Jumat, 22 November, 2024

Terkait Perpres TKA, Fadli Zon Disebut Lupa Sejarah

MONITOR, Jakarta – Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPR, Adian Napitupulu membantah tudingan Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon yang menyebut kalau pemerintah dengan sengaja telah melegalkan masuknya Tenaga Kerja Asing (TKA) melalui Perpres Nomor 20 Tahun 2018.

Menurut Adian, Fadli Zon pura-pura tidak tahu sejarah. Bahkan ia menduga kalau saat ini Fadli Zon sedang mati-matian menuding Jokowi ada di belakang masuknya TKA ke Indonesia agar terkesan seperti pahlawan kesiangan. Dengan mengancam akan mengajukan pansus hak angket terkait Perpres 20 tahun 2018.

Adian menuturkan, bahwa sebenarnya yang membuka pintu gerbang masuknya Tenaga Kerja Asing yang ada pada hari ini bukanlah keputusan Jokowi. Melainkan keputusan yang di ambil oleh mantan mertua Prabowo yakni Soeharto yang embrionya sudah di desain sejak tahun 1989 saat Soeharto menyetujui usul Bob Hawke untuk bergabung di APEC.

“Pertemuan pertama APEC tahun 1993 di prakarsai oleh Presiden Amerika saat itu yaitu Bill Clinton dan PM Australia Paul Keating di pulau Blake. Setahun kemudian Pertemuan APEC tahun 1994 di Bogor menghasilkan Bogor Goals isi nya adalah mendorong investasi terbuka Asia Pacifik yang ditargetkan di mulai 16 tahun kemudian yaitu tahun 2010,” kata Adian kepada MONITOR, Jakarta, Senin (30/4).

- Advertisement -

Sehingga Adian beranggapan, apabila berangkat dari sejarah panjang lahirnya Pasar Bebas Barang, Jasa dan Tenaga Kerja di Indonesia yang di mulai dari tahun tahun 1998 lalu tersebut. Kata dia, maka seperti nya pantas jika Soeharto diangkat menjadi Bapak Tenaga Kerja Asing.

Disisi lain menurut Adian, niat Fadli Zon untuk mempansuskan Perpres 20 tahun 2018 tentu nya tidak tepat. “Jika mau di pansuskan maka baik nya yang di pansus kan adalah keputusan awal Indonesia bergabung di APEC dan serangkaian hasil keputusan Internasional lainnya yang terkait dengan pasar bebas barang, jasa serta tenaga kerja yang semua itu di putuskan sebelum Jokowi menjadi Presiden,” ujarnya.

Dengan begitu, Adian mempertanyakan keberanian Fadli Zon apakah berani untuk untuk mempansus angket kan Soeharto yang nota bene adalah mertua Prabowo. Kemudian, apakah bisa DPR mempansus angketkan orang yang sudah meninggal dunia dan tidak lagi bisa di panggil DPR untuk di mintai keterangan dan penjelasannya.

Selain itu, Ia mempertanyakan kenapa sikap Fadli Zon yang diangkat Soeharto menjadi anggota MPR dan dilantik pada tanggal 19 Agustus 1997 lalu tidak menolak pelaksanaan dan keputusan – keputusan Soeharto yang terkait dengan pasar bebas termasuk menolak hasil KTT ASEAN di Hanoi tahun 1998 padahal MPR saat itu kedudukannya adalah Lembaga Tertinggi Negara yang berada di atas Presiden.

“Fadli Zon dulu sebagai anggota MPR setuju pasar bebas barang, jasa dan tenaga kerja tapi sekarang menolak buah dari rangkaian perjajian pasar bebas yang di buat di masa Soeharto,” katanya.

Oleh karena itu, Adian menegaskan bahwa saat ini Pilihan Jokowi hanya dua. Pertama menolak rangkaian perjanjian internasional pasar bebas yang embrionya sudah di desain 29 tahun lalu dengan konsekuensi Indonesia menjadi lawan dunia Internasional dan mungkin saja terkena aneka macam sanksi apakah embargo atau lainnya.

Kemudian yang ke dua adalah bagaimana pemerintah berupaya memperlambat dan melakukan pengetatan dengan berbagai kebijakan agar ada nafas lebih panjang bagi Indonesia untuk mempersiapkan diri menghadapi pasar bebas barang.

“Jasa dan tenaga kerja buah dari keputusan Soeharto 29 tahun lalu salah satu nya dilakukan Jokowi dengan mengeluarkan Perpres 20 tahun 2018 yang salah satu substansi isi nya mengatur tentang sanksi TKA yang tidak di atur di peraturan sebelum nya,” tandas Sekjen PENA 98 ini.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER