Jumat, 14 November, 2025

Menko PMK: Dari Pesantren Lahir Semangat Hubbul Wathon Minal Iman

MONITOR, Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Pratikno menegaskan bahwa pembentukan Direktorat Jenderal Pesantren merupakan wujud konkret kehadiran negara dalam memperkuat lembaga yang menjadi “detak jantung bangsa” itu.

“Para kiai, ibu nyai, dan jutaan santri yang memilih jalan ilmu serta pengabdian adalah energi moral bangsa ini. Dari pesantren lahir semangat hubbul wathon minal iman (cinta tanah air bagian dari iman) yang menjaga Indonesia tetap damai dan toleran,” Ujar Menko PMK Pratikno pada Forum Halaqah Penguatan Kelembagaan Pendirian Direktorat Jenderal Pesantren yang digelar di UIN Sunan Ampel Surabaya, Kamis (13/11/2025).

Ia memaparkan, data Kementerian Agama menunjukkan terdapat lebih dari 42 ribu pesantren dengan 12,5 juta santri di seluruh Indonesia. Angka itu bukan sekadar statistik, tetapi potensi sosial luar biasa untuk memperkokoh persatuan nasional. Namun, Pratikno juga mengingatkan bahwa masih banyak pesantren berjuang dengan keterbatasan infrastruktur, sanitasi, dan gizi santri. “Tragedi ambruknya bangunan pesantren adalah alarm keras bagi kita semua. Menjaga jiwa adalah maqashid syariah yang utama,” tegasnya.

Pratikno menyoroti pentingnya pembaruan kurikulum pesantren agar mampu menjawab tantangan zaman. Santri, katanya, harus dibekali kemampuan vokasional, literasi digital, dan jiwa kewirausahaan. “Santri harus punya kail, bukan hanya ikan,” ujarnya, menggambarkan visi pesantren sebagai institusi yang menumbuhkan kemandirian, bukan ketergantungan.

- Advertisement -

Direktur Pesantren, Basnang Said, menambahkan bahwa kehadiran negara bagi pesantren kini semakin nyata. Ia mengumumkan rencana pembangunan Pondok Pesantren Al-Khoziny dengan pendanaan dari APBN sebagai simbol kuat dukungan negara. “Insyaallah, dalam waktu dekat akan dilakukan groundbreaking Pondok Pesantren Al-Khoziny yang pendanaannya bersumber dari APBN,” ujarnya.

Menurut Basnang, dukungan negara terhadap pesantren bukan sekadar bantuan, tetapi tanggung jawab konstitusional. “Kiai dan Nyai datang bukan untuk meminta, tapi untuk mengambil haknya pesantren. Negara wajib hadir untuk itu,” tegasnya mengutip pesan KH. Ma’ruf Amin.

Ia mengingatkan, fondasi pengakuan negara terhadap pesantren telah diletakkan oleh Presiden ke-4 RI KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur), yang membuka jalan kesetaraan pendidikan melalui program Paket A, B, dan C di bawah Menteri Agama KH. Tholhah Hasan. “Dari sana, santri memperoleh pengakuan formal yang membuka ruang pengabdian lebih luas,” tuturnya.

Basnang menegaskan, berbagai kebijakan seperti penetapan Hari Santri, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren, hingga Peraturan Menteri Agama tentang Rekognisi Pembelajaran Lampau (RPL) menjadi tonggak kuat pengakuan negara. “Negara tidak mengintervensi, tapi merekognisi. Segala praktik pendidikan di pesantren adalah kekayaan bangsa yang harus dijaga,” ujarnya.

Melalui lahirnya Direktorat Jenderal Pesantren, negara ingin memastikan bahwa pesantren tidak sekadar bertahan, tetapi juga memimpin transformasi pendidikan berbasis nilai. Dari pesantren, lahir generasi yang berakar pada tradisi keilmuan Islam sekaligus terbuka terhadap inovasi.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER