Suasana pelaksanaan Forum Diskusi Strategi Baru Industrialisasi Nasional (SBIN) yang dipimpin oleh Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakart. (dok: kemenperin)
MONITOR, Jakarta – Kementerian Perindustrian terus memperkuat arah pembangunan industri nasional melalui implementasi Strategi Baru Industrialisasi Nasional (SBIN). Langkah ini disusun untuk mempercepat penguatan struktur industri dan menjawab tantangan pembangunan ekonomi ke depan dalam mewujudkan Visi Indonesia Emas 2045. Komitmen ini ditegaskan melalui penyelenggaraan Forum Diskusi SBIN yang menghadirkan para rektor, dekan, dan akademisi dari berbagai perguruan tinggi untuk memberikan pandangan ilmiah dan masukan strategis.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menjelaskan bahwa penyusunan SBIN berlandaskan pada Asta Cita Presiden yang menegaskan pentingnya transformasi industrialisasi untuk memperkuat struktur ekonomi nasional. Arah tersebut kemudian disinergikan dengan visi pembangunan jangka panjang dalam RPJPN 2025–2045 sehingga strategi industrialisasi yang dirumuskan menjadi lebih komprehensif dan sejalan dengan tujuan Indonesia menjadi negara maju. Menperin menegaskan bahwa, “SBIN kita susun sebagai langkah besar untuk memastikan industrialisasi Indonesia bergerak dalam satu garis dengan visi nasional. Industrialisasi tidak hanya menjadi mesin pertumbuhan, tetapi juga instrumen untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan memperkuat ketahanan ekonomi kita.” kata Menperin dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (4/12).
Menperin menekankan bahwa penguatan strategi industrialisasi ini juga tercermin dari kinerja industri pengolahan nonmigas, yang pada Triwulan III 2025 tumbuh 5,58 persen, berkontribusi 17,39 persen terhadap PDB, serta menyerap 20,31 juta tenaga kerja pada Agustus 2025. Utilisasi industri tercatat mencapai 59,28 persen, sementara indikator IKI berada pada level 53,45 dan PMI sebesar 53,3 pada November 2025, menunjukkan ekspansi aktivitas manufaktur. Kinerja ekspor industri juga tetap kuat dengan kontribusi 81 persen pada Triwulan III 2025 dan 80,25 persen pada periode Januari–Oktober 2025.
SBIN dirancang sebagai kerangka strategis untuk membangun struktur industri yang lebih kuat melalui hilirisasi berbasis keunggulan domestik, penguatan ekosistem industri, dan modernisasi proses produksi. Strategi ini mengintegrasikan berbagai instrumen kebijakan lintas sektor untuk memastikan bahwa setiap tahap pembangunan industri saling menopang, mulai dari penyediaan bahan baku, pengembangan teknologi dan SDM, hingga perluasan pasar domestik dan global. Kemenperin menegaskan bahwa SBIN bukan sekadar dokumen kebijakan, melainkan arah transformasi jangka panjang yang menempatkan industri sebagai tulang punggung perekonomian nasional.
SBIN dibangun di atas empat pendekatan pola pikir utama. Pertama, industrialisasi berbasis sumber daya yang berfokus pada penguatan nilai tambah melalui pemanfaatan sumber daya alam secara berkelanjutan. Kedua, pengembangan ekosistem industri yang menekankan integrasi antara pelaku industri, rantai pasok, infrastruktur, SDM, dan teknologi. Ketiga, pemanfaatan teknologi industri modern, termasuk digitalisasi, kecerdasan buatan, otomasi, dan teknologi rendah karbon. Keempat, pembangunan industri berkelanjutan yang harmonis dengan lingkungan, budaya, dan kebutuhan sosial masyarakat. Keempat pendekatan ini menjadi fondasi bagi transformasi industri Indonesia agar mampu bersaing di tengah disrupsi global.
Adapun, delapan sasaran utama SBIN, yang mencakup penguatan ketahanan ekonomi nasional, pembangunan industri pertahanan, percepatan hilirisasi strategis, peningkatan kualitas sumber daya manusia dan kapasitas riset, harmonisasi industri dengan lingkungan, pembangunan dan pemerataan ekonomi hingga desa, penciptaan lapangan kerja berkualitas, serta reformasi regulasi untuk memperkuat iklim usaha. Delapan sasaran ini menjadi peta jalan yang mengarahkan seluruh kebijakan industri dalam mendukung transformasi menuju Indonesia Emas 2045.
Menperin menekankan bahwa arah industrialisasi nasional bertujuan membangun Indonesia sebagai negara industri yang berdaulat, maju, dan berkelanjutan. Visi ini diwujudkan melalui misi pembangunan industri yang meliputi penguatan struktur industri yang tangguh, percepatan inovasi dan penguasaan teknologi, peningkatan nilai tambah, ekspansi pasar global, serta penyediaan lapangan kerja yang inklusif dan berkualitas. SBIN juga mengedepankan misi pemerataan pembangunan industri agar manfaat ekonomi dapat dirasakan hingga ke desa-desa dan wilayah terpencil.
Salah satu elemen fundamental SBIN adalah pendekatan backward linkage dan forward linkage sebagai dasar penguatan struktur industri. Pendekatan ini memastikan bahwa industri di hulu dan hilir terintegrasi dalam satu rantai nilai yang saling memperkuat. Dalam penjelasan Menteri, integrasi tersebut mampu menciptakan multiplier effect yang luas, mencakup peningkatan produktivitas, perluasan kesempatan kerja, penyerapan produk dalam negeri, hingga peningkatan pendapatan masyarakat. Studi rantai nilai dalam dokumen SBIN menunjukkan bahwa nilai tambah dapat meningkat berkali-kali lipat apabila keterkaitan hulu–hilir diperkuat secara sistematis.
Penetapan komoditas strategis dalam SBIN yang mencakup sektor pangan dan energi, industri pertahanan, ekonomi hijau dan biru, serta komoditas untuk akselerasi industrialisasi seperti mineral strategis, alat kesehatan, tekstil, semikonduktor, dan baterai. Para akademisi memberikan catatan mengenai relevansi komoditas tersebut terhadap kebutuhan masa depan, peluang investasi, dan kapasitas Indonesia dalam mengembangkan industri berbasis teknologi tinggi. Fokus pengembangan SBIN diarahkan pada delapan bidang prioritas yang mencakup ketahanan pangan dan energi, pembangunan industri pertahanan, ekonomi hijau dan biru, akselerasi industrialisasi, pembangunan infrastruktur dan desa industri, pengembangan SDM dan sains, pembangunan industri hijau, dan pembiayaan industri modern.
Selain itu, Kemenperin juga menegaskan bahwa transformasi industri hijau menjadi pilar utama industrialisasi nasional ke depan. Melalui penerapan efisiensi energi, penggunaan energi terbarukan, ekonomi sirkular, dan standardisasi industri hijau, Indonesia diarahkan menuju sistem industri yang lebih berkelanjutan. Dalam forum ini, diperkenalkan dua instrumen penting untuk mendukung transisi tersebut, yaitu Green Industry Service Company (GISCO) yang berfungsi sebagai penyedia layanan teknologi hijau dan aggregator proyek efisiensi energi, serta Industrial Decarbonization & Competitiveness Facility (IDCF) yang dirancang untuk menurunkan risiko pembiayaan dan mempercepat implementasi teknologi dekarbonisasi di sektor industri. Kedua fasilitas ini diharapkan mampu memperkuat daya saing industri nasional sekaligus menurunkan emisi secara signifikan.
Kemenperin menyampaikan apresiasi atas pandangan dan masukan para akademisi, yang dibahas langsung bersama Menperin serta para pejabat Kemenperin. Masukan tersebut mencakup penguatan kerja sama Kemenperin dengan perguruan tinggi, peningkatan kolaborasi kampus denngan industri, serta usulan penambahan komoditas strategis. Para akademisi juga menekankan pentingnya pemanfaatan AI dalam mendukung implementasi SBIN, serta perlunya penguatan koordinasi antar Kementerian melalui regulasi tingkat tinggi. Seluruh masukan ini akan menjadi bahan penyempurnaan SBIN menuju industrialisasi yang berdaulat, maju, dan berkelanjutan.
MONITOR - Anggota Komisi IV DPR RI, Prof Rokhmin Dahuri menjadi pembicara kunci dalam ajang…
MONITOR, Malang - Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) kembali menunjukkan komitmennya dalam…
MONITOR, Jakarta - Kementerian Perindustrian memperkuat kolaborasi bersama Bank Indonesia, HIPMI Jakarta Selatan, dan pelibatan…
MONITOR, Jakarta - Direktorat Kurikulum, Sarana, Kelembagaan, dan Kesiswaan (KSKK) Madrasah mempublikasikan pedoman pendidikan inklusif…
MONITOR, Jakarta - Wakil Ketua Komisi V DPR RI Andi Iwan Darmawan Aras berharap Pemerintah…
MONITOR, Jakarta - Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas), Agus Andrianto, secara resmi melepas bantuan kemanusiaan…