MONITOR – Pakar Ekonomi Kemaritiman yang juga Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, Prof Rokhmin Dahuri mengatakan dalam aktifitas ekonomi, Islam memiliki tujuan materil (duniawi) dan akhirat (ukhrawi). Hal inilah yang menjadi perbedaan dengan Kapitalisme yang hanya memandang kebahagiaan dari materil dan di dunia saja.
“Asas dasar sistem ekonomi dalam Islam tidak hanya menjadikan akal manusia sebagai landasan epistemologis satu-satunya, tetapi juga al-Qur’an dan al-Hadits sebagai yang utama,” ujarnya saat menjadi narasumber diskusi virtual “Pembangunan Berkelanjutan dalam Perspektif Islam” yang diselenggarakan oleh Institut Perguruan Tinggi Ilmu al-Qur’an (PTIQ) dan lbihtafsir.id pada Minggu (17/4/2022).
Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan itu membeberkan tiga dimensi perspektif Islam dalam pembangunan berkelanjutan yakni pertama, World-view Islam, kedua, Tujuan Ekonomi Berkelanjutan dalam Islam, dan ketiga, Metode Ekonomi Berkelanjutan dalam Islam.
World-view Islam dalam Ekonomi Berkelanjutan didasarkan pada tiga konsep yakni Tauhid yang merupakan hal paling penting, karena tauhid memberikan makna dan signifikansi terhadap ekistensi alam semesta, yang terdapat manusia di dalamnya; Khalifah yakni sebagai pemelihara bumi dan tidak untuk sebaliknya yaitu menciptakan kerusakan dan pertumpahan darah; Adil dimana Sumber Daya Alama (SDA) yang diciptakan Allah SWT merupakan modal atau perantara untuk mencapai kemakmuran atau yang disebutkan sebagai konsep Falah.
“Tanpa keadilan, adil terhadap manusia maupun alam, falah (kemenangan) tidak akan pernah tercapai,” tegas Dewan Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan 2019-2024 tersebut.
Prof Rokhmin memaparkan bahwa tujuan ekonomi berkelanjutan dalam Islam antara lain pembangunan ekonomi harus dapat menciptakan keseimbangan antara kepentingan individu dan kepentingan masyarakat serta kepentingan dunia dengan akhirat, yang selaras dengan ajaran agama Islam.
Sedangkan metode ekonomi berkelanjutan dalam Islam ada dua dimensi dalam menggunakan SDA yakni memobilisasi SDA yang bermaksud menghidupkan tanah mati dan memiliki sumber tersebut. “Contohnya pemerintah dibolehkan mengambil alih tanah untuk pembangunan ekonomi yang bermanfaat bagi orang banyak,” katanya.
Kemudian menghidupkan tanah mati dan memanfaatkan SDA yang menganggur untuk kemaslahatan manusia. Hal ini termasuk tujuan dasar ekonomi Islam yaitu mencari kemaslahatan dan menjauhkan kerusakan (mafsadah) melalui penggunaan SDA secara optimal, keadilan distribusi pendapatan dan kekayaan bagi setiap individu dan generasi, serta menghapus riba.
Selanjutnya, kata Prof. Rokhmin Dahuri, ada tiga poin penting Surah Al-Baqarah ayat 60 (Dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu Kami berfirman : “Pukullah batu itu dengan tongkatmu”. Lalu memancarlah daripadanya dua belas mata air. Sungguh tiap-tiap suku telah mengetahui tempat minumnya (masing-masing). Makan dan minumlah rezeki (yang diberikan) Allah, dan janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan).
Makna dari ayat tersebut, terang Dosen kehormatan Mokpo National University Korea Selatan itu adalah:
1. Kekayaan alam yang ada di bumi merupakan pemberian dari Allah SWT. yang diturunkan kepada umat manusia untuk dimanfaatkan sebaik-baiknya dalam rangka memenuhi kebutuhan manusia.
2. Allah telah membagikan rezeki kepada 12 suku Bani Israil secara adil agar tidak berseteru. Hal ini merupakan simbolis dalam menciptakan keseimbangan sosial sehingga tidak terjadi ketimpangan.
3. Penegasan Allah SWT kepada manusia setelah diberikan karunia kekayaan alam, kemudian untuk menjaga lingkungan sekitar dan tidak membuat kerusakan di muka bumi.
“Dalam Islam, merawat alam dan lingkungan hidup untuk mewujudkan kesejahteraan bersama itu merupakan kewajiban bagi orang-orang beriman (Surah Al-Baqarah ayat 22). Islam juga mengajarkan terkait larangan untuk mencemari dan merusak lingkungan hidup (Surah Ar-Rum ayat 41). Bahkan, Rasulullah SAW memerintahkan untuk menanami tanah-tanah yang kosong. Bahkan kalau pemilik tanah itu tidak sanggup menanaminya, Rasulullah SAW menganjurkannya untuk mencari orang lain untuk menggarapnya,” ungkap Prof Rokhmin.
Prof. Rokhmin Dahuri menuturkan, bahwa Islam mengajarkan antara lain: Islam mewajibkan umatnya untuk hidup sederhana, tidak boros, berhenti makan sebelum kenyang sebagaimana tercantum dalam Al-Qur’an surat al-Furqan ayat 67.
“Tidak boleh membuang-buang air meski saat berwudlu, dan tidak memubazirkan SDA (Rasulullah SAW. berjalan melewati Sa’ad yang sedang berwudu dan menegurnya, ”Kenapa kamu boros memakai air?”. Sa’ad balik bertanya, ”Apakah untuk wudu pun tidak boleh boros?”. Beliau Saw. menjawab, ”Ya, tidak boleh boros meskipun kamu berwudu di sungai yang mengalir. (H.R. Ibnu Majah dan Ahmad),” tandasnya.
Islam, tegas Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI) itu juga melarang umatnya menumpuk harta, mencari dan membelanjakan harta secara haram pun dilarang oleh Allah SWT. (QS. Ali ‘Imran Ayat 180)
“Sebaliknya, umat Islam diwajibkan untuk berbagi harta, ilmu, dan rezeki lainnya kepada sesama insan yang membutuhkan pertolongan, kaum fakir, miskin, dan musafir. (QS. Ali ‘Imran Ayat 92). Islam juga mewajibkan umatnya untuk berlaku jujur, adil, dan menyayangi sesama, rahmatan lil a’lamin. (QS. Al-Ma’idah Ayat 8),” terangnya.
Islam juga mewajibkan umatnya untuk memelihara dan meningkatkan daya dukung lingkungan (DDL) bumi, dan membatasi permintaan terhadap SDA dan jasa-jasa lingkungan. “Bagi Umat Islam, merawat bumi dan melestarikan lingkungan hidup juga merupakan salah satu wujud ibadah kepada Allah Azza wa Jalla, Tuhan Yang Menciptakan manusia dan alam semesta. (QS. Al-A’raf Ayat 56),” papar Prof Rokhmin.
Dalam Islam, tutur tokoh anak nelayan Desa Gebang Cirebon itu implikasi (balasan) bagi seseorang yang menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangan-Nya itu bukan hanya berlaku di dunia, tetapi juga di akhirat. Dimana, balasan bagi mereka yang menjalankan perintah Allah adalah surga berupa kenikmatan dan kebahagiaan sepanjang masa. “Sebaliknya, bagi mereka yang tidak menunaikan perintah Allah atau melanggar larangan-Nya akan menjadi penghuni neraka berupa azab dan penderitaan abadi,” tuturnya.
Untuk itu, Prof Rokhmin Dahuri menyimpulkan pembangunan negara dan bangsa akan maju, berkeadilan dan mensejahterakan jika konsisten menerapkan prinsip-prinsip tersebut diatas dengan menjalankan sistem Pancasila (yang sesuai dengan nilai-nilai Islam) melalui langkah-langkah sebagai berikut: Pertama, pemanfaatan dan pengelolaan SDA (ESDM, kehutanan, perkebunan, tanah, dan air) harus dilakukan oleh negara (BUMN) untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Pasal 33, UUD 1945).
Kedua, aset ekonomi produktif seperti modal, infrastruktur, teknologi, pasar, dan informasi harus mudah diakses oleh seluruh rakyat Indonesia secara berkeadilan. “Tidak seperti selama ini, rakyat kecil sangat susah mendapatkannya,” pungkasnya.