MONITOR, Jakarta – Anggota Komisi III DPR RI, Abdullah meminta aparat penegak hukum untuk memberikan hukuman maksimal kepada seorang pemuda berinisial ASF yang menjual ribuan konten pornografi anak melalui media sosial dan aplikasi percakapan. Setidaknya, sudah sebanyak 2500-an konten dijual ASF melalui telegram dan aplikasi.
Abdullah mendesak sanksi berat lantaran praktik kejahatan ini sudah berlangsung lama dan mungkin melibatkan banyak anak yang menjadi korban.
“Pelaku harus dihukum maksimal, karena penjualan konten tersebut berlangsung dalam kurun waktu sekitar dua tahun, melibatkan banyak anak yang menjadi korban,” tegas Abdullah, Sabtu (14/6/2025).
“Mungkin juga melibatkan jaringan yang terorganisir dan diperparah anak yang menjadi korban tentu mengalami penderitaan fisik dan psikis,” sambung anggota Komisi DPR bidang hukum tersebut.
Seperti diketahui, ASF yang merupakan warga Kelurahan Belo Laut, Muntok, Kabupaten Bangka Belitung, ditangkap Direktorat Reserse Siber Polda Jawa Timur saat membongkar praktik jual beli konten pornografi.
Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Jules Abraham Abast mengatakan ASF telah menyebarluaskan foto dan video bermuatan pornografi anak secara daring sejak Juni 2023. Hingga saat ini, tersangka diketahui mengelola 15 kanal Telegram dan satu aplikasi Potatochat yang berisi sekitar 2.500 video pornografi anak dengan total anggota mencapai lebih dari 1.100 orang.
Tersangka memanfaatkan akun Instagram dengan nama pengguna @OrangTuaNakalComunity untuk mempromosikan kanal Telegram dan aplikasi Potatochat miliknya secara berbayar. Setiap anggota yang ingin bergabung ke dalam kanal tersebut, dikenai biaya sebesar Rp 500 ribu.
Dari hasil pemeriksaan, tersangka telah menerima pendapatan sebesar Rp 550 juta dari pendaftaran anggota, belum termasuk keuntungan lain yang mencapai sekitar Rp 10 juta per bulan. Total keuntungan yang diperoleh tersangka selama menjalankan aksinya selama 2 tahun sekitar Rp 240 juta.
Abdullah mengatakan, kasus peredaran konten pornografi anak ini bukan pertama kalinya, bahkan selalu berulang sehingga perlu keterlibatan banyak pihak untuk mengatasi persoalan ini, mengingat kejahatan tersebut terorganisir dan terjadi lintas negara.
“Artinya aparat penegak hukum, khususnya kepolisian mesti mengusut tuntas kasus konten pornografi anak ini melalui kerja sama dengan pemangku kepentingan di luar negeri juga,” ungkapnya.
Pria yang akrab disapa Abduh ini juga meminta kepada kepolisian, Komnas Anak serta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak untuk segera memberikan perlindungan dan pemulihan terhadap anak yang menjadi korban. Negara disebut harus hadir bagi anak yang menjadi korban dari konten pornografi karena dampaknya sangat besar.
“Ini hal penting yang pemerintah atau negara tidak boleh abai, perlindungan dan pemulihan terhadap anak mesti dilakukan menyeluruh dan sampai tuntas,” jelas Abduh.
“Jika tidak, trauma yang dialami anak yang menjadi korban akan mengganggu pertumbuhan mereka hingga dewasa,” imbuh Legislator dari Dapil Jateng VI itu.
Lebih lanjut, Abduh menyebut Indonesia memang darurat pornografi anak. Indikatornya dapat dilihat dari laporan National Center for Missing and Exploited Children (NCMEC) tahun 2022, di mana Indonesia menduduki peringkat keempat dunia terkait kasus pornografi daring yang melibatkan anak.
Abduh menilai, pemerintah khususnya aparat penegak hukum wajib menangani kasus ini dengan lebih serius. Terutama soal pencegahan peredaran konten pornografi anak di berbagai platform dan media daring.
“Jika kita ingin lebih serius untuk menyelamatkan Indonesia dari darurat pornografi anak, pencegahan melalui pengawasan dan edukasi literasi digital intensitasnya mesti ditingkatkan. Karena ini berperan besar untuk menguatkan ketahanan digital anak dan orang tua terhadap konten pornografi,” papar Abduh.
Dalam hal pengawasan, Abduh menambahkan, Kementerian Komunikasi dan Digital dan Kepolisian RI dapat bekerja sama dengan platform maupun media daring untuk mengetatkan penyaringan konten pornografi yang melibatkan anak, agar tidak mudah dibagikan.
“Sementara dalam edukasi literasi digital, mesti ditingkatkan melalui keterlibatan anak dan orang tua untuk mencegah anak menjadi korban dan terpapar konten pornografi,” ujarnya.
Terkait kasus peredaran konten pornografi ini, Abduh meminta agar penegak hukum turut menelusuri anggota atau member yang berlangganan pada 15 kanal Telegram dan satu aplikasi Potatochat yang dikelola pelaku. Apalagi jumlah pelanggannya mencapai lebih dari 1.000 orang.
“Mereka juga turut terlibat dalam aktivitas ilegal. Indonesia tidak boleh mentolerir dan membiarkan aksi normalisasi terhadap pelecehan atau kekerasan kepada anak. Tidak ada toleransi buat pedofil,” pungkas Abduh.