bentuk penjagaan dini itu harus kita lakukan. Saya setuju,” tutur Menag.