Jumat, 15 November, 2024

Anggota Komisi VI Soroti Peternak Sapi Perah yang Buang Hasil Produksinya

MONITOR, Jakarta – Anggota Komisi VI DPR RI Mufti Anam menyoroti aksi peternak sapi perah yang membuang susu hasil produksinya karena tidak terserap Industri Pengolahan Susu (IPS) sehingga membuat mereka merugi. Mufti mengaku mendapat aduan dari lapangan adanya oknum Pemerintah yang menginstruksikan agar pihak perusahaan atau pabrik memilih menggunakan susu sapi impor.

“Pemerintah perlu memprioritaskan peternak lokal kita jangan sampai kemudian karena ada impor susu yang itu tujuannya untuk bisa mencukupi soal program bergizi yang diusulkan oleh Pemerintah tapi justru akan mengorbankan peternak lokal,” kata Mufti Anam, Jumat (15/11/2024).

Seperti diketahui, peternak susu perah di berbagai daerah melancarkan aksi protes dengan melakukan mandi susu hingga membuang susu perah secara cuma-cuma lantaran industri dituding lebih memilih menggunakan susu impor. Salah satunya terjadi di Pasuruan, Jawa Timur yang merupakan daerah pemilihan (Dapil) Mufti.

Mufti menceritakan ada keluhan dari para peternak susu sapi di Pasuruan bahwa mereka merasa dibohongi. Pihak pabrik awalnya mengaku sedang tidak beroperasi karena ada perbaikan dan berhenti memproduksi susu sehingga tidak menyerap susu segar dari peternak lokal.

- Advertisement -

Setelah diusut, menurut para peternak, nyatanya pabrik tersebut tetap beroperasi namun menggunakan susu impor. Ketika dicari tahu lebih dalam, ada dugaan keterlibatan oknum Pemerintah dalam mengakomodir susu impor.

“Bahkan katanya ada instruksi dari oknum Pemerintah untuk bagaimana mereka (pabrik) bisa menyerap susu dari impor ini,” tuturnya.

Isu susu sapi lokal yang tidak terserap ini pun dianggap karena kontrol dari Pemerintah yang kurang karena keran impor susu dibuka luas dan tidak ada pajak untuk susu dari luar negeri. Eksportir ke Indonesia seperti Selandia Baru dan Australia memanfaatkan perjanjian perdagangan bebas (FTA) sehingga harga susu impor lebih murah 5 persen dari susu lokal.

Padahal melalui Peraturan menteri Pertanian Nomor 33 Tahun 2018, Pemerintah sebenarnya sudah menetapkan kewajiban agar perusahaan pengolahan susu bekerja sama dengan koperasi peternak rakyat untuk menyerap susu sapi perah. Namun fakta di lapangan menunjukkan bahwa perusahaan yang menjalin kemitraan dengan peternak lokal tidak sampai 20% dari total jumlah pelaku usaha pengolahan susu.

“Dalam berapa bulan terakhir permintaan susunya diturunkan bahkan terakhir-terakhir tidak mengirim ke pabrik. Sangat disayangkan sikap seperti itu, seharusnya mereka bisa duduk bersama untuk menemukan win-win solutionnya,” jelas Mufti.

Legislator dari dapil Jawa Timur II ini menekankan agar Pemerintah mendorong pemberdayaan peternak lokal dibandingkan dengan pemanfaatan susu sapi impor. Meski baru berkontribusi sekitar 20% dari kebutuhan IPS, Mufti menilai Pemerintah bisa melakukan berbagai intervensi termasuk memperbanyak program-program yang bisa meningkatkan produktivitas peternak sapi perah lokal.

“Sebenarnya mudah saja bagi Pemerintah untuk bagaimana bisa menyerap susu para petani lokal. Bagaimana peran Pemerintah memberdayakan para peternak ini,” tukasnya.

Dalam aksi solidaritas peternak sapi di Boyolali, mereka membuang sekitar 50 liter susu sapi atau sama dengan Rp 400 juta jika terjual. Susu yang dibuang tersebut berasal dari 20 ribu peternak yang dibawa ke tempat pembuangan akhir. Salah satu alasan IPS kurang menyerap produksi susu lokal karena harganya yang dinilai lebih tinggi daripada susu impor.

“Peternak lokal juga mau bersaing kok kalau misalnya harganya dianggap terlalu mahal dari susu impor walaupun kenyataannya selama ini harganya masih sama katanya gitu,” ucap Mufti.

“Jadi memang perlu perhatian Pemerintah jangan sampai membuka keran impor kemudian merugikan bagi peternak lokal,” sambungnya.

Mufti pun meminta Pemerintah untuk lebih memperhatikan kendala yang dihadapi para peternak sapi perah, mulai dari mitigasi masalah, pendampingan distribusi, hingga memfasilitasi dialog antara peternak lokal dengan asosiasi IPS. Para peternak sapi perah biasanya menyalurkan produksi susu mereka melalui koperasi unit desa (KUD).

“Kita berharap Kementerian Koperasi turun ke lapangan untuk mengurai persoalan ini. Pemerintah harus menjadi jembatan atau mediator dari produsen susu dengan para peternak agar ekosistem industri susu kita tetap terjaga,” urai Mufti.

Anggota Komisi di DPR yang membidangi urusan sektor perdagangan dan pengawasan persaingan usaha itu mendorong Pemerintah agar hadir memberikab solusi atas kesulitan para peternak sapi perah. Mufti meminta Pemerintah mengevaluasi regulasi yang mengatur pembebasan pajak susu impor sehingga produsen lokal tidak dirugikan.

“Jadi para peternak sapi perah kita dan pelaku industri kecil lokal terkait susu usahanya tetap bisa berjalan. Kalau usaha dari kelompok industri riil kita jalan, mereka juga bisa menggerakkan ekonomi di daerah masing-masing,” ungkapnya.

Di sisi lain, Mufti menagih komitmen Presiden Prabowo Subianto yang menyatakan ingin memperkuat swembadaya pangan. Menurutnya, memprioritaskan susu impor dibanding produk peternak lokal justru bertentangan dengan visi misi Prabowo yang ingin Indonesia bisa berdaulat pangan.

“Maka sebenarnya kita ini menagih janji dari Presiden Prabowo yang dari setiap pernyataannya beliau ingin Indonesia bisa swasembada pangan,” tegas Mufti.

“Nah kita ini di berbagai sektor pangan kan sudah impor, sekarang jangan sampai di sektor susu ini juga kemudian harus mengandalkan impor dan mematikan para peternak sapi perah lokal kita. Kalau seperti ini harapan swasembada pangan akan sulit tercapai,” pungkasnya.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER