Jumat, 22 November, 2024

MAKI Duga Kuasa Hukum Terdakwa Gagal Paham Soal Produk JS Saving Plan

MONITOR, Jakarta – Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) menduga kuasa hukum terdakwa kasus dugaan korupsi Jiwasraya, Joko Hartono yakni Kresna Hutauruk tidak memahami karakteristik produk JS Saving Plan.

Sehingga, beranggapan bahwa seharusnya manajemen baru PT Asuransi Jiwasraya (Persero) bisa menutup klaim jatuh tempo senilai Rp802 miliar karena Jiwasraya masih memiliki aset investasi berupa obligasi sebesar Rp4,6 triliun dan deposito sebesar Rp750 miliar per Oktober 2018.

“Dia lupa kalau angka Rp802 miliar itu klaim jatuh tempo pada saat diumumkan. Dia juga kayaknya tidak tahu atau tidak paham kalau klaim jatuh tempo Jiwasraya Saving Plan itu berjalan tiap hari hingga kalau perkiraan saya klaim itu sampai di angka Rp 50 triliun,” Kata Koordinator MAKI, Boyamin Saiman kepada wartawan di Jakarta, Rabu (15/7).

“Kalau sudah Rp50 triliun, trus mau dibayar pake apa? Ini lucu-lucuan terdakwa saja, saya pikir” tambahnya.

- Advertisement -

Seperti yang diketahui, pada 11 Oktober 2018 silam manajemen Jiwasraya menyurati sejumlah bank yang menjadi agen penjual produk JS Saving Plan dan mengumumkan bahwa perseroan tidak mampu membayar klaim jatuh tempo senilai Rp 802 miliar.

Saat itu, Direktur Utama Jiwasraya, Asmawi Syam mengatakan bahwa manajemen Jiwasraya tengah mengalami masalah dalam hal permodalan sehingga tidak mampu membayar klaim jatuh tempo produk Saving Plan. Sedangkan hingga akhir 2018, utang klaim jatuh tempo Jiwasraya mencapai Rp4,7 triliun dengan aset-aset investasi yang tidak bisa dicairkan dalam waktu yang singkat alias tidak likuid.

Mengacu fakta tersebut, Boyamin pun menilai sebuah keputusan yang tepat jika saat itu manajemen baru Jiwasraya mengumumkan adanya gagal bayar.

“Oke katakanlah Rp 802 miliar itu dibayar dengan sisa uang yang ada pada oktober 2018, tapi apakah bulan September, Oktober, November kemudian tidak gagal bayar juga? Suruh jualan lagi? Sudah nggak laku Jiwasraya apalagi saat itu penjualan saving plan diminta distop OJK,” tegas Boyamin.

Membuka laporan keuangan Jiwasraya tahun 2017, kondisi keuangan perusahaan memang mulai menunjukkan masalah. Hal ini terlihat dari laba bersih perusahaan yang anjlok 98,46% dari Rp2,14 triliun pada 2016 menjadi hanya RP 328,43 miliar pada akhir 2017.

Di waktu itu, jumlah beban diketahui naik 27,88% dari Rp 19,33 triiliun menjadi Rp 24,72 triliun. Salah satu penyebab kenaikan jumlah beban dikarenakan pembayaran klaim dan manfaat yang naik lebih dari dua kali lipat, dari Rp 6,86 triliun menjadi Rp 15,67 triliun.

Jika laporan keuangan ini benar, itu artinya sejak 2017 Jiwasraya sudah mulai mengalami tekanan dalam kinerja keuangan karena beban penjualan dan klaim jatuh tempo Saving Plan sudah mulai membesar, sampai akhirnya perseroan mengalami kesulitan membayar di tahun-tahun berikutnya.

“Perlu diingat 2018 itu belum jatuh tempo penuh, karena penjualan JS Saving Plan itu dimulai 2012 dan jalannya di 2013. Kalau bicara tenor 5 tahun, artinya tagihan yang besar itu 2019 dan 2017 masih kecil-kecil,” papar dia.

Berangkat dari hal tersebut, Boyamin pun meminta agar para terdakwa tidak memainkan isu hingga akhirnya mempengaruhi pengadilan terhadap 6 terdakwa kasus dugaan korupsi Jiwasraya yang merugikan negara hingga Rp 17 triliun.

“Terdakwa nggak boleh bermain isu, karena dapat mempengaruhi pengadilan. Sejauh ini hakim masih netral-netral aja, masih on the track,” pungkas Boyamin.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER