Oleh: Emrus Sihombing*
Setiap muncul wacana revisi UU KPK, serta merta muncul pro dan kontra. Mereka yang kontra acapkali mengatakan, wacana revisi UU KPK itu sebagai upaya melemahkan KPK. Menurut mereka, KPK harus tetap kuat. Kekhawatiran kelompok ini bisa diterima akal sehat karena perilaku koruptif di negeri ini sudah pada titik patologi sosial kronis yang membahayakan keuangan negara.
Menurut hemat saya, seandainya anggaran, perluasan kewenangan, dan semua sumber daya yang dimiliki KPK setara saja dengan Kejaksaan Agung atau Polri, OTT oleh KPK bisa terjadi setiap hari di negeri ini.
Bagaimana dengan yang pro revisi UU KPK? Mereka juga mengatakan, justru melakukan revisi UU KPK bertujuan memperkuat posisi KPK itu sendiri untuk mencegah dan memberantas korupsi di Tanah Air.
Sekalipun pandangan kedua pihak saling berseberangan, sebagai suatu tesis dan anti tesis, uniknya mereka sama-sama mengaku mempunyai tujuan yang sama yaitu memperkuat posisi KPK. Namun, kita seolah lupa menggali sisi positif dari perbedaan itu. Sebab, setiap perbedaan, bila kita ungkap secara serius, sebenarnya tersimpan energy yang luar biasa dalam bentuk sintesa yang sungguh-sungguh mampu membuat KPK bertindak profesional sebagai upaya memperkuat posisi KPK dalam melaksanakan tugas mencegah serta memberantas perilaku koruptif di Indonesia.
Sebagai suatu sintesa, revisi UU KPK bisa saja dilakukan pada bagian-bagian tertentu sembari tetap menjaga eksistensi isi pasal lainnya yang sudah teruji memperkuat KPK. Sebab, tidak ada karya manusia yang parmanen, termasuk isi UU KPK. Konstitusi saja pun bisa diamendemen.
Bila kita ingin menggali makna lebih serius, mendalam dan objektif terhadap pasal demi pasal UU KPK serta masih terus terjadinya perilaku koruptif di bebagai instansi, bisa jadi kita temukan ada sejumlah pasal di UU KPK yang perlu mendapat perhatian untuk direvisi dan sekaligus memastikan pasal yang mana tetap dijaga eksistensinya.
Menurut kajian Lembaga EmrusCorner, terdapat sejumlah persoalan yang perlu mendapat perhatian serius terhadap isi UU KPK. Dari sejumlah persoalan tersebut, kali ini EmrusCorner menyajikan dua hal.
Pertama, terkait penyadapan. Pasal tindakan penyadapan harus tetap dipertahankan dalam UU KPK. Ketika akan dan melakukan penyadapan tidak perlu mendapat ijin dari pihak manapun, dan bila perlu termasuk dari dewan pengawas. Tujuannya, untuk meniadakan atau paling tidak memperkecil pengaruh berbagai kepentingan, yang boleh jadi masuk melalui pihak lain, tak terkecuali melalui oknum dewan pengawas. Biarlah tindakan penyadapan itu menjadi otonomi para penyidik itu sendiri.
Namun, bila data penyadapan tidak memenuhi syarat ditindaklanjuti ke tahapan proses hukum selanjutnya, rekaman penyadapan dalam bentuk apapun harus dimusnahkan dengan berita acara. Sedangkan data penyadapan yang bisa ditindaklanjuti ke tahap berkutnya hingga memiliki hukum tetap harus benar-benar tersimpan dengan keamanan yang sangat luar biasa. Tidak boleh bocor apalagi dibocorkan kelak kemudian hari oleh siapapun.
Kedua, terkait dengan SP3. Pasal yang menyangkut KPK tidak boleh mengeluarkan SP3, saya berpendapat, perlu direvisi mejadi bahwa KPK berwenang mengeluarkan SP3. Sebab, sebagai suatu institusi sosial (negara), yang bekerja di KPK tetap manusia biasa yang tidak lepas dari kekurangan, kesalahan, kepentingan sempit dan perilaku mereka tidak pernah berada di ruang hampa.
Karena itu, penetapan seseorang menjadi tersangka tindak pidana korupsi oleh KPK kepada seseorang atau kelompok orang sangat-sangat mungkin mengandung kelemahan. Jika memang ditemukan ada kelemahan serta sudah teruji secara valid, jangan dipaksakan lanjut ke tahap berikutnya menjadi terdakwa yang kemudian harus mengikuti setiap tahan proses persidangan.
Jika ini terjadi, ini bisa mengganggu bahkan merusak reputasi maupun nama baik orang yang bersangkutan dan segenap anggota keluargnya, sekalipun ke depan di pengadilan diputuskan tidak bersalah yang sudah mempunyai hukum tetap. Ini harus menjadi koreksi mendasar bagi kita semua, agar KPK bisa mengeluarkan SP3 secara mandiri dan independen tanpa intervensi dari berbagai kepentingan dan kekuatan apapun dari dalam maupun dari luar KPK.
*Penulis merupakan Direktur Eksekutif Lembaga EmrusCorner