MONITOR, Jakarta – Ego sektoral antar-kementerian masih menjadi permasalahan dalam upaya perbaikan regulasi di Indonesia, terutama terkait regulasi perizinan Investasi.
Hal demikian disampaikan Akademisi Universitas Indonesia (UI) Dr. Teddy Anggoro dalam diskusi virtual bertema ‘Menyederhanakan Hambatan Regulasi di Indonesia’, dimuat Senin (18/5).
Padahal, dikatakan Teddy sejak 2017, Presiden Jokowi sudah melakukan serangkaian perbaikan regulasi di bidang perizinan. Dia mengatakan, Jokowi telah memberikan perintah langsung untuk memangkas 50 persen dari 42.000 regulasi yang ada. Dari 2015–2017, ada 427 regulasi yang dibatalkan.
Tidak hanya itu, melalui paket kebijakan ekonomi I–XV, sejauh ini telah ada 213 peraturan yang dideregulasi meliputi pencabutan, revisi, dan pembentukan regulasi baru. Untuk peraturan daerah, ada 3.143 regulasi yang dibatalkan.
“Jadi sebenarnya hambatan regulasi ini sudah coba diperbaiki oleh pemerintah, tapi baru level UU ke bawah,” paparnya.
Oleh karena itu, dengan sejumlah upaya yang dilakukan pemerintah, imbuh dia, muncul di pikiran pemerintah adalah dengan mengubah Undang-Undang langsung di tingkat atas.
Ia mengatakan puncaknya saat pelantikan periode kedua pada 20 Oktober 2019 kala Presiden Jokowi menyebut dengan lugas akan melakukan Omnibus Law sebagai langkah perbaikan regulasi perizinan.
“Presiden menyebut dua UU besar yang akan menjadi regulasi hasil Omnibus Law, yakni UU Cipta Lapangan Kerja dan UU Pemberdayaan UMKM,”sebut dia.
Dalam kesempatanya, dirinya mendukung DPR dan Pemerintah membahas Omnibus Law Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja (RUU Ciptaker). Lantaran, dinilai dapat menjadi solusi untuk perbaikan regulasi perizinan usaha di Indonesia, terlebih usai pandemi Covid-19 nanti banyak orang yang membutuhkan kepastian hukum berusaha di Indonesia.
“Saya pribadi sebenarnya tidak setuju kalau DPR disuruh berhenti membahas. Dan saya tidak ikhlas kalau misalnya uang pajak saya tidak dimanfaatkan dengan baik karena saya mulai berpikir bagaimana pasca covid. Apa yang harus kita lakukan. Terus dengan regulasi yang sekarang ada itu jelas tidak sanggup.”
“Jadi jangan dibiarkan DPR itu dikasih tugas hanya mengawasi dana covid jangan. Kalau saya pikir, dia harus kerja,” tandasnya.