Kepala Biro Humas dan Komunikasi Publik Kementerian Agama, Thobib Al Asyhar berfoto bersama Prahum Kemenag. (dok: kemenag)
MONITOR, Jakarta – Kepala Biro Humas dan Komunikasi Publik Kementerian Agama, Thobib Al Asyhar, menegaskan pentingnya peran Pranata Humas kemenag dalam mengekspresikan nilai-nilai keberagamaan di tengah masyarakat digital. Menurutnya, dunia digital saat ini tidak lagi terpisah dari kehidupan nyata, melainkan telah menjadi bagian dari gaya hidup dan pola hidup masyarakat.
“Dalam masyarakat digital, apa yang beredar di dunia maya, baik di media sosial, televisi, radio, maupun platform digital lainnya, merupakan gambaran dari realitas sosial yang kita hadapi,” ujar Thobib saat membuka Kegiatan Pembinaan JF Pranata Humas Kemenag, di Jakarta pada Rabu (24/12/2025).
Hal ini penting agar kerja kehumasan tidak semata bertumpu pada tradisi lama, melainkan berbasis pemahaman terhadap dinamika zaman, terutama di era ketika hampir setiap orang memegang gawai.
Thobib menjelaskan, salah satu tantangan besar di ruang digital adalah hilangnya jarak psikologis dalam berkomunikasi. Teknologi tidak memiliki rasa dan empati, sehingga sering kali mendorong orang menyampaikan ujaran yang kasar, mencaci, atau menyerangtanpa pertimbangan etika.
“Gawai tidak memiliki hati dan rasa. Karena itu, orang sering kali dengan mudah melakukan kesalahan di dunia digital. Di sinilah pentingnya pemahaman bahwa dunia digital adalah ruang hidup yang harus disikapi dengan nilai dan etika,” tegasnya.
Lebih lanjut, Thobib menyoroti tantangan menyiapkan umat masa depan, khususnya generasi Z dan generasi Alpha. Ia menyebut, terdapat kecenderungan sebagian generasi muda memandang praktik keagamaan formal sebagai sesuatu yang rumit, sehingga muncul ketertarikan pada spiritualitas personal dan sikap agnostik.
“Kondisi ini menuntut kita untuk menghadirkan pemahaman agama yang menekankan makna, bukan sekadar formalitas. Setiap ritual dan ajaran agama memiliki nilai kehidupan—baik dalam relasi dengan Tuhan, sesama manusia, maupun dengan alam,” jelasnya.
Dalam konteks tersebut, ia menekankan pentingnya pendekatan teologi yang humanis, seperti teologi cinta, agar agama tidak dipersepsikan sebagai sesuatu yang menakutkan, kaku, atau usang. Menurutnya, Pranata Humas memegang peran strategis dalam menyampaikan pesan-pesan keagamaan melalui narasi yang cerdas, moderat, dan relevan dengan karakter masyarakat digital.
“Setiap diksi dalam pemberitaan, flyer, maupun konten digital harus disusun secara hati-hati. Jangan sampai agama dipahami secara keliru atau bahkan dijauhkan dari generasi muda,” ujarnya.
Selain itu, Thobib menekankan pentingnya pemahaman substansial terhadap konteks keberagamaan dan budaya lokal, terutama dalam menangani isu-isu sensitif “Contoh perbedaan antara rumah ibadah dan rumah doa. Perbedaan istilah, kultur, dan regulasi di setiap daerah harus dipahami agar narasi yang dibangun tidak memicu konflik, melainkan memperkuat harmoni sosial,” jelasnya.
“Karena itu, Pranata Humas harus mampu menjelaskan konteks secara utuh, sehingga informasi yang disampaikan menjadi solusi, bukan sumber persoalan,” pungkasnya.
MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani Aher, menilai langkah Kementerian Ketenagakerjaan…
MONITOR, Jakarta - Natal 2025 hadir bukan sekadar sebagai perayaan iman, tetapi sebagai ruang pemulihan.…
MONITOR, Jakarta - Komisi VII DPR RI menyoroti pernyataan Presiden terkait kebijakan penghapusan Kredit Usaha…
MONITOR, Jakarta - Dalam rangka memeriahkan momen libur Natal 2025 dan Tahun Baru 2026 (Nataru),…
MONITOR, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memastikan hasil perikanan yang beredar di masyarakat…
MONITOR, Jakarta - Menteri Agama Nasaruddin Umar memberikan perhatian serius terhadap bencana yang melanda sejumlah…