Monitor, Depok – Persoalan pemberantasan terorisme terus menjadi ikhtiar semua pihak, termasuk para akademisi. Ini karena ternyata penjara nyaris tidak memberi deterrance effect atau tidak membuat jera para pelakunya.
Pada beberapa kasus, penjara justru menjadi school of radicalism atau semacam kawah candradimuka bagi para teroris. Keluar dari penjara justru jadi semakin keras pahamnya dan kembali melakukan teror.
Artinya, penjara belum berhasil membuat teroris sadar dan bertaubat sehingga upaya pemberantasan terorisme terhambat.
Demikian inti persoalan yang disampaikan Siti Napsiyah Ariefuzzaman dalam sidang promosi doktor bidang Ilmu Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Indonesia (UI), Senin (19/6).
Napsiyah menjabarkan bahwa disertasi miliknya yang berjudul "Pendekatan Integratif dalam Pembinaan Narapidana Kasus Terorisme: Studi Kasus Lembaga Pemasyarakatan Klas I Cipinang dan Balai Pemasyarakatan Jakarta Timur-Utara" ini menawarkan pendekatan baru yang disebutnya Social Work Integrative Approach, yaitu pendekatan yang melibatkan lintas profesi, lintas disipilin ilmu, yang dilakukan secara komprehensif pada level mikro, mezzo dan makro.
Dengan pendekatan ini, lanjutnya, seorang narapidana teroris akan mendapatkan pembinaan secara terencana dan sistematis yang melibatkan petugas lapas, ahli agama, psikolog, kriminolog ditambah social worker (pekerja sosial).
"Social worker bisa menjadi case manager (manajer kasus) yang bertanggung jawab atas penanganan seorang narapidana sampai tuntas. Tuntas dalam pengertian selama di lapas mendapat pembinaan, ada program deradikalisasi, rehabilitasi, reintegrasi dan reentry. Seorang terpidana teroris diharapkan kembali ke masyarakat, diterima oleh masyarakat dan berperan dalam masyarakat," jelas dosen kesejahteraan sosial UIN Jakarta ini.
Dalam penelitian ini, Napsiyah menyebut bahwa pelibatan pekerja sosial (social worker) dalam pemberantasan terorisme sangat penting. Ini mengingat Lapas bisa menerima sarjana kesejahteraan sosial, sementara Bapas juga bisa menerima social worker untuk pendamping kemasyarakatan.
"Selama ini peran pekerja sosial sudah diakui dan diakomodir oleh negara di bidang perlindungan anak, disabilitas dan program kesejahteraan keluarga. Dengan melibatkan social work dalam program pemberantasan terorisme, khususnya dalam pembinaan terpidana teroris di Lapas dan Bapas, diharapkan bisa mendorong keberhasilan program secara lebih nyata," paparnya.
Adapun panel penguji promosi doktor Siti Napsiyah Ariefuzzaman ini dipimpin oleh ketua sidang Prof. Dr. Isbandi Rukminto Adi, bersama Prof. Dr. Jamhari Makruf (UIN Jakarta), Dr. Makmur Sunusi (Kementrian Sosial RI), Fentini Nugroho Ph.D (Kesos UI) dan Dr. Eva Anjani, SH. MH (Fakultas Hukum UI). Sementara promotor adalah Prof. Dr. Bambang Shergi Laksmono, M.Sc dan Ko-Promotor, Dr. Mohammad Kemal Dermawan, M.Si.
Napsiyah dinyatakan lulus dengan predikat sangat memuaskan dan menjadi Doktor ke-39 Fakultas Ilmu Sosial dan Poliitk Pascasarjana UI.
MONITOR, Jakarta - Sebagai bagian dari upaya penegakan ketentuan terkait Over Dimension & Over Load…
MONITOR, Jakarta - Siang itu, panas begitu terik menyengat di Madinah, tidak ada hembusan angin.…
MONITOR, Jakarta - Menteri Agama Nasaruddin Umar mengucapkan selamat atas terpilihnya Kardinal Robert Francis Prevost…
MONITOR, Jakarta - Ketua Majelis Pertimbangan PGI, Pdt Gomar Gultom menyampaikan selamat kepada umat Katolik…
MONITOR, Jakarta - Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) terus menunjukkan komitmennya dalam memperkuat koperasi sebagai…
MONITOR, Jakarta - Dalam perkembangan penting bagi sektor manufaktur Asia Tenggara, Continuum sebagai perusahaan terkemuka…