MONITOR, Jakarta – Komisi Pemilihan Umum (KPU) menegaskan pelarangan kampanye di lembaga pendidikan bagi seluruh peserta Pemilu 2019. Selain di lembaga pendidikan, kampanye di tempat ibadah juga tak boleh dilakukan.
Hal itu sesuai dengan Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu Pasal 280 ayat 1 huruf h yang berbunyi, “Pelaksana, peserta, dan tim kampanye pemilu dilarang: menggunakan fasilitas pemerintah, tempat ibadah, dan tempat pendidikan”.
Menurut Komisioner (KPU), Wahyu Setiawan, lembaga pendidikan bisa berupa lembaga pendidikan formal maupun nonformal. Dalam hal ini, pesantren juga termasuk sebagai lembaga pendidikan yang tidak boleh digunakan sebagai tempat kampanye.
“Iya, pesantren termasuk. Dalam aturan itu lembaga pendidikan termasuk formal dan nonformal,” kata Wahyu, Rabu 10 Oktober 2018. Dia menambahkan, saat ini metode kampanye yang sudah boleh dilakukan berupa rapat tertutup, seperti pertemuan terbatas, forum-forum kecil yang dilaksanakan dalam ruangan, atau blusukan tatap muka.
Sementara, metode kampanye rapat umum alias di tempat terbuka, baru boleh dilakukan 21 hari menjelang masa akhir kampanye, yaitu 24 Maret-13 April 2019. “Pertemuan tatap muka boleh saja, saat ini memang saat berkampanye. Yang enggak boleh kampanye rapat umum,” ujar Wahyu.
Pelaksanaan tahapan kampanye, baik tempatnya maupun metodenya, diawasi oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu). Jika ditemukan pelanggaran, Bawaslu akan menindak peserta pemilu tersebut. “Kegiatan itu dinilai pelanggaran atau tidak, itu ranah Bawaslu. Kalau selaras PKPU berati benar. Tapi kalau tidak selaras berati melanggar,” kata Wahyu.
Namun, hal berbeda justru disampaikan Menteri Dalam Negeri, Tjahjo Kumolo. Seolah tak peduli dengan adanya undang-undang yang mengatur soal kampanye, Tjahjo justru menganggap tidak masalah bila sekolah dan pesantren menjadi tempat kampanye. Dengan catatan, asal tidak menggunakan anggaran daerah dan mengajak Aparatur Sipil Negara.
“Enggak ada masalah, kan sekolah-sekolah, pondok pesantren kan punya hak pilih, SMA kan punya hak pilih,” katanya di gedung DPR. Menurutnya, justru untuk keperluan sosialisasi dan kampanye Pemilu, semua lini masyarakat harus didatangi. Begitu pun, kalau kepala daerah deklarasi boleh saja.
“Tetapi, jangan mengajak ASN-nya, jangan menggunakan anggaran aset daerah, itu saja saya kira,” kata Tjahjo. Soal imbauan Komisi Pemilihan Umum (KPU) agar kampanye tak dilakukan di sekolah, ia meminta agar berkoordinasi dengan KPUD.
“Karena yang bertanggung jawab untuk suksesnya Pileg dan Pilpres, penjabaran UU dan PKPU adalah KPU, pemerintah pun tidak intervensi. Semua harus taat, harus tunduk sebagaimana aturan yang diatur KPU,” kata Tjahjo.