MONITOR, Solo – Berbagai kejadian belakangan yang melibatkan membuat perhatian publik tertuju pada institusi Kepolisian Republik Indonesia (Polri), terlepas dari kasus-kasus yang terjadi, hal itu dinilai sebagai momentum berbenah diri bagi Polri untuk meningkatkan kinerja dan pelayanannya terhadap masyarakat.
Kendati demikian, masyarakat pun diminta untuk berperan aktif membantu Polri dalam berbenah, salah satunya dengan pemanfaatan teknologi yang saat ini kian mudah dijangkau oleh berbagai kalangan.
Dosen Hukum dari Universitas Sebelas Maret Solo (UNS) Rustamaji menerangkan, dengan pemanfaatan gawai masyarakat bisa melakukan fungsi kontrol tanpa keragu-raguan, dengan syarat apa yang kita lakukan dengan niat baik tanpa embel-embel tujuan tertentu.
“Saya mencontohkan, kemarin Pak Kapolresta (Solo-red) membuat konten, bahwa kalau ada anggota anggota kami yang melanggar ketentuan silahkan WA ke nomor ini, itu contoh yang baik, itu salah satu contoh Panopticon juga,” ujar Rustamaji dalam Diskusi Publik Peran Publik dalam Meningkatkan Kinerja Polri yang digelar di Hotel Kusuma Sahid Prince, Jumat (4/11).
Perlu diketahui, Panoptikon merupakan sebuah konsep yang dikemukakan seorang filsuf Inggris Jeremy Bentham pada 1843. Panoprikon merupakan rancangan arsitektur sederhana yang memungkinkan satu orang penjaga untuk mengawasi keseluruhan ruang tahanan dari satu titik saja.
Dengan begitu, para tahanan tidak mengetahui apakah mereka sedang diawasi atau tidak. Konsep panoptikon kemudian dikembangkan kembali oleh seorang filsuf Perancis bernama Michael Foucault pada tahun 1975 bahwa panoptikon merupakan penginterpretasian dari unsur kekuasaan yang diaplikasikan ke dalam fungsi pengawasan.
Dengan panoptikon seorang narapidana yang terkurung akan merasa bahwa dirinya selalu diawasi ketika melihat ke arah menara di tengah-tengah kompleks penjara, alhasil penjara pun menjadi tertib.
Dalam konteks peran publik dalam meningkatkan kinerja polri, Rustamaji menilai kamera handphone dapat menjadi panoptikon ketika digunakan dengan niat baik. “Dengan hotline seperti kata pak kapolres tadi, kamera handphone saja bisa berfungsi sebagai panoptikon, nanti polisi tidak berani macam-macam karena khawatir dilaporkan ke pak kapolres, dengan catatan, pelapornya nanti dilindungi,” terangnya.
“Kalau kita masyarakat membuat pelaporan tanpa niat jelek, tanpa mendeskriditkan seseorang, ketika aparat tersebut melakukan kesalahan, kita WA kan ke kapolres itu namanya kritik atas kinerja, bukan menghakimi seseorang, maka kalau dimasukkan ke UU ITE itu tidak bisa, maka masyarakat tidak perlu khawatir,” tandas Rustamaji.
MONITOR, Jakarta - Kementerian Agama RI, melalui Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam menggelar Kepustakaan Islam…
MONITOR, Jatim - Anggota Komisi III DPR RI M. Nasir Djamil menyayangkan adanya kasus polisi tembak…
MONITOR, Yogyakarta - PT Jasa Marga (Persero) Tbk. bersama anak usahanya, PT Jasamarga Jogja Bawen…
MONITOR, Jakarta - Menteri Agama Nasaruddin Umar hari ini, Sabtu (23/11/2024), bertolak ke Arab Saudi.…
MONITOR, Jakarta - Jelang pemungutan suara pada pada 27 November mendatang, Wakil Menteri Koordinator Bidang…
MONITOR, Jakarta - Jelang pemungutan suara Pemilihan 2024, Ketua Bawaslu Rahmat Bagja menyatakan teknologi untuk…