Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI, Andreas Hugo Pareira (foto: ist)
MONITOR, Jakarta – Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI Andreas Hugo Pareira mengkritik sikap Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan, Hasan Nasbi yang menanggapi teror kiriman kepala babi ke kantor media Tempo dengan mengatakan ‘dimasak saja’. Andreas menilai pernyataan Hasan Nasbi mencerminkan sikap yang miskin etika dan tidak pantas diucapkan oleh pejabat negara.
“Respon jubir istana yang menyuruh agar kepala babi tersebut dimasak adalah arogan yang berbau penghinaan terhadap media. Tidak pantas seorang Jubir yang merepresentasikan suara istana berkata demikian,” ujar Andreas, Senin, (22/3/2025).
Selain menghina media, Andreas menyebut pernyataan Hasan Nasbi nirempati dan tak menghormati hak asasi manusia (HAM). “Konstitusi kita mengatur negara menjamin hak atas pekerjaan yang layak bagi setiap warganya. Layak di sini artinya termasuk dari sisi kenyamanan dan keamanan. Dan jaminan atas pekerjaan merupakan hak asasi manusia,” tuturnya.
Andreas menegaskan, pengiriman paket kepala babi yang ditujukan kepada wartawan Tempo, Francisca Christy Rosana atau yang akrab disapa Cica tidak bisa dilihat sebagai kasus biasa, apalagi kasus lucu-lucuan.
“Tindakan ini bisa disebut sebagai bentuk teror yang bertujuan untuk membungkam media massa,” kata Andreas.
Oleh karenanya, pimpinan Komisi HAM DPR itu mengecam pernyataan Hasan Nasbi. Menurut Andreas, ancaman terhadap jurnalis dan media massa seharusnya ditanggapi dengan serius, bukannya dengan guyonan tidak bermutu.
“Pemerintah seharusnya mengambil sikap serius terhadap upaya intimidasi terhadap pers, bukan justru meremehkan insiden ini,” tegas Legislator dari Dapil NTT I tersebut.
“Pernyataan yang dianggap bercanda atau meremehkan dapat menurunkan kepercayaan publik terhadap komitmen Pemerintah dalam melindungi kebebasan pers,” sambung Andreas.
Sebagai informasi, Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 menjamin hak atas kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan. Pers yang meliputi media cetak, media elektronik dan media lainnya merupakan salah satu sarana untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan tersebut.
Pers juga bisa dikatakan sebagai pilar keempat demokrasi selain lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif. Dalam UU No 40 Tahun 1999 pada pasal 3 ayat 1 disebutkan bahwa pers mempunyai fungsi sebagai media informasi, pendidikan, hiburan, dan kontrol sosial.
Teror terhadap media seperti ini bisa dianggap sebagai ancaman terhadap kebebasan pers di Indonesia. Jika Pemerintah melalui pejabatnya tidak menunjukkan keberpihakan yang jelas dalam melindungi pers, kata Andreas, maka hal tersebut dapat memperburuk kondisi demokrasi dan independensi jurnalis.
“Pernyataan seorang pejabat yang meremehkan ancaman terhadap media dapat mencoreng citra Pemerintah. Apa yang disampaikan Hasan Nasbi mencerminkan sikap yang miskin etika dan tidak pantas diucapkan oleh pejabat negara,” sebutnya.
“Pernyataan yang bersangkutan membuat publik mempertanyakan komitmen Pemerintah dalam menjamin keamanan dan kebebasan berekspresi. Dan saya rasa sebaiknya Hasan Nasbi meminta maaf atas pernyataannya yang tak hanya meremehkan kinerja jurnalis, tapi juga tak sensitif HAM,” imbuh Andreas.
Andreas pun menegaskan penting agar pihak berwajib mengusut tuntas kasus teror terhadap Tempo yang dikenal sebagai media kritis itu. “Tanpa respons yang tegas, masyarakat bisa semakin skeptis terhadap komitmen Pemerintah dalam menegakkan hukum dan melindungi jurnalis,” ujarnya.
“Respons dan ketegasan dari Negara juga penting. Karena jika aparat dan Pemerintah mengabaikannya, publik justru akan bertanya-tanya ada isu apa di balik teror kepada media ini,” tambah Andreas.
Sebagaimana diberitakan, Hasan Nasbi ikut menyampaikan pernyataannya soal ancaman teror kepala babi yang diterima Cica, wartawan host program Bocor Alus Politik, Tempo. Dengan santai, ia menyuruh Cica memasak kepala babi yang dikirimkan orang tak dikenal itu.
“Sudah dimasak saja, dimasak saja,” kata Hasan Nasbi kepada awak media di Kompleks Istana Kepresidenan, Jumat (21/3).
Hasan Nasbi mengatakan, teror kepala babi yang dikirim ke Kantor redaksi Tempo merupakan masalah media itu dengan pihak lain. “Ini kan kami engga tahu. Ini problem mereka dengan entah siapa. Entah siapa yang mengirim. Buat saya engga bisa tanggapi apa-apa,” bebernya.
MONITOR, Jakarta - Tahap II pelunasan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) Reguler 1446 H/2025 M…
MONITOR, Jakarta - Fenomena keberadaan organisasi kemasyarakatan (ormas) yang meresahkan dunia usaha dan permintaan tunjangan…
MONITOR, Jakarta - Dalam rangka menyambut Mudik Lebaran Tahun 2025, Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody…
MONITOR, Jakarta - Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), organisasi mahasiswa Islam terkemuka, menyerukan umat Islam…
MONITOR, Jakarta - Ketua DPR RI Puan Maharani menegaskan pihaknya belum menerima Surat Presiden (Surpres)…
MONITOR, Jakarta - Ketua DPR Puan Maharani meminta aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas teror…