MONITOR, Batu – Sejak era 1980 an Kota Batu populer dijuluki Kota Apel. Ini karena populasi buah yang besar. Pertama kali ditanam oleh Ir Ghert, warga Belanda di Pujon, Batu.
Kementerian Pertanian (Kementan) tengah fokus mengembangkan komoditas apel di Kota Batu. Pengembangan ini guna mendorong Kota Batu sebagai tempat wisata apel, sehingga petani apel terus mendapatkan nilai tambah atau keuntungan.
Akan hal ini, Direktur Jenderal Hortikultura, Kementan, Suwandi berkunjung ke Kota Batu, Minggu (9/12). Dia mengunjungi salah satu gabungan kelompol tani yang membudidayakan apel.
Suwandi mengungkapkan apel Kota Batu menjadi sentra andalan nasional menjadi daya tarik wisata. Kesejukan dan keindahan panorama pegunungan Kota Batu dengan ketinggian 1.000 hingga 1600 meter dpl dengan berbagai tanaman hias, sayuran dan buah menjadi tujuan menarik bagi wisatawan domestik dan manca negara.
“Wisatawan disuguhi wisata petik dan makan apel, membawa oleh-oleh apel segar maupun olahan kripik, juice, sari buah dan lainnya,” ujarnya.
Suwandi menyebutkan secara nasional kawasan sentra utama apel terdapat Kota Batu dan Pasuruan. Kini sudah berkembang di Bantaeng, Kendal dan Lombok Timur. Varietas yang berkembang yaitu Manalagi, Anna dan Rome Beauty. Masing masing punya cita rasa berbeda, bentuk, ukuran dan tekstur khas.
“Konsumen biasa menyebut apel hijau untuk manalagi dan apel semburat merah untuk jenis apel anna,” sebut dia.
“Apel Manalagi aroma wangi, bentuk bulat, kulit buah hijau muda kekuningan, daging buah manis, tekstur liat dengan sedikit kandungan air, dan rasa buah manis,” pintanya.
Menurut Suwandi, apel Rome Beauty bisa panen 30 hingga 40kg per pohon dengan bentuk agak bulat, warna kulit buah hijau kemerahan, daging buah keras namun bertekstur halus, dan aroma buah yang kuat.
Sementara apel Anna agak unik, rasa sedikit lebih asam. Namun, jika dibiarkan 3 sampai 4 hari setelah dipetik, terasa manis dan aroma tajam. Ciri bentuk buah memanjang, kulit buah tipis dengan warna kuning dan semburatan warna merah, daging buah padat cenderung masir, dan kandungan air dalam buah cukup tinggi.
“Sesuai dengan data BPS, produksi apel nasional 2017 sebesar 319 ribu ton,” ungkap Suwandi.
Luki Budiarti Pengelola Gapoktan Mitra Arjuna mengatakan biaya produksi apel sekitar Rp 5.000 per kg dan harga jual normal Rp 8.000 sampai Rl 12.000 per kg. Petani menikmati marjin yang lumayan. Apel Batu memasok ke pulau jawa dan luar jawa. Wisatawan asing juga tertarik akan apel batu.
“Pasokan benih, teknik pemupukan organik dan pengendalian hama penyakit ramah lingkungan dan kita berupaya dibuat sendiri dari bahan baku sekitar,” katanya.
Luki mengakui pada bulan tertentu Desember-Januari harga turun akibat panen raya buah mangga dan lainnya, sehingga permintaan apel menurun. Akan hal ini, pihaknya mengatasi dengan cara perbaikan mutu mulai dari benih unggul, pasca panen, penyimpanan dan distribusi sehingga awet tidak mudah rusak sampai ke tujuan.
“Untuk produk apel grade bawah diolah menjadi kripik, sari buah, jenang dan dodol sehingga sudah tumbuh industri olahan,” pungkas dia.
MONITOR, Jakarta - Mahkamah Pidana Internasional atau International Criminal Court (ICC) mengeluarkan surat penangkapan bagi…
MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi PDI Perjuangan, Prof. Dr. Ir. Rokhmin…
MONITOR, Jakarta - Perlindungan hukum bagi pekerja migran Indonesia (PMI) menjadi perhatian penting di tengah…
MONITOR, Jakarta - Pada momentum hari guru nasional 2024, JPPI merasa penting untuk menyoroti secara…
MONITOR, Jakarta - Menteri Agama RI Nasaruddin Umar bertemu dengan Menteri Haji dan Umrah Arab…
MONITOR, Jakarta - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Zulfikar Arse Sadikin menanggapi adanya usulan…