MONITOR, Mataram – Risiko gagal panen makin disadari petani di berbagai daerah. Salah satunya di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB) hampir 67 persen dari 1.500 hektare lahan pertanian sudah masuk program Asuransi Usaha Tani Pangan (AUTP), sebagai langkah antisipasi kerugian saat gagal panen.
Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) mengatakan, program AUTP diharapkan dapat memberikan perlindungan terhadap resiko ketidakpastian iklim dengan menjamin petani mendapatkan modal kerja untuk berusaha tani dari klaim asuransi.
“Dari jaminan perlindungan ini maka petani dapat membiayai pertanaman di musim berikutnya,” ujar Mentan SYL, Kamis (3/12).
Risiko yang dijamin dalam AUTP meliputi banjir, kekeringan, serangan hama dan OPT. Hama pada tanaman padi antara lain, wereng coklat, penggerek batang, walang sangit, keong mas, tikus dan ulat grayak.
Sedangkan penyakit pada tanaman padi antara lain, tungro, penyakit blas, busuk batang, kerdil rumput, dan kerdil hampa. Serangan hama dan penyakit ini akan mengakibatkan kerusakan yang dapat mengakibatkan gagal panen sehingga petani akan mengalami kerugian.
“Waktu pendaftaran dapat dimulai paling lambat satu bulan sebelum musim tanam dimulai. Kelompok tani didampingi PPL dan UPTD kecamatan mengisi formulir pendaftaran sesuai dengan formulir yang telah disediakan,” ungkapnya.
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan Sarwo Edhy menambahkan, berdasarkan besaran biaya input usaha tani padi sebesar Rp 6 juta per Ha per musim tanam, yaitu sebesar Rp 180 ribu rupiah per Ha per musim tanam.
“Bantuan pemerintah saat ini sebesar 80% sebesar Rp 144 ribu per Ha per musim tanam, dan saat ini petani hanya membayar premi swadaya 20% proporsional, sebesar Rp 36 ribu rupiah per Ha per musim tanam,” beber Sarwo Edhy.
Kelompok tani membayar premi swadaya sebesar 20% proporsional sesuai luas area yang diasuransikan. Bukti transfernya akan diperoleh, untuk kemudian diserahkan kepada petugas asuransi yang akan mengeluarkan bukti asli pembayaran premi swadaya dan sertifikat asuransi kepada kelompok tani.
“Petani cukup mendaftarkan sawahnya saja sebelum masa tanam. Tapi asuransi ini khusus untuk petani yang menanam padi,” kata Sarwo Edhy.
Kepala Dinas Pertanian Kota Mataram Mutawalli mengatakan, beberapa alasan petani yang belum mengasuransikan lahannya antara lain, karena masih ada anggapan terkait dengan boleh dan tidaknya asuransi.
“Dari 1.500 hektare lahan pertanian di Mataram, sekitar 1.000 hektare atau hampir 67 persen sudah masuk AUTP. Sisanya, belum dengan berbagai alasan,” kata Mutawalli.
Selain itu, petani beralasan lahan mereka berada di zona aman sehingga menilai AUTP tidak ada manfaatnya, sebab selama ini mereka tidak pernah mengalami gagal panen.
“Lahan pertanian yang belum masuk AUTP tersebar se-Kota Mataram, tapi khusus untuk kawasan bagian Selatan kita wajibkan sebab kawasan itu menjadi daerah rawan puso,” sebutnya.
Dijelaskan, potensi lahan pertanian gagal panen cenderung terjadi pada lahan pertanian di bagian Selatan karena areal pertanian yang terendam saat musim hujan akibat kondisi wilayah yang berada di bagian hilir.
Sementara itu, potensi gagal panen akibat kekeringan di musim kemarau kemungkinannya sangat kecil meskipun di daerah hulu sebab kekeringan di Kota Mataram tidak seperti di daerah-daerah lain.
“Kendati musim kemarau, petani kita masih bisa menanam palawija apalagi kita juga melaksanakan program bantuan pembuatan sumur dangkal,” katanya.
Mutawalli menambahkan, AUTP sebagai antisipasi gagal panen, jadi petani diharapkan tidak enggan mengikuti programnya. Pasalnya, hanya dengan membayar Rp 36 ribu per hektare per sekali tanam, petani bisa mendapatkan Rp 6 juta per hektare ketika gagal panen.
“Apalagi, 80 persen petani yang ada di Mataram merupakan petani penggarap atau menyewa lahan dan hanya 20 persen petani yang memiliki lahan sendiri,” tandasnya.