MONITOR, Jakarta – Pengamat Politik Igor Dirgantara mengatakan perubahan peta koalisi politik dalam pemilihan presiden (Pilpres) akan semakin nyata ketika pemenang kontestasi secara resmi menang diumumkan dan mendapat legitimasi kuat.
Menurut dia, setidaknya ada lima alasan terjadinya perubahan dalam koalisi partai pendukung.
Pertama, adanya faktor eksternal sebagai manifestasi politik pragmatisme yang akan dilakukan paslon terpilih itu sendiri demi stabilitas politik dan untuk memuluskan berbagai kebijakannya nanti.
“Berasal dari internal koalisi oposisi sendiri karena keinginan atau kebutuhan mendapat akses atau jabatan politik dalam pemerintahan yang baru terpilih,” kata Igor menyebutkan faktor kedua, saat dihubungi, Kamis (9/5).
“Sehingga, siapa pun partai koalisi di kubu oposisi bisa saja merubah orientasinya demi kepentingan politiknya ini, termasuk sekalipun PKS,” tambahnya.
Terkait dengan pertemuan yang dilakukan Ketum DPP PAN Zulkifli Hasan dan Komandan Kogasma AHY dengan Capres peranan nomor urut 01 Jokowi, di Istana Kepresidenan.
Igor berpandangan bahwa adanya kepentingan jangka panjang, yakni pemilu 2024 menjadi alasan lain kemudian koalisi politik ‘balik kanan’.
“Pandangan bahwa ikut bergabung dengan pemerintahan dianggap lebih menjamin eksistensi Parpol yang bersangkutan dan bagi calon yang telah digadang dan kelak akan ditampilkan, dan ini bisa berlaku bagi partai Demokrat,” sebut dia.
Faktor keempat, sambung dia, adalah memori terjadinya perpecahan atau dualisme kepemimpinan parpol pasca Pemilu 2014 yang pernah terjadi di kubu PPP dan Partai Golkar, yang membuat kedua parpol ini berubah halauan dukungan politiknya.
“PAN punya potensi mengalami nasib serupa pasca pemilu 2019, akibat perbedaan aspirasi kader nya terkait dukungan politik dalam Pilpres 2019. Pertemuan antara Zulkifli Hasan dengan Jokowi bisa dilihat dalam konteks ini, yaitu: politik adalah “the art of possibilities”. Tidak ada yang tidak mungkin dalam politik, apalagi hanya merubah halauan dukungan politik,” papar Direktur SPIN tersebut.
Alasan terakhir, Igor menyebut, jika perubahan haluan dalam koalisi juga dapat terjadi, ketika kesemuanya bersepakat berakhir.
“Bagaimanapun yang paling berhak untuk menyatakan berakhirnya koalisi oposisi adalah Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto bersama elit parpol pengusungnya sebagai Capres 2019.”
“Jika hasil perhitungan suara Pemilu 2019 Paslon 02 dinyatakan menang maka isu keretakan koalisi mereka hanya isapan jempol belaka. Namun jika sebaliknya, maka opsi rekonsiliasi akan menjadi satu-satunya hidangan politik yang paling rasional,” pungkasnya.
MONITOR, Jakarta - PT Jasa Marga (Persero) Tbk. kembali menorehkan prestasi dengan meraih Penghargaan Emas…
MONITOR, Jakarta - Pertamina Eco RunFest 2024 siap digelar pada Minggu, 24 November 2024, di…
MONITOR, Jakarta - Kementerian Agama (Kemenag) menggelar ajang perdana Kepustakaan Islam Award (KIA) di Jakarta…
MONITOR, Jakarta - Kementerian Agama RI, melalui Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam menggelar Kepustakaan Islam…
MONITOR, Jatim - Anggota Komisi III DPR RI M. Nasir Djamil menyayangkan adanya kasus polisi tembak…
MONITOR, Yogyakarta - PT Jasa Marga (Persero) Tbk. bersama anak usahanya, PT Jasamarga Jogja Bawen…