Jumat, 10 Oktober, 2025

Buntut Radiasi Cesium-137 di Cikande, DPR Desak Perusahaan Lalai Disanksi

MONITOR, Jakarta – Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Yahya Zaini menyatakan keprihatinan atas insiden paparan radiasi Cesium-137 yang terjadi di kawasan industri Cikande, Kabupaten Serang, Banten. Menurutnya, peristiwa ini menjadi pengingat pentingnya sistem pengawasan kesehatan dan keselamatan kerja (K3) yang efektif dan berkelanjutan.

“Insiden ini tidak hanya menyangkut pencemaran lingkungan, tetapi juga menyentuh aspek fundamental perlindungan tenaga kerja dan kesehatan masyarakat,” kata Yahya, Kamis (9/10/2025).

Seperti diketahui, Pemerintah menemukan 32 titik radiasi dari radioaktif cesium-137 (Cs-137) di Cikande per Selasa (7/10). Sebanyak 10 titik berada di luar kawasan industri itu, sementara 22 titik lainnya ada di dalam area industri.

Di sisi lain, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) telah melakukan pemeriksaan kesehatan terhadap 1.562 pekerja dan warga sekitar lokasi cemaran. Ada 9 orang yang terindikasi positif terpapar radioaktif cesium-137 melalui pemeriksaan whole body counter (WBC) dan enam orang positif terpapar melalui hasil pemeriksaan surveymeter.

- Advertisement -

Penemuan paparan Cs-137 di Cikande berawal dari penolakan produk udang beku Indonesia di beberapa pelabuhan besar Amerika Serikat (AS) pada Agustus silam. Otoritas setempat mendeteksi ada radiasi pada kontainer, yang kemudian memicu investigasi lintas lembaga di dalam negeri.

Hasil penelusuran menemukan zat radioaktif itu tidak terkait dengan laut atau tambak, melainkan aktivitas industri logam. Adapun Cesium-137 adalah salah satu zat radioaktif yang bisa mencemari makanan dan berisiko membahayakan kesehatan. Paparan radiasi dari Cesium-137 melalui makanan dapat menyebabkan gangguan organ, kerusakan sel, hingga meningkatkan risiko terjadinya kanker.

Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) menjelaskan Cs-137 merupakan zat buatan yang biasa digunakan dalam peralatan industri, antara lain untuk mengukur aliran cairan maupun ketebalan bahan.

Zat ini tidak terbentuk secara alami di lingkungan dan dalam kondisi terlepas dapat menimbulkan risiko kesehatan serius, termasuk peningkatan risiko kanker jika masuk ke tubuh.

Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat atau Food and Drug Administration (FDA) juga melaporkan adanya kontaminasi Cesium-137 pada cengkeh asal Indonesia. Namun kadar radiasi Cesium-137 yang ditemukan FDA pada cengkeh asal Indonesia masih dinyatakan dalam ambang aman.

Terkait hal tersebut, Yahya menekankan penanganan kasus ini harus dilakukan lintas sektor melibatkan Kemenkes, Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker), Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) BPJS Ketengakerjaan, hingga BPJS Kesehatan.

“Kita berharap tak ada lagi masyarakat maupun pekerja yang menjadi korban lemahnya pengawasan dan tata kelola limbah berbahaya di kawasan industri,” tuturnya.

“Paparan Cesium-137 bukan sekadar ancaman jangka pendek. Ini bisa menimbulkan dampak kesehatan serius dalam jangka panjang, mulai dari gangguan organ, kerusakan sistem saraf, hingga peningkatan risiko kanker. Pemerintah tidak boleh hanya bertindak saat kejadian sudah terjadi,” lanjut Yahya.

Pimpinan komisi di DPR yang membidangi urusan kesehatan dan ketenagakerjaan itu pun menyoroti pentingnya pemeriksaan kesehatan menyeluruh dan berkala bagi pekerja dan masyarakat sekitar lokasi terdampak. Menurut Yahya, Pemerintah harus bergerak cepat memastikan layanan kesehatan terpadu tersedia dan dapat diakses.

“Dan penting sekali pengawasan kesehatan dan keselamatan pekerja di sektor industri semakin diperkuat. Ini untuk menjamin kesehatan dan keselamatan masyarakat maupun pekerja semakin lebih maksimal,” tambah Legislator dari Dapil Jawa Timur VIII tersebut.

Tak hanya itu, Yahya juga meminta agar perlindungan sosial bagi pekerja harus diaktifkan. Menurutnya, BPJS Ketenagakerjaan wajib memastikan para pekerja di kawasan tersebut mendapat jaminan sosial penuh atas risiko akibat radiasi.

“Negara harus hadir memperhatikan kepentingan rakyat, khususnya pekerja. Jangan sampai ada yang merasa dibiarkan berjuang sendiri menghadapi dampak dari kelalaian industri,” tegas Yahya.

Yahya juga mendesak Kemenaker segera melakukan audit keselamatan kerja terhadap perusahaan-perusahaan di kawasan berisiko tinggi.

“Seluruh protokol keselamatan radiasi harus dipastikan benar-benar dipatuhi. Perusahaan yang terbukti lalai harus dikenai sanksi karena merugikan rakyat dan pekerja, bahkan Negara,” ujarnya.

Yahya mendorong Kemenaker dan Bapeten mempercepat sertifikasi nasional keselamatan dan kesehatan kerja (K3), khususnya di sektor industri yang menangani bahan berbahaya dan beracun (B3), termasuk limbah radioaktif.

Lebih lanjut, Yahya menilai lemahnya sistem pengawasan dan koordinasi antarlembaga menjadi salah satu penyebab utama munculnya kasus seperti ini.

Oleh karena itu, Yahya menegaskan pentingnya konsolidasi lintas kementerian seperti Kemenaker, Bapeten, Kementerian Lingkungan Hidup, hingga Pemda, agar sistem pengawasan terhadap pengelolaan limbah dan keselamatan kerja berjalan optimal.

“Ini bukan hanya soal teknis industri, tetapi menyangkut keselamatan warga dan masa depan dunia kerja kita. DPR RI akan terus mengawal agar perbaikan ini berjalan nyata,” pungkas Yahya.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER