MONITOR, Jakarta – Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI), Ahmad Shobri Lubis, mengungkapkan bahwa pihaknya bersama Gerakan Nasional Pengawal Fatwa-Ulama (GNPF-U), Persaudaraan Alumni (PA) 212 dan HRS Center menyatakan tujuh sikapnya terkait penolakan UU Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker).
Menurut Shobri, perkembangan politik hukum di Indonesia semakin menjauh dari tujuan dan cita-cita nasional sebagaimana diamanatkan dalam Mukadimah Undang-Undang Dasar (UUD) Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
“Kebijakan penyelenggaraan negara telah menegasikan prinsip kedaulatan rakyat dan paham negara kesejahteraan (welfare state) dengan mengutamakan kepentingan oligarki kapitalis,” ungkapnya dalam keterangan tertulis, Jakarta, Jumat (9/10/2020).
Shobri menilai, rezim kali ini lebih mengutamakan kepentingan geopolitik Republik Rakyat China (RRC), dengan tetap mendatangkan Tenaga Kerja Asing TKA yang berpaham komunis. Selain itu, menurut Shobri, pemerintah juga tetap bersikukuh menggelar pilkada di tengah ancaman pandemi Covid-19 demi politik dinasti atau feodalisme.
“Di sisi lain, tindakan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power), persekusi, intimidasi dan kriminalisasi masih terus berlangsung,” ujarnya.
Seiring dengan itu, lanjut Shobri, rezim malah mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Ciptaker yang kini telah disahkan menjadi undang-undang.
“Tidak dapat dipungkiri kehadiran Undang-Undang Cipta Kerja tersebut lebih dimaksudkan untuk dominasi oligarki ekonomi asing dan aseng dan tidak berpihak pada tenaga kerja lokal (buruh),” katanya.
Kesemuanya itu, menurut Shobri, menunjukkan penyelenggaraan negara di bawah kepemimpinan yang dzalim, yang menghancurkan sendi-sendi kehidupan yang berdasarkan Pancasila.
“Rakyat telah dikorbankan, masa depan keutuhan dan kedaulatan negara terancam dengan kebijakan yang
hanya menguntungkan segelintir orang,” ungkapnya.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, Shobri menegaskan bahwa pihaknya menyatakan sikap pertama, mendukung aksi buruh, mahasiswa dan pelajar dalam memperjuangkan penolakan terhadap UU Omnibus Law Ciptaker maupun aksi-aksi dalam segala bentuknya baik berupa mogok maupun hak untuk menyatakan pendapat, berserikat dan berkumpul menyuarakan kepentingan rakyat.
“Dua, menasehati dan meminta rezim beserta seluruh lembaga dan aparat negara untuk menghentikan kezdaliman terhadap rakyat sendiri,” ujarnya.
Tiga, Shobri menyebutkan, segera bebaskan tanpa syarat seluruh demonstran yang ditangkap dan hentikan penyiksaan terhadap para demonstran yang masih dalam tahanan.
“Empat, mengajak semua elemen bangsa untuk bangkit berjuang dan menghentikan kedzaliman dengan segala daya upaya yang dimiliki dan tidak menyerah terhadap berbagai kekejaman yang dilakukan rezim ini,” katanya.
Lima, Shobri menyampaikan, pihaknya mendesak segera dikeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk membatalkan UU Omnibus Law Ciptaker.
“Enam, menuntut presiden untuk menyatakan diri mundur/berhenti sebagai presiden karena ketidakmampuan dan tidak kompeten dalam menjalankan roda pemerintahan,” ungkapnya.
Tujuh, Shobri menambahkan, menuntut partai-partai pendukung pengesahan UU Omnibus Law Ciptaker untuk segera membubarkan diri karena telah menjadi kepanjangan tangan kepentingan Cukong Aseng dan Asing daripada menjadi penyalur aspirasi rakyat.
MONITOR, Bekasi - PT Jasamarga Transjawa Tol (JTT) menggelar kegiatan Doa Bersama dan Santunan Anak…
MONITOR, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) meyakinkan otoritas Amerika Serikat terkait mutu dan…
MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi II DPR RI Ahmad Irawan menyoroti kasus penangkapan Gubernur Bengkulu…
MONITOR, Jakarta - Ketua DPR RI Puan Maharani berharap peringatan Hari Guru Nasional (HGN) 2024…
MONITOR, Jakarta - Koperasi sebagai tonggak pemberdayaan masyarakat, telah membuktikan bahwa ekonomi yang kuat dapat…
MONITOR, Banten - Menteri Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Mendes PDT) Yandri Susanto mengaku kaget…