Selasa, 30 April, 2024

TNI Diberi Sanksi karena Status Medsos Isteri, Pengamat: Bagus Itu!

MONITOR, Jakarta – Pengamat Intelejen, Pertahanan, dan Keamanan Ngasiman Djoyonegoro mengapresiasi pemberian sanksi berupa pencopotan jabatan Anggota TNI masing-masing Komandan Kodim Kendari Kolonel HS, Sersan Dua berinisial Z, dan anggota Satpomau Lanud Muljono Surabaya, Peltu YNS.

Ketiganya diberi sanksi tegas berupa pencopotan bahkan penahanan untuk pemeriksaan terkait status isteri masing-masing bernada fitnah dan ujaran kebencian di sosial media soal peristiwa penyerangan terhadap Menko Polhukam Wiranto yang terjadi di Pandeglang, Banten. Kamis (10/10/2019).

Menurut pria yang akrab disapa Simon tersebut, pemberian sanksi itu merupakan bentuk komitmen institusi TNI untuk menegakkan citra sebagai lembaga yang tetap profesional.

“Bagus Itu! Ketiga Anggota TNI tersebut diberi sanksi tegas lantaran ungkapan yang bernuansa fitnah oleh para istri-istri mereka di media sosial. Peristiwa ini merupakan bentuk tindakan indisipliner dan kurang beretika. Terlebih para istri tersebut juga merupakan bagian dari keluarga besar TNI,” katanya, Sabtu (12/10/2019).

Simon mengapresiasi komitmen Panglima TNI untuk menegakkan disiplin di tubuh institusi dengan menggunakan mekanisme yang berlaku. “Ini patut kita apresiasi. Ini merupakan komitmen kelembagaan yang dikomando langsung oleh Panglima TNI,” ungkapnya.

Penertiban dan pendisiplinan Anggota TNI tegas Simon adalah aspek penting untuk membersihkan institusi dari unsur-unsur yang membahayakan pertahanan dan keamanan negara. Terlebih postingan di medsos tersebut berkaitan dengan kasus penusukan terhadap Menko Polhukam Wiranto Bertendensi ke arah radikalisme.

“Menurut Kementerian Pertahanan, TNI sendiri telah teridentifikasi ada 3% anggota mereka yang terpengaruh radikalisme. Jumlah ini tentu tidak signifikan, tetapi berbahaya jika tidak ditindak dan diantisipasi,” paparnya.

Kejadian ini memberikan peringatan kepada TNI untuk selalu mengevaluasi pola pembinaan. Baik TNI AD, TNI AU maupun TNI AL ketiganya haruslah meninjau kembali mekanisme assessment sebelum penunjukan Perwira Menengah dengan pangkat strategis. Terlebih untuk organ yang memiliki tugas berhubungan langsung dengan masyarakat, seperti Dandim.

“Peluang masuknya unsur radikalisme biasanya bersamaan dengan rekrutmen pengisian jabatan yang kosong. Jangan sampai kelompok yang jumlahnya 3% itu menduduki posisi-posisi strategis di TNI. Jadi, petinggi TNI AD terutama harus memperhatikan hal ini karena matra darat yang paling banyak mengendalikan struktur TNI hingga tingkat daerah, kecamatan dan desa,” tandas Simon.

“Komitmen Panglima TNI dalam hal ini jelas. Membersihkan tubuh TNI dari unsur radikalisme. TNI haruslah tetap menjaga profesionalisme dalam koridor hukum yang berlaku,” pungkasnya.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER