PERTANIAN

Beredar Cabai Berpewarna, Dirjen Hortikultura: Masyarakat tidak Perlu Resah, Oknum Sudah Tertangkap

MONITOR, Jakarta – Banyumas dihebohkan dengan temuan cabai rawit berpewarna. Menanggapi hal tersebut, Direktur Jenderal Hortikultura, Prihasto Setyanto langsung menggerakkan seluruh jajarannya terkait ulah pedagang dari Temanggung ini. Kendati demikian, yang bersangkutan sudah diamankan pihak berwajib.

“Masyarakat khususnya di wilayah Jawa Tengah tidak perlu khawatir terkait adanya cabai rawit merah palsu alias berpewarna. Pemerintah khususnya Direktorat Jenderal Hortikultura bersama-sama dengan Dinas Pertanian Kabupaten Banyumas, Dinas Kesehatan, BPOM serta pihak Kepolisian setempat telah menemukan oknum yang melakukan tindakan tersebut dan saat ini sudah ditangkap oleh pihak yang berewenang,” ujar Direktur Jenderal Hortikultura, Prihasto Setyanto dalam wawancara via telepon, Kamis (31/12).

Pasalnya cabai rawit itu mulai beredar di Kabupaten Banyumas sejak 2 hari lalu, tepatnya 29 Desember 2020. Awalnya ditemukan di Pasar Wage yang ternyata dipasok oleh pengepul dari Temanggung. Akibat ulah pedangang pengepul ini, petani yang terkena getahnya.

Warnanya cabai berpewarna ini sangat mirip dengan warna asli, awalnya pedagang pun tidak curiga dan mendistribusikan cabai tersebut ke Pasar Sokaraja, Pasar Cerme dan Pasar Sangkal Putung yang kemudian ke retail dan konsumen akhir.

Cabai tersebut dioplos dengan cabai rawit merah asli kemudian dipacking dalam kardus dengan volume 35 kg per dus. Banyaknya campuran cabai berpewarna tersebut berkisar 0,5 – 1 kg sehingga memang tidak menimbulkan kecurigaan.

Saat ini pihak Kepolisian wilayah setempat sudah mengamankan cabai yang masih tersisa di pedagang dan akan terus melacak yang sudah terlanjur beredar agar tidak dikonsumsi masyarakat. Faktanya, bahan pewarna yang digunakan bukanlah bahan pewarna makanan sehingga berbahaya jika dikonsumsi.

Prihasto menjelaskan bahwa harga cabai rawit merah akhir-akhir ini memang mulai menarik. Kondisi panen di lapangan tidak begitu menyenangkan karena faktor curah hujan yang berdampak pada busuk buah dan layu fusarium.

Produksi turun dan keuntungan yang diperoleh tidak begitu bagus. Meskipun demikian siapa pun tidak dibenarkan melakukan penipuan yang membahayakan kesehatan konsumen.

“Sebagai langkah preventif di masa hujan, sebaiknya petani menggunakan teknologi rainshelter atau sungkup plastik sederhana untuk meminimalkan busuk buah atau penggunaan bahan-bahan pengendali yang bisa dibuat sendiri dengan biaya murah seperti campuran belerang, kapur bakar, dan sabun yang bisa dijadikan bahan pengendali layu dan busuk buah. Jika petani mau melakukannya maka produksi terjaga dan keuntungan maksimal,” pungkasnya.

Recent Posts

DPR Ajak Seluruh Pemangku Kepentingan Cari Solusi Atasi Peningkatan Kasus DBD

MONITOR, Jakarta - Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Kurniasih Mufidayati mengungkapkan rasa prihatin atas peningkatan…

32 menit yang lalu

Targetkan Predikat Unggul, Prodi HES Fakultas Syariah UIN Jember Gelar Asesmen Lapangan

MONITOR, Jakarta - Program Studi Hukum Ekonomi Syariah (HES) Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Kiai…

2 jam yang lalu

Kemenag dan Kominfo Siapkan Program Guru Cakap Digital bagi Ratusan Ribu GTK Madrasah

MONITOR, Jakarta - Direktorat Guru dan Tenag Kependidikan (GTK) Madrasah menjalin kerja sama dengan Kementerian…

3 jam yang lalu

Kabar Baik bagi Eksportir, BPJPH-Saudi Halal Center SFDA Sinergi Saling Pengakuan Standar Halal

MONITOR, Jakarta - Kabar baik bagi para pelaku usaha dan eksportir. Pemerintah Indonesia dan Pemerintah…

3 jam yang lalu

Kendalikan Penyakit Arbovirus, DPR Dukung Pengembangan Vaksin Arboviral

MONITOR, Jakarta - Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Emanuel Melkiades Laka Lena bersama Menteri…

6 jam yang lalu

BPJS Ketenagakerjaan Catat Hasil Investasi Kuartal I-2024 Senilai Rp 12,31 Triliun

MONITOR, Jakarta - Deputi Komunikasi BPJS Ketenagakerjaan menyampaikan angka tersebut sudah memenuhi 22,36% dari total…

8 jam yang lalu