Rabu, 24 Desember, 2025

Menag Ajak Rakyat Gunakan Bahasa Agama Selamatkan Lingkungan

MONITOR, Jakarta – Menteri Agama Nasaruddin Umar memberikan perhatian serius terhadap bencana yang melanda sejumlah wilayah di Aceh dan Sumatra. Menurut Menag, upaya penanggulangan bencana alam tidak boleh lagi hanya mengandalkan pendekatan teknis, hukum, atau politik semata, namun juga melalui konsep Ekoteologi, yakni mengintegrasikan nilai-nilai moral agama ke dalam upaya pelestarian lingkungan hidup.

Menag mengajak masyarakat untuk melihat akar masalah kerusakan lingkungan melalui kacamata spiritual. Ia menegaskan bahwa selama ini kepatuhan terhadap lingkungan seringkali hanya didasari ketakutan pada sanksi hukum, ke depan perlu juga menggunakan bahasa agama. 

“Tanpa bahasa agama, tidak mungkin kita bisa menciptakan satu kesadaran kolektif untuk memelihara lingkungan. Kita harus menanamkan pemahaman bahwa merusak alam adalah sebuah dosa, sementara memelihara lingkungan adalah sumber pahala,” tegas Menag di Jakarta, Selasa (23/12/2025).

Menag mengungkapkan bahwa prinsip ini telah ia bawa ke panggung dunia, termasuk melalui penandatanganan kesepakatan penting di Vatikan dan forum di Rio de Janeiro bersama para pemimpin agama global.

- Advertisement -

“Kami baru saja kembali dari Vatikan dan Rio de Janeiro untuk menandatangani deklarasi bahwa tokoh-tokoh agama di seluruh dunia harus terlibat aktif dalam mengatasi perubahan iklim. Kita ingin menggunakan bahasa agama untuk menata dunia baru yang lebih hijau. Jika dunia internasional saja mengakui urgensi ini, maka Indonesia harus menjadi pelopornya,” lanjutnya.

Implementasi Nyata di Daerah Terdampak

Banjir di Sumatra adalah salah satu pengingat bagi semua pihak untuk kembali menata hubungan manusia dengan alam. Menag meminta jajaran Kantor Wilayah Kemenag untuk berperan aktif, bukan hanya dalam menyalurkan bantuan logistik, tetapi juga melakukan edukasi jangka panjang melalui khotbah-khotbah dan pendidikan agama yang berwawasan lingkungan.

“Kita tidak ingin agama hanya hadir di saat ritual saja. Agama harus menjadi faktor pemicu bagi martabat kemanusiaan dan penyelamatan semesta. Melalui Kurikulum Cinta yang sedang kita siapkan, kita juga akan menyisipkan nilai-nilai cinta pada alam agar generasi mendatang tidak lagi mewarisi bencana yang sama,” ucap Menag.

Melalui pendekatan ini, Menag berharap penanganan banjir di Aceh, Sumatra, dan wilayah lainnya di Indonesia dapat memiliki fondasi yang lebih kuat, yakni perubahan perilaku yang lahir dari keimanan dan tanggung jawab moral kepada Sang Pencipta.

“Saya sangat berharap, melalui pendekatan ekoteologi ini, penanganan banjir di Sumatera dan wilayah-wilayah lain di Indonesia tidak lagi hanya menyentuh permukaan. Kita butuh fondasi yang lebih kuat, yaitu sebuah perubahan perilaku yang lahir dari keimanan mendalam serta rasa tanggung jawab moral kita sebagai hamba kepada Sang Pencipta untuk menjaga alam ini,” pungkasnya.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER