MONITOR, Jakarta – Malam perayaan Puncak Waisak 2568 BE/2024 diikuti para Bhikkhu, perwakilan majelis Buddha, para Duta Besar, dan ribuan Masyarakat Buddha. Wakil Menteri Agama Saiful Rahmat Dasuki menyampaikan apresiasi atas terselenggaranya seluruh rangkaian acara Waisak yang telah dan sedang berlangsung.
“Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas anugerah, kesempatan baik atau karma baik bagi semuanya yang telah bersama-sama di Candi Agung Borobudur ini, dalam rangka memperingati dan merayakan tiga peristiwa penting yang berkaitan dengan kehidupan guru agung umat Buddha, Sidharta Gotama (atau Buddha Gotama) yang lebih dikenal dengan sebutan Hari Raya Tri Suci Waisak,” kata Saiful Rahmat Dasuki, di pelataran Candi Borobudur, Magelang, Kamis (23/5/2024).
“Moment ini memperingati tiga peristiwa penting sekaligus yaitu kelahiran, pencerahan sempurna dan wafat (atau parinirwana) Guru Agung Buddha yang terjadi di bulan Wezak atau bulan Mei. Substansi mengenai tiga peristiwa penting tersebut tentu telah diketahui dan diselami maknanya oleh setiap umat Buddha yang memiliki keyakinan kuat terhadap ajaran Buddha,” sambungnya.
Saiful Rahmat Dasuki menjelaskan bahwa semua Candi, Vihara, Cetya, dan tempat-tempat suci Buddha di seluruh Indonesia juga sedang memperingati dan merayakan Hari Raya Tri Suci Waisak 2568 BE/2024. Semua warga bangsa yang hadir malam ini juga tidak ketinggalan untuk turut serta mengisi momentum keagamaan terpenting dalam agama Buddha, dengan maksud dan tujuan yang sama, yaitu meningkatkan kesadaran sebagai bentuk konkret pengamalan ajaran Buddha dalam mewujudkan kehidupan yang bahagia.
“Kita semua mengerti, memahami dan menyadari bahwa umat Buddha Indonesia terdiri dari bermacam-macam mazhab, tradisi, majelis, dan organisasi keagamaan yang mengajarkan dan melaksanakan berbagai macam praktik ritual keagamaan yang berbeda-beda sesuai dengan keyakinan masing-masing,” kata Saiful Rahmat Dasuki.
Prosesi malam pucak perayaan Waisak 2568 BE/2024 di pelataran Candi Borobudur (foto: Humas Buddha)
Di sisi lain, lanjut Saiful Rahmat Dasuki, umat Buddha juga harus memahami bahwa masing-masing memiliki tujuan yang sama yakni memuja Buddha atau Tri Ratna, berusaha mengikis segala bentuk kejahatan, mengembangkan kebajikan di dunia, dan setelah meninggal ingin terlahir di alam surga atau mencapai nirvana, sebagaimana yang diajarkan Guru Agung Buddha di dalam kitab suci Tri Pitaka.
“Karena itu, perbedaan ajaran dan praktik ritual yang berbeda-beda tersebut bukanlah sesuatu hal yang penting untuk diperdebatkan dan dipertentangkan. Kita lebih memilih berdamai (toleran) dengan segala bentuk perbedaan yang ada. Kesadaran terhadap pemahaman ini merupakan modal utama umat Buddha Indonesia dalam memandang perbedaan bukan sebagai perbedaan melainkan sebagai keragaman,” papar Saiful Rahmat Dasuki.
Saiful Rahmat Dasuki menganalogikan bahwa kesadaran akan keberagaman ini seperti halnya ketika seseorang melihat bunga yang berbeda-beda dan berwarna-warni di sebuah taman bunga. Saat itu, fikiran seketika menjadi senang, gembira dan bahagia melihatnya. Analogi ini sebagai bentuk keragaman dari aneka warna bunga nan indah.
“Kecenderungan bentuk pikiran ini mesti dapat dimunculkan ketika melihat aneka tradisi keberagamaan yang berbeda-beda, agar kita terhindar dari sikap tidak suka, membenci atau bahkan memusuhi. Kita tetap merasa senang, gembira, dan bahagia di antara umat Buddha yang berbeda-beda itu, atau bahkan di lingkungan komunitas yang lebih luas yaitu masyarakat Indonesia yang multikultur. Semuanya harus saling menyayangi satu sama lain. Itulah makna kesadaran akan keberagaman hakiki yang dapat memperkokoh kerukunan serta memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa,” terang Saiful Rahmat Dasuki.
Ribuan umat Buddha pada malam perayaan puncak Waisak 2568 BE/2024 di Candi Borobudur (foto : Humas Buddha)
Saiful Rahmat Dasuki menekankan bahwa kesadaran keberagaman harus menjadi mindset, pola pikir yang mempengaruhi cara seseorang memahami, menganalisis, dan mengambil keputusan terhadap sesuatu, yang wajib dimiliki oleh setiap umat Buddha Indonesia. Selanjutnya mindset ini perlu dimanifestasikan dalam bentuk tindakan nyata dalam upaya merukunkan dan mempersatukan umat yang berbeda-beda tradisi. Perlu adanya dialog yang intens dan dinamis diantara umat Buddha dan antarumat beragama.
“Saya sangat mendukung adanya penguatan forum dialog umat Buddha di setiap Provinsi di Indonesia, sebagai salah satu program bimbingan masyarakat Buddha yang selaras dengan upaya meningkatkan kesadaran keberagaman. Dialog atau musyawarah juga merupakan syarat penting yang diajarkan Guru Agung Buddha dalam Mahaparinibbana Sutta, sebagai salah satu syarat kesejahteraan suatu bangsa. Dialog dilakukan dalam rangka memutuskan kesepakatan-kesepakatan dan dalam pelaksanaan kegiatan-kegiatan untuk kepentingan bersama. Dengan demikian akan tercipta keharmonisan dan kebahagiaan,” kata Saiful Rahmat Dasuki.
Bagi Saiful Rahmat Dasuki, momentum perayaan Waisak 2568 BE tahun ini merupakan moment yang luar biasa karena bertepatan dengan peringatan 1.200 tahun Candi Agung Borobudur yang puncaknya akan diperingati pada tanggal 26 Mei 2024 sesuai dengan penanggalan yang tertera pada prasasti Kayumwungan. Bangsa Indonesia, terutama umat Buddha patut berbangga dan bersyukur atas karunia Tuhan akan warisan nenek moyang bangsa yang adiluhung ini.
“Candi Borobudur bukan hanya berdiri sebagai bangunan monumental, melainkan juga merupakan kitab pengetahuan, budaya, dan ajaran luhur keagamaan yang diturunkan nenek moyang bangsa Indonesia untuk digali dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari,” tegas Saiful Rahmat Dasuki.