MONITOR, Jakarta – Kementerian Agama (Kemenag) belum lama ini merilis daftar nama mubaligh Indonesia. Sedikitnya ada 200 mubaligh yang menjadi rekomendasi Kemenag untuk masyarakat. Namun, alih-alih diapresiasi, keputusan tersebut malah menuai kritik dari berbagai kalangan, tak terkecuali dari Wakil Ketua DPR RI, Fadli Zon.
Melalui akun twitter pribadinya, Wakil Ketua Umum Partai Gerindra itu mengeluarkan beberapa pernyataannya terkait keputusan Kemenag tersebut.
Berikut 14 pernyataan Fadli Zon dalam menyikapi keputusan Kemenag terkait 200 mubaligh:
1) Rilis 200 nama penceramah atau mubaligh yg direkomendasikan oleh Kemenag, dikhawatirkan hanya akan menguatkan segregasi yg ada di tengah masyarakat.
— Fadli Zon (@fadlizon) May 20, 2018
2) Di tengah pluralitas pemahaman dan keyakinan keagamaan yg ada di tengah masyarakat Muslim Indonesia, @Kemenag_RI mestinya bs mnjd moderator yg bijak.
— Fadli Zon (@fadlizon) May 20, 2018
3) Mengeluarkan daftar 200 nama penceramah yg direkomendasikan dari 200 juta populasi penduduk Muslim bukanlah sebuah kbjkn yg mudah diterima. Kebijakan semacam itu cacat scr metodik.
— Fadli Zon (@fadlizon) May 20, 2018
4) Jangankan untuk level Indonesia, di Jakarta saja, yg memiliki ribuan masjid, mushola, dan majlis taklim, ada ribuan ustad dan mubaligh di sana.
— Fadli Zon (@fadlizon) May 20, 2018
5) Katakanlah jumlah mubaligh atau ulama itu sekitar 5 persen dari populasi Muslim yang 200 juta, maka jumlahnya ada sekitar 10 juta orang. Bgmn ba @Kemenag_RI mengeluarkan rilis 200 nama dari 10 juta orang tadi? Bgmn menyaringnya?
— Fadli Zon (@fadlizon) May 20, 2018
6) Makanya jgn salahkan jika kemudian publik mencurigai rilis daftar penceramah itu sbg bagian dri sensor thdp para penceramah atau ulama yg tak sehaluan dgn pemerintah.
— Fadli Zon (@fadlizon) May 20, 2018
7) Apalagi dlm daftar itu tdk tercantum sejumlah nama mubaligh terkemuka yg dikenal kritis thdp pemerintah. Kebijakan semacam ini hanya akan kian mengeraskan segregasi yg ada di tengah masyarakat saja.
— Fadli Zon (@fadlizon) May 20, 2018
8) Jika pemerintah ingin membidik penceramah yg menyusupkan paham-paham radikalisme atau intoleransi dlm ceramahnya, mestinya yg bersangkutan dibidik sj lgsg menggunakan perangkat hukum yg berlaku.
— Fadli Zon (@fadlizon) May 20, 2018
9) Tetapi, jerat hukum semacam itupun mestinya jg mnjd pilihan terakhir yg diambil oleh pemerintah. Pilihan pertama mestinya tetap pd bgmn merangkul dan membangun dialog.
— Fadli Zon (@fadlizon) May 20, 2018
10) Jangan sampai muncul kesan bhw semua pihak yg berseberangan dgn pemerintah kemudian dianggap sbg radikal dan intoleran.
— Fadli Zon (@fadlizon) May 20, 2018
11) Framing semacam itu berbahaya, krn akan memperuncing konflik, dan bukannya membangun dialog, rekonsiliasi dan saling pengertian.
— Fadli Zon (@fadlizon) May 20, 2018
12) Kita saat ini sdg berdiri di ambang krisis ekonomi. Semua celah yg bisa memicu terjadinya konflik sebaiknya segera kita tutup, dan bukannya malah kita eksploitasi.
— Fadli Zon (@fadlizon) May 20, 2018
13) Lagi pula, kita sdh punya Majelis Ulama Indonesia (MUI), punya Dewan Masjid Indonesia (DMI), dan sejumlah organisasi yg bs dimintai tolong untuk membendung diseminasi paham-paham radikal dan intoleran di tengah ummat.
— Fadli Zon (@fadlizon) May 20, 2018
14) Urusan-urusan smcm ini sebaiknya didialogkan kpd lembaga2 itu sj, krn @Kemenag_RI bgmnpun hrs bs berdiri di atas semua golongan dan kepentingan. Jgn sampai Kemenag terjebak pd kepentingan politik jangka pendek pemerintah.
— Fadli Zon (@fadlizon) May 20, 2018