Jumat, 26 April, 2024

DPR Segera Kaji Urgensi UU Khusus Fintech

MONITOR, Jakarta – Kehadiran financial technology (Fintech) yang merupakan sebuah inovasi yang lahir dari kemajuan teknologi informasi dapat mendukung efisiensi perekonomian, namun berpotensi menimbulkan resiko yang dapat mempengaruhi stabilitas sistem keuangan.

Hal itu disampaikan Ketua DPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) saat mengisi Seminar ‘Peran Teknologi Informasi Finansial dalam Mendorong Inklusi Keuangan di Indonesia’ yang diselenggarakan INDEF di Jakarta, Selasa (26/3).

Sehingga, lanjut dia, perkembangan Fintech yang semakin menjamur perlu diawasi secara agresif oleh Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

“Sebab, saat ini, dasar hukum penyelenggaraan Fintech dalam sistem pembayaran di Indonesia mengacu kepada berbagai peraturan yang dikeluarkan oleh BI dan OJK,” kata Bamsoet.

- Advertisement -

Kendati demikian, Bamsoet mengatakan tetap perlu adanya aturan perundang-undangan mengenai keuangan digital  (financial technology/Fintech) sebagaimana yang pernah disampaikan OJK.

“Jika memang dari sisi dunia usaha maupun BI dan OJK sebagai regulator memerlukan UU yang khusus mengatur tentang Fintech, maka dewan akan sangat terbuka menerima berbagai masukan,” ungkapnya.

Setidaknya, sambung Wakil Ketua Umum KADIN Indonesia ini menerangkan, ada berbagai peraturan tentang Fintech tertuang dalam Peraturan Bank Indonesia No. 18/40/PBI/2016 tentang Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran, Surat Edaran Bank Indonesia No. 18/22/DKSP perihal Penyelenggaraan Layanan Keuangan Digital dan Peraturan Bank Indonesia No. 18/17/PBI/2016 tentang Uang Elektronik.

Serta ada juga Peraturan OJK No.77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi (peer to peer landing), Peraturan OJK No.13/POJK.02/2018 tentang Inovasi Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan, Peraturan OJK No.12/POJK.03/2018 tentang Penyelenggaraan Layanan Perbankan Digital oleh Bank Umum dan Peraturan OJK No.37/POJK.04/2018 tentang Reksa Dana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif Penyertaan Terbatas (equity crowdfunding).

Kendati demikian, DPR RI, kata Bamsoet,  selalu menekankan kepada BI dan OJK sebagai mitra kerja Komisi XI agar mewaspadai berbagai perkembangan Fintech. Mengingat, sambung dia, terkait banyaknya aduan yang datang dari masyarakat kepada DPR RI perihal keberadaan Fintech yang justru bukan membantu, malah meresahkan masyarakat.

Antara lain, pelanggaran hukum pengambilan informasi pribadi, penyebaran data pribadi, masalah bunga pinjaman serta munculnya Fintech illegal.

“Kita apresiasi Satgas Waspada Investasi bentukan OJK yang telah menghentikan lebih dari 200 Fintech ilegal. Dalam berbagai rapat kerja dengan OJK, DPR RI melalui Komisi XI selalu mengingatkan OJK untuk mengetatkan pengawasan.”imbuhnya.

“Bahkan, bila perlu jangan hanya sekadar ditutup izin operasinya, melainkan ambil langkah hukum terhadap Fintech illegal sehingga membuat efek jera,” pungkas Bamsoet.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER