MONITOR, Jakarta – Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) mendorong penguatan kebijakan transportasi perdesaan, keperintisan, dan daerah tertinggal sebagai langkah strategis untuk mempercepat pemerataan ekonomi dan mengurangi ketimpangan wilayah, sejalan dengan agenda pembangunan nasional 2025–2029.
Ketua Umum MTI Haris Muhammadun menyatakan, transportasi perdesaan merupakan tulang punggung mobilitas masyarakat desa, namun kondisinya saat ini mengalami penurunan signifikan. Di Pulau Jawa, yang seharusnya memiliki tingkat aksesibilitas terbaik, jumlah angkutan perdesaan yang masih beroperasi tercatat kurang dari 5 persen, dengan sebagian besar armada berusia di atas 10 tahun.
“Penurunan layanan ini dipicu oleh meningkatnya penggunaan kendaraan pribadi, kompetisi dari transportasi daring, serta beban ekonomi operator yang tidak lagi sebanding dengan pendapatan,” ujar Haris dalam Catatan Akhir Tahun Transportasi Indonesia 2025 di Jakarta, Senin (22/12).
Menurut Haris, absennya angkutan perdesaan berdampak langsung pada meningkatnya keterisolasian desa, terbatasnya akses masyarakat terhadap pendidikan, layanan kesehatan, pasar, pusat pertumbuhan ekonomi, serta distribusi logistik dan hasil bumi perdesaan.
Sejalan Agenda Pembangunan Nasional
MTI menilai penguatan transportasi perdesaan dan layanan perintis sejalan dengan Misi Asta Cita pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang menekankan pembangunan dari desa dan dari bawah sebagai fondasi pemerataan ekonomi dan pemberantasan kemiskinan.
Selain itu, Agenda Nasional 2025–2029 melalui Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) juga menempatkan pembangunan desa, pengurangan ketimpangan wilayah, serta penyediaan layanan dasar transportasi sebagai prioritas utama negara.
“Dengan kerangka itu, transportasi perdesaan dan angkutan perintis bukan sekadar layanan mobilitas, melainkan instrumen integrasi wilayah dan pembangunan berkelanjutan,” kata Haris.
Masalah Struktural Transportasi Desa
MTI mengidentifikasi sejumlah persoalan struktural yang masih menghambat penyelenggaraan transportasi perdesaan dan keperintisan. Di antaranya ketimpangan akses dan rendahnya konektivitas desa, penurunan signifikan layanan angkutan perdesaan, belum optimalnya peran angkutan perintis untuk menjangkau wilayah terpencil, lemahnya koordinasi lintas sektor, keterbatasan pendanaan layanan minimum di wilayah 3TP (Tertinggal, Terdepan, Terluar, dan Perbatasan), serta ketiadaan kerangka kebijakan terpadu.
Untuk itu, MTI mendorong sejumlah langkah kebijakan strategis, mulai dari penyusunan kerangka kebijakan terpadu transportasi perdesaan dan wilayah 3TP, penguatan skema pendanaan jangka menengah dan panjang, sinkronisasi lintas kementerian dan lembaga, hingga peningkatan peran operator secara profesional dan berkelanjutan.
Ketimpangan Konektivitas Masih Tinggi
Haris menyoroti masih lebarnya kesenjangan konektivitas antara wilayah perkotaan dan perdesaan, terutama di desa tertinggal dan sangat tertinggal. Pada 2024, jumlah desa tertinggal dan sangat tertinggal tercatat lebih dari 10.000 desa, dengan konsentrasi terbesar di kawasan timur Indonesia dan pulau-pulau kecil.
“Desa-desa ini umumnya menghadapi keterbatasan aksesibilitas, infrastruktur jalan yang buruk, minim layanan dasar, serta tingginya biaya logistik yang berdampak pada ketimpangan harga kebutuhan pokok,” ujarnya.
Ia menegaskan penguatan peran MTI sebagai organisasi profesi harus diwujudkan melalui kontribusi nyata terhadap isu-isu strategis yang berdampak langsung bagi masyarakat luas, salah satunya transportasi perdesaan dan daerah tertinggal.
Dana Desa dan Transportasi Listrik
Direktur Jenderal Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal Kementerian Desa dan PDT Samsul Widodo menilai Indonesia masih menghadapi kekosongan data serta lemahnya sistem transportasi dan logistik kebencanaan di wilayah perdesaan.
Ia menyebut Dana Desa yang telah dikucurkan sejak 2015 hingga 2025 mencapai Rp681,75 triliun berpotensi dimanfaatkan untuk menghadirkan layanan angkutan perdesaan. Namun, menurutnya tetap dibutuhkan backbone transportasi nasional yang terintegrasi, seperti DAMRI.
“Modernisasi transportasi perdesaan berbasis kendaraan listrik dinilai strategis karena efisien, adaptif, ramah lingkungan, dan mendukung mobilitas harian sekaligus respon kebencanaan,” kata Samsul.
Ia berharap MTI dapat menjadi motor penggerak yang menyatukan kebijakan, infrastruktur, dan aktor lintas sektor agar transportasi listrik terintegrasi dalam sistem logistik nasional dan menjadi instrumen percepatan pembangunan daerah tertinggal.
Angkutan Perintis dan Kehadiran Negara
Sementara itu, Direktur Angkutan Jalan Ditjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan Muiz Thohir menegaskan bahwa angkutan perintis merupakan salah satu prioritas pemerintah dalam menjamin konektivitas wilayah 3T.
“Program Angkutan Jalan Perintis merupakan wujud kehadiran negara dalam menjamin konektivitas wilayah tertinggal melalui layanan transportasi yang terjangkau dan berkelanjutan,” ujarnya.
Catatan Akhir Tahun Transportasi 2025
Dalam Catatan Akhir Tahun Transportasi Indonesia 2025, MTI juga menyoroti sejumlah isu strategis lain, antara lain efisiensi anggaran dan masa depan layanan Buy The Service (BTS), agenda zero ODOL, kinerja kereta cepat Whoosh, inovasi kereta petani-pedagang, pembelajaran dari bencana di Sumatera, serta dinamika transportasi laut dan udara.
MTI mendorong revisi regulasi pemerintahan daerah untuk menempatkan sektor transportasi sebagai urusan wajib pelayanan dasar, sekaligus memastikan keberlanjutan angkutan umum massal perkotaan dan reformasi angkutan logistik yang berkeadilan.
Antisipasi Libur Nataru 2025/2026
Menjelang libur Natal 2025 dan Tahun Baru 2026, MTI menaruh perhatian pada kelancaran dan keselamatan perjalanan masyarakat di tengah meningkatnya potensi cuaca ekstrem dan risiko kebencanaan.
Berdasarkan survei Badan Kebijakan Transportasi Kementerian Perhubungan, sekitar 119,5 juta orang diperkirakan melakukan perjalanan selama periode Nataru 2025/2026.
“Situasi ini harus menjadi momentum untuk memperkuat manajemen mitigasi bencana dan penanganan kondisi darurat pada operasional dan infrastruktur transportasi,” kata Haris.
MTI mendorong diseminasi informasi cuaca dan peringatan dini secara masif, peningkatan mitigasi kecelakaan transportasi, simulasi penanganan darurat kebencanaan secara berkala, serta pembangunan ekosistem transportasi yang tangguh bencana dan adaptif terhadap perubahan iklim.
MONITOR, Jakarta - Indeks Kerukunan Umat Beragama (IKUB) 2025 mencapai 77,89, skor tertinggi sejak survei…
MONITOR, Cirebon - Upaya memperkuat kesejahteraan petani dan nelayan di Cirebon terus didorong Anggota Komisi…
MONITOR, Jakarta - Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar secara resmi meluncurkan Penerimaan Mahasiswa Baru Perguruan…
MONITOR, Jakarta - Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Pancasila (UP) menyelenggarakan Seminar bertajuk “Pengawasan Konten Media:…
MONITOR, Jakarta - Direktur Utama PT Jasa Marga (Persero) Tbk menyampaikan rasa duka yang mendalam…
MONITOR, Jakarta - Direktur Utama PT Jasa Marga (Persero) Tbk Rivan A. Purwantono menyampaikan pemberlakuan…