Minggu, 24 November, 2024

Alam Semesta Dan Kesadaran Kita

Oleh : Hasan Sadeli*

Masih segar dalam ingatan kita ketika beberapa bulan lalu dunia astronomi mempublikasikan upaya pentingnya untuk menyingkap jejak sejarah serta misteri alam semesta. Lembaga antariksa Amerika Serikat (NASA) dalam hal ini untuk pertama kalinya merilis citra ilmiah dari Teleskop Antariksa James Webb Space Telescope (JWST). 

JWST berhasil membidik nebula, gugus galaksi terjauh, dan objek-objek lain di alam semesta yang lebih jelas dibanding hasil jepretan saudara tuanya. Mengutip dari laman Langitselatan, citra pertama JWST ini berasal dari potongan langit seluas 1/300 luas Bulan atau sebesar satu butir pasir yang dilihat atau diamati dari jarak sepanjang lengan. Dan di dalam potongan langit itu terdapat ribuan galaksi.

Dalam satu galaksi ada miliaran bintang dan seandainya setiap bintang punya satu planet, maka potongan langit itu sedang menyajikan ribuan galaksi dengan triliunan bintang dan planet. Yang lebih menarik pada potongan langit ini pula kita bisa memperoleh informasi terkait masa lalu alam semesta. Lebih tepatnya dari galaksi generasi pertama yang terbentuk di alam semesta.

- Advertisement -

Apa yang dicapai oleh NASA melalui kerja kerasnya dalam menampilkan kemegahan alam semesta yang tidak terjangkau oleh mata telanjang dan teleskop biasa selama ini patut diapresiasi. Momentum ini sekaligus menandai penantian panjang para ahli dan pecinta astronomi sejak dipensiunkannya Teleskop Hubble.

Sebagai penegasan diawal,  tulisan ini sebanrnya tidak dalam kapasitas untuk menjelaskan hal-hal menyangkut cara kerja JWST ataupun menjelaskan tentang objek-objek hasil bidikannya. Mengingat penulis sendiri hanyalah salah satu pecinta astronomi level awam.

Karena itu, saya tidak mau gegabah membahas hal-hal diluar disiplin ilmu yang saya ampu. Tetapi barangkali tidak dilarang bagi siapapun termasuk saya untuk menunjukan kekaguman terhadap “goresan pena” yang maha kuasa yang salah satunya diperkenalkan lewat dunia astronomi.

Dekat dengan kita

Dalam beberapa hal saya kira penting bagi kita untuk melihat astronomi sebagai suatu disiplin ilmu yang tidak melulu diarahkan pada pembahasan menyangkut objek diluar bumi. Sebaliknya justru ilmu astronomi begitu dekat dengan kita.

Ilmu astronomi mempelajari dan mengamati kejadian tentang benda-benda di alam semesta, maka sebagai konsekuensinya ialah bahwa ilmu astronomi juga berhubungan erat dengan bumi yang merupakan titik kecil di alam semesta dan bahkan berhubungan dengan eksistensi penghuninya, dalam hal ini manusia.

Hubungan tersebut tidak selalu dilekatkan dengan ilmu ramalan bintang serta fungsi penting rasi bintang untuk menentukan arah di lautan atau hal-hal lain semacamnya. Melainkan pada pemaknaan terhadap pelajaran moral agar merawat bumi yang menjadi satu-satunya planet yang layak huni ditengah tak terjangkaunya alam semesta yang maha luas.

Melalui ilmu astronomi, orang-orang akan mengetahui rupanya alam semesta tidak sesempit yang terlihat. Bahkan disaat malam yang bersih dari polusi cahaya paling banter kita hanya bisa menyaksikan ratusan atau ribuan bintang saja. Padahal diluar terdapat jutaan galaksi atau miliaran bintang di alam semsesta yang teramati oleh prakarsa ilmu pengetahuan bidang astronomi.

Hal ini seyogianya menggugah kesadaran manusia untuk mengetahui keberadaannya sebagai mahluk kecil ditengah luasnya alam semesta. Bagaimana mungkin kita tidak takjub dengan fakta bahwa bumi dan benda-benda langit lainnya yang menurut ukuran kita sangat besar ini bisa berotasi di garis edarnya dan melayang tanpa penyangga.

Kita hanya berhenti dan puas pada kebenaran ilmu tentang adanya gavitasi. Kita enggan melangkah lebih jauh pada penghayatan bahwa itu semua adalah hal yang sebenarnya sangat menakjubkan.

Kita juga mungkin tidak mempertanyakan bagaimana bisa jarak antar galaksi mencapai jutaan atau miliaran tahun cahaya jauhnya.

Bila cahaya yang dalam satu detik saja kecepatannya bisa tujuh kali memutari bumi harus memerlukan waktu selama itu. Tidak terbayangkan rasanya bila kita menempuhnya dengan menggunakan becak. 

Minimnya Kesadaran 

Ilmu pengetahuan berhasil menyingkap data tentang alam semesta yang diluar nalar manusia. Begitu banyak fakta yang disajikan para ahli bidang astronomi tetapi mungkin begitu sedikit diantara kita yang menyadarinya. Kita menjadi tidak takjub terhadap apa-apa. Ketakjuban kita masih terbatas pada hal-hal bersifat materil. Kita takjub terhadap capaian orang terkaya didunia. Kita juga takjub dan cenderung ingin mengikuti raihan jabatan yang direngkuh orang lain apapun caranya.  

Manusia masih sibuk mementaskan persaingan antar kelompok dan antar sesama anak bangsa. Pementasan itu bahkan terus diperuncing dari masa ke masa sampai pada unit terkecil keluarga dan individu. Saling sikut terus terjadi diranah persaingan ekonomi, persaingan jabatan dan terutama perhelatan politik lima tahunan. Egosime kelompok dan pada ranah terparah egoisme individu terus dipertontonkan. 

Bila dulu ketika ilmu pengetahuan belum seberkembang sekarang manusia mengira bahwa bumi merupakan pusat edar dari banyak benda langit (geosentris). Pandangan itu berubah seiring perkembangan ilmu sehingga menghantarkan manusia pada pengetahuan baru bahwa matahari sebagai pusat tata surya (heliosentris). 

Kini lompatan pengetahuan itu agaknya menjadi ternodai sebab paradigma yang berkembang pada masa sekarang ini ialah tumbuhnya individualisme dan rasa keakuan (egosentrisme) yang mengakar. Setiap kelompok hanya memegang kebenarannya sendiri. Tidak ada kebeneran kecuali yang berasal dari versi kelompoknya. 

Setiap kelompok pada gilirannya hanya saling menyalahkan dan menhardik satu sama lain. Bahkan mungkin siap berperang mati-matian demi membela dan mengamankan kepentingannya. Tahun-tahun politik membuat paradigma itu menjadi semakin jelas. Semua kita menjadi sibuk dan larut pada persaingan semacam itu bahkan ketika kontestasi selesai, persaingan itu terus dipertahankan. 

Peristiwa politik hanyalah satu dari banyak contoh lainnya yang memperlihatkan adanya distorsi dan kebutaan kesadaran manusia terhadap lingkungannya mulai dari unit terkecil hingga lingkungan lebih luas di alam semesta. Realitas ini membuat ulama kharismatik Kiai Mustofa Bisri (Gus Mus) tidak segan untuk mengajukan pertanyaan tentang dimana letak TPS ditengah alam semesta yang maha luas ini?

*Penulis Adalah Alumni PMII, Lulusan Magister Ilmu Sejarah UI

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER