Jumat, 26 April, 2024

Menuju Indonesia sebagai Pengekspor Produk Perikanan Terbesar Kelima di Dunia

MONITOR, Makassar – Koordinator Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan 2020-2024 Bidang Riset dan Daya Saing, Prof Dr Ir Rokhmin Dahuri, MS mengatakan untuk menuju Indonesia sebagai pengekspor produk perikanan kelima terbesar di dunia pada 2024, produk perikanan Indonesia memiliki daya saing yang lebih tinggi dari pada negara-negara pengekspor produk perikanan pesaing agar produk hasil perikanan dapat diterima oleh semua negara tujuan ekspor (pasar global).

Menurut Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan tersebut, produk perikanan Indonesia banyak diekspor ke berbagai negara yang menjadi tujuan utama ekspor antara lain Amerika Serikat, Uni Eropa, Jepang, China, dan ASEAN dengan komoditas ekspor perikanan utama adalah udang, tuna, tongkol, dan cakalang, kemudian  cumi-cumi, sotong, dan gurita, kepiting dan rajungan serta rumput laut.

“Ekspor perikanan sempat mengalami penurunan cukup signifikan di tahun 2015 yakni minus 15%, hanya senilai US$ 1.08 miliar dengan volume sebesar 3,94 juta ton, turun dari capain tahun sebelumnya yang sebesar US$ 1,27 miliar dengn volume 4,64 juta ton. Tapi kembali meningkat pada tahun berikutnya. Hingga tahun 2019, total ekspor perikanan Indonesia tercatat sebesar US$ 1,18 miliar dengan volume 4,94 juta ton,” kata Rokhmin Dahuri saat menjadi narasumber “Temu Koordinasi Pelaku Usaha Hasil Perikanan BKIPM-KKP” di Makassar. Selasa (30/9/2020). 

Merujuk data BPS 2019, negara tujuan ekspor perikanan Indonesia adalah Amerika Serikat dengan porsi 37,05% atau senilai US$ 1.828,98 juta, China 16,78% (US?8,36 Juta), Jepang 13,48% (USf5,19 Juta), ASEAN 11,09% (US$ 547,31 Juta), dan Uni Eropa 7,69% (US$ 379,67 Juta).

- Advertisement -

Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB itupun menekankan produk perikanan yang berdaya saing (competitive) harus memenuhi kriteria kualitas atau mutunya top (unggul), aman untuk dikonsumsi, diproduksi, diolah, dan didistribusikan mengikuti standar internasional (negara tujuan ekspor), harga relatif murah, dan produksi serta delivery-nya teratur dan berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan negara-negara pengimpor.

“Jadi, produk perikanan RI harus memenuhi standar mutu atau quality standard dan keamanan [food safety] yang ditetapkan oleh negara-negara tujuan ekspor. Misalnya di negara-negara Uni Eropa, mereka mensyaratkan dua sertifikasi untuk produk perikanan agar dapat memasuki atau dipasarkan di negara-negara itu. Pertama, sertifikasi kesehatan atau HC (Health Certificate) yang dikeluarkan oleh competent authority (CA) negara pengekspor, yang memastikan bahwa unit pengolahan ikan (UPI) yang dimaksud telah melakukan proses produksi dan pengolahan sesuai dengan standar UE (Uni Eropa-red),” terangnya. 

“Isi dan format HC itu ditetapkan oleh Uni Eropa dan harus dipatuhi oleh UPI negara pengekspor. HC akan diperiksa dan dievaluasi oleh petugas UE pada saat pemeriksaan di Pos Inspeksi Lintas Batas,” paparnya.

Kedua, sertifikat yang menyatakan bahwa bahan baku ikan berasal bukan dari kegiatan illegal, unregulated, and unreported (IUU) fishing atau dari usaha budidaya (aquaculture) yang tidak menerapkan best aquaculture practices.  

Selanjutnya, produk perikanan yang bisa diekspor ke UE hanya dari negara-negara yang telah mendapatkan Approval Number dari UE. Ada tiga persyaratan agar suatu negara mendapatkan Approval Number dari UE. Pertama, CA di negara pengekspor diakui oleh UE telah memiliki kompetensi setara dengan CA negara anggota UE. Kedua, status kesehatan negara pengekspor tidak berpotensi menularkan penyakit yang bisa ditransmisikan melalui produk perikanan. Ketiga, negara pengekspor terbukti berkomitmen melakukan audit/monitoring residu (seperti logam berat, hormon, dan pestisida) secara rutin pada produk perikanan yang dimaksud.

“Uni Eropa (UE) merupakan pasar yang sangat besar untuk produk perikanan dunia. Lebih dari 60% olahan ikan yang dikonsumsi di UE berasal dari negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Bahkan untuk tuna, tongkol, dan cakalang angkanya mencapai 80%-90%,” jelas ketua Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) itu.  

Sebagai catatan, impor perikanan ke UE dilakukan berdasarkan pada jaminan antarpemerintah (negara) pengkespor dan pemerintah pengimpor (UE), sehingga tidak berlaku sertifikasi dari lembaga swasta. Artinya,  sertifikat harus dari pihak competent authority.

Sementara untuk menghasilkan produk perikanan yang memenuhi standar mutu dan keamanan sebagaimana ditetapkan oleh negara-negara tujuan ekspor, lanjut Rokhmin maka, Indonesia harus menerapkan Integrated Quality Standard and Food Safety yang dimulai sejak penyiapan bahan baku dari perikanan tangkap dan perikanan budidaya. “Bahan baku harus aman, bebas dari residu dan cemaran (pollutants) biologis, fisik maupun kimia yang berpotensi merusak produk perikanan itu sendiri maupun membahayakan kesehatan manusia yang mengkonsumsinya,” katanya. 

Kemudian, UPI harus mengolah (processing) bahan baku dan mengemas (packaging) nya sesuai dengan Sistem Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan yang ditetapkan oleh negara-negara tujuan ekspor. “Sistem transportasi produk perikanan dari UPI di Indonesia sampai ke negara tujuan ekspor pun harus memenuhi ketentuan yang telah ditetapkan oleh negara-negara tujuan ekspor tersebut,” terangnya.

Di sisi lain, harus ada peningkatan volume ekspor komoditas dan produk perikanan, baik untuk komoditas dan produk existing maupun komoditas dan produk baru. Juga peningkatan kapasitas UPI skala kecil– mikro agar produknya bisa diekspor secara berdaya saing. Hanya saja, peningkatan volume produksi bahan baku (komoditas) ikan melalui kegiatan usaha perikanan tangkap yang bertanggung jawab dan usaha perikanan budidaya yang terbaik 

Rokhmin menegaskan bahwa produk perikanan yang bermutu tinggi juga tidak lepas dari upaya pembenahan Sistem Logistik Ikan Nasional, sehingga bisa meningkatkan kecepatan, kemudahan, efisiensi, dan daya saing ekspor produk perikanan RI. “Perlu pendalaman dan penguatan pasar ekspor yang ada, selain pengembangan pasar ekspor baru. Kebijakan dan regulasi pemerintah harus kondusif bagi peningkatan volume dan nilai ekspor perikanan,” pungkasnya

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER