EKONOMI

Atasi Tantangan Revolusi Industri 4.0, Pemerintah Siapkan Skema

MONITOR, Jakarta- Kementerian Ketenagakerjaan memastikan pemerintah akan melakukan upaya antisipasi, dalam menghadapi revolusi industri 4.0 yang akan berdampak terhadap pengurangan tenaga kerja.

Direktur Bina Instruktur dan Tenaga Pelatihan Direktorat Jenderal Pembinaan Pelatihan dan Produktivitas Kementerian Ketenagakerjaan, Suhadi mengatakan bahwa revolusi industri yang berbasis teknologi, inovasi dan sains memang akan menimbulkan gangguan.

“Memang ada gangguan karena ada tenaga kerja yang kehilangan pekerjaan. Maka, pemerintah mencari solusi agar tenaga kerja ini bisa mendapatkan pekerjaan baru. Skemanya sedang kami diskusikan dengan sejumlah pihak terkait,” katanya dalam diskusi bertajuk “Tantangan Revolusi Industri 4.0 dan Kesiapan Indonesia”, di Jakarta, Jumat (8/5)

Skema itu tengah dibahas bersama Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) untuk mendapatkan kajian yang komprehensif. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS ) Ketenagakerjaan juga dilibatkan lantaran skema tersebut nantinya akan membutuhkan instrumen pendanaan.

Meski revolusi industri 4.0 berdampak pada penyerapan tenaga kerja nantinya, peluang yang terbuka bagi sumber daya manusia Indonesia yang akan terus bertambah karena adanya kebutuhan keterampilan baru.

Di sisi lain, masyarakat juga dinilai akan melakukan penyesuaian diri menghadapi era otomatisasi seperti yang telah terjadi sebelumnya. Diperlukan persiapan sejak awal secara bersama-sama antara pemerintah, industri, serikat pekerja beserta komponen lainnya.

“Kemnaker sendiri sudah merancang transformasi industri, di mana ada ‘roadmap’ ke arah mana teknologi akan digunakan di masa depan,” katanya.

Pemerintah akan membuat dua kebijakan yaitu penguatan akses serta mutu pendidikan untuk pelatihan vokasi serta menyiapkan pendanaan pelatihan dan pendanaan bagi korban PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) dalam menghadapi revolusi industri 4.0.

Menanggapi hal itu, Siti Khoirun Ni’ mah selaku Program Manager INFITD menekankan pada empat hal yang dapat dilakukan pemerintah, pertama meningkatkan investasi pada pekerja, salah satunya dengan menambah jumlah balai-balai latihan kerja di berbagai daerah di Indonesia.

“Keberadaan pelatihan kerja yang memberikan jenis keahlian dan keterampilan seiring dengan perkembangan industri haruslah merata ada di berbagai daerah. Balai balai latihan kerja tersebut dapat diakses pekerja dibebagai daerah di Indonesia.” ungkap nya pada pernyataan resminya.

“Saat ini alokasi anggaran di bidang ketenagakerjaan masih sangat rendah. Jauh dibandingkan dengan negara-negara lain, termasuk negara-negara di Asean seperti Malaysia dan Singapura.” terang Siti.

Ketiga,dengan memperkuat dialog multi-pihak dalam kebijakan ketenagakerjaan diantaranya dengan melibatkan serikat pekerja dan masyarakat sipil.

“Pelibatan serikat pekerja dapat dilakukan dalam hal memecahkan masalah yang sulit seperti merger dan konsolidasi, regulasi baru baik dari pemerintah maupun industri, alih daya dan adopsi teknologi baru atau peningkatan/modifikasi teknologi yang sudah ada.”tandas dia.

Terakhir, dia menyarankan pemerintah menyusun Rencana Aksi Pelatihan Kerja sebagai bagian dari Strategi Indonesia menghadapi Industri 4.0.

Sebagai catatan, berdasarkan data Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, jumlah TKA di Indonesia mencapai 126 ribu orang per akhir 2017. Jumlah itu tidak sebanding dengan tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri yang mencapai 3,5 juta orang. Namun, mayoritas TKI berprofesi sebagai pekerja domestik, pekerja perkebunan, dan pekerja konstruksi. Sementara TKA yang bekerja di Indonesia kebanyakan berasal dari kalangan profesional.

Hal ini berpengaruh terhadap remitansi atau kiriman uang yang dihasilkan TKI maupun TKA. Total remitansi yang dihasilkan TKI pada 2017 sebesar US$ 8,79 miliar, jauh di atas remitansi yang dikirimkan TKA ke negara asal mereka sebesar US$ 3,48 miliar. Namun jika dihitung rata-rata per kepala, remitansi yang dihasilkan TKI hanya sebesar US$ 2.513 per individu. Jumlah ini 10 kali lebih rendah dibandingkan remitansi TKA yang mencapai US$ 27.524 per individu.

Recent Posts

Menuju Indonesia Emas 2045, Yandri Susanto: Indonesia Butuh Generasi Penerus Yang Handal

MONITOR, Jakarta - Wakil Ketua MPR RI H Yandri Susanto menyatakan bahwa Indonesia butuh generasi…

39 menit yang lalu

Polemik Hukum Musik dan Lagu Mencuat Lagi, Ini Respon Ketua MUI

MONITOR, Jakarta - Sepekan terakhir polemik tentang hukum musik dan lagu kembali ramai di media…

1 jam yang lalu

Kabar Duka, Anggota DPR RI Aam Khairul Amri Meninggal Dunia

MONITOR, Jakarta - Kabar duka datang dari Keluarga Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), GP…

1 jam yang lalu

Pertamina Goes to Campus 2024 Resmi Dibuka

MONITOR, Bandung - Pertamina Goes To Campus 2024 (PGTC) resmi dibuka oleh Direktur Utama PT…

2 jam yang lalu

Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

MONITOR, Jakarta – PT Pertamina Hulu Energi (PHE) sebagai Subholding Upstream Pertamina terus membuktikan kinerja cemerlang…

3 jam yang lalu

KKP Tangkap 3 Kapal Asing di Laut Natuna dan Selat Malaka

MONITOR, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil menangkap tiga unit kapal pencuri ikan…

3 jam yang lalu