MONITOR, Jakarta – Jelang Pemilu 2019, persaingan panas peta politik sudah mulai terasa. Apalagi bicara pilpres, dipastikan ada banyak kampanye negatif yang gencar dilakukan pada kontestasi politik nanti.
Menanggapi adanya ancaman kampanye negatif itu, Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Bunda Mulia, Silvanus Alvin mengatakan ada sebuah ‘tamu’ yang selalu datang meski kehadirannya tidak diundang, yakni kampanye negatif. Ia memastikan proses Pilpres mendatang akan dihiasi dengan kampanye negatif.
“Dalam ranah komunikasi politik, kampanye negatif sering digunakan untuk mengerdilkan reputasi maupun kapabilitas lawan politik, dengan cara mengekploitasi kelemahan-kelemahannya. Berbagai penelitian memang sudah membuktikan bahwa pesan miring yang terkandung dalam kampanye negatif lebih memberikan stimuli di telinga masyarakat,” kata Alvin kepada MONITOR, Jakarta, Jumat (27/4).
Dengan begitu, Alvin menduga dari paslon capres yang bakal kena diserang dengan kampanye negatif ialah presiden incumbent Joko Widodo, menurutnya dengan maksud untuk menggagalkan Jokowi menang kembali dan memimpin pada periode kedua.
“Kampanye negatif akan dipakai dengan maksud menggagalkan mantan Gubernur DKI Jakarta itu agar tidak memimpin dua periode. Seringkali kampanye negatif di periode sekarang ini berkedok kritik pada pemerintah,” ujarnya.
Menurutnya, meski Proses kampanye resmi belum diputuskan oleh KPU, namun kampanye negatif sudah dihembuskan, ia mencontohkan adanya seruan #2019GantiPresiden yang diviralkan oleh politikus PKS Mardani Ali Sera. Selain itu juga ada sesepuh PAN Amien Rais yang belakangan menkritisi pemerintah dengan tajam yang menyebut Nawacita jokowi menjadi Nawasengsara.
“Memang belum dibuka oleh KPU, selaku penyelenggara. Namun, kampanye negatif kini mulai menggeliat dan menyasar Jokowi. Walaupun tidak ada yang salah dengan hal tersebut, karena merupakan bagian strategi komunikasi politik. Hal ini akan jadi masalah bila ada seorang politisi atau kelompok masyarakat berusaha melakukan kudeta atau gerakan bersenjata,” imbuhnya.
Meski begitu, Alvin menilai kubu jokowi pun tidak tinggal diam atas kampanye negatif yang sempat dialamatkan kepadanya (Jokowi). Menurutnya dengan cerdas Jokowi dan timnya menepis isu dalam kampanye negatif itu dengan tiga hal, yakni counter imaging, denial atau bantahan, lalu counter attack.
“Kampanye negatif seringkali dilakukan oleh sang penantang, terutama ketika dirinya merasa tidak punya program yang lebih unggul dari yang dimiliki petahana. Saya melihat Jokowi sadar akan posisinya sebagai petahana. Dalam pengamatan saya, ia tahu menempatkan posisinya dalam menghadapi kampanye negatif ini. Terkadang ia membiarkan saja, kadang ada pula yang ia komentari sebagai wujud ketegasan menghadapi persoalan,” ungkapnya.
Dengan begitu, Alvin mengingatkan agar pada era teknologi komunikasi seperti ini, hoax atau fake news bisa merajalela, sehingga budaya untuk cek dan ricek harus diutamakan. Kata dia, Pada 2014 lalu, publik dihadapkan dengan kenyataan pahit adanya kampanye hitam seperti Obor Rakyat.
“Penetrasi dari Obor Rakyat mungkin tidak terlalu dalam karena tergolong media cetak dan daya distribusinya terbatas. Andai muncul hal serupa dan disebar di media sosial, terlalu mengerikan dampaknya. Oleh karena itu, pentingnya tidak berlebihan dalam kampanye negatif supaya tidak berujung kampanye hitam,” tandas Pengamat Lulusan Master of Arts dari University of Leicester ini.