PARLEMEN

Soroti Fenomena Pekerja Shift Malam Kesulitan Pulang, DPR Sarankan Operasional KRL Diperpanjang

MONITOR, Jakarta – Wakil Ketua Komisi V DPR RI, Andi Iwan Darmawan Aras menyoroti meningkatnya keluhan para pekerja shift malam yang kesulitan pulang karena keterbatasan jam operasional KRL Jabodetabek yang operasionalnya terbatas. Iwan menyarankan agar jam operasional KRL di sejumlah rute, khususnya jalur padat bagi pekerja agar diperpanjang.

Hal tersebut disampaikan Iwan Aras menanggapi fenomena yang beredar di media sosial baru-baru ini, di mana Stasiun Cikarang menjadi tempat menginap bagi sejumlah penumpang yang tertinggal perjalanan terakhir layanan KRL Commuter Line.

Para pekerja shift malam ini ramai-ramai memilih tidur bergeletakan seadanya di stasiun menunggu jadwal kereta pertama untuk pulang ke rumah, sebab jika memilih moda transportasi online, biayanya sangat mahal. Untuk mengirit, pekerja shift akhir tersebut terpaksa tidur beralaskan lantai dingin stasiun dan berselimutkan angin malam.

Sebagaimana diketahui, dalam banyak sektor industri mulai dari manufaktur, logistik, layanan kesehatan, hingga pusat perbelanjaan, jam kerja malam baru selesai sekitar pukul 23.00 hingga lewat tengah malam. Hal ini membuat ribuan pekerja yang sangat bergantung pada transportasi berbasis rel harus mencari alternatif yang jauh lebih mahal, kurang aman, dan kurang efisien.

Iwan Aras memandang, kondisi ini tidak boleh diabaikan karena menyangkut kesejahteraan dasar pekerja urban dan kualitas layanan transportasi publik yang seharusnya berfungsi sebagai tulang punggung mobilitas masyarakat.

“Transportasi umum bukan hanya sarana perpindahan, tetapi instrumen negara untuk melindungi produktivitas dan kesehatan pekerja,” kata Iwan Aras, Jumat (21/11/2025).

Iwan pun mendukung langkah Menteri Perhubungan (Menhub) Dudy Purwagandhi, yang akan mengkaji rencana operasional KRL selama 24 jam. Langkah ini menanggapi banyaknya pekerja yang ketinggalan kereta dan harus menginap, khususnya di Stasiun Cikarang.

Iwan Aras mendorong agar Menhub segara berkoordinasi dengan PT Kereta Commuter Indonesia, selaku operator KRL Jabodetabek, untuk membuka peluang pelayanan hingga hampir 24 jam.

Dalam analisisnya, Iwan menilai persoalan keterbatasan jam operasional KRL memunculkan tiga konsekuensi besar. Diantaranya, dampak ekonomi seperti biaya transportasi meningkat untuk pekerja berpendapatan terbatas.

“Ketika KRL berhenti beroperasi lebih awal, pekerja shift malam harus beralih ke ojek online atau taksi dengan biaya dua hingga lima kali lipat dari ongkos KRL,” ungkap Iwan.

“Bagi pekerja dengan upah harian atau upah lembur terbatas, beban biaya ini mengurangi kemampuan mereka memenuhi kebutuhan dasar,” lanjutnya.

Lalu, menurut Iwan, ada dampak kesehatan dan risiko kelelahan yang meningkat. Ia menilai pekerja yang pulang lewat tengah malam sering kali tiba di rumah jauh lebih larut karena harus menunggu kendaraan atau menempuh perjalanan lebih lama.

“Kekurangan istirahat berulang meningkatkan risiko kecelakaan kerja, penurunan fokus, dan gangguan kesehatan kronis, terutama bagi pekerja industri dan layanan kesehatan,” ujar Iwan.

Pimpinan Komisi DPR yang membidangi urusan transportasi dan infrastruktur itu juga menyinggung dampak sosial di mana mobilitas malam seringkali tidak aman. Apalagi, kata Iwan, bagi pekerja perempuan dan pekerja muda yang pulang sendirian, perjalanan larut malam dengan moda transportasi alternatif mengandung risiko keamanan.

“Nah KRL, sebagai moda berbasis rel yang teratur dan terawasi, seharusnya menjadi opsi paling aman bagi penumpang malam hari,” sebut Legislator dari Dapil Sulawesi Selatan II tersebut.

Oleh karena itu, Iwan menyarankan agar jam operasional KRL diperpanjang. Misalnya, jika jam awal operasional KRL paling awal adalah pukul 04.00 pagi, maka maintenance bisa dimulai sekitar pukul 01.00 atau 02.00 WIB.

“Dan ini jangan hanya dari stasiun Cikarang tapi juga stasiun transit seperti Manggarai, Tanah Abang atau Jatinegara. Karena pekerja pabrik itu andaikan keburu kereta terakhir dari Stasiun Cikarang jam 23.40 an itu, tapi tidak sampai di Manggarai-nya. Padahal ada yang rumahnya di Depok dan sebagainya,” papar Iwan.

Iwan juga mendorong pemberlakuan jam operasional lebih panjang tidak hanya untuk rute dari Cikarang atau Bekasi untuk mengakomodir pekerja pabrik shift malam.

“Karena dari Jakarta juga tidak sedikit pekerja shift malam. Misalnya pekerja office yang harus lembur, pekerja event atau hiburan, dan bahkan ada juga pekerja F&B yang 24 jam. Mereka ada sistem shift,” ungkapnya.

Oleh karenanya, Iwan menyarankan agar untuk beberapa rute KRL yang padat, jam operasinal diperpanjang sampai 21-22 jam. Dengan begitu, masih ada jeda 2 jam untuk pemeliharaan atau perbaikan.

“Jadi tidak hanya untuk pekerja pabrik Cikarang saja, tapi juga akomodir semua pekerja shift malam. Termasuk yang kerja di Jakarta tapi rumahnya di Depok, Bekasi dan sebagainya,” tambah Iwan.

Iwan menilai bahwa kebutuhan operasional KRL lebih panjang pada rute tertentu bukan sekadar wacana sektoral, tetapi kebutuhan strategis kawasan megapolitan yang ekonominya bergerak 24 jam.

“Jabodetabek bukan lagi kota dengan pola kerja konvensional. Jabodetabek adalah kawasan industri, pusat layanan publik, dan episentrum ekonomi yang bergantung pada tenaga kerja malam,” jelasnya.

Iwan pun mendorong empat langkah kebijakan yang harus segera dipertimbangkan pemerintah. Pertama, menetapkan Koridor Prioritas KRL dengan jam operasional lebih panjang.

“Bukan seluruh rute, tetapi koridor dengan konsentrasi pekerja malam tertinggi seperti Bogor–Jakarta Kota Bekasi–Manggarai–Tanah Abang, Depok–Jakarta Kota, Tangerang–Duri. Operasional malam dapat dimulai dengan interval terbatas (misal 1 kereta per jam), tanpa harus membebani sistem secara keseluruhan,” urai Iwan.

Kedua, Iwan mendorong kolaborasi antarmoda untuk mobilitas malam. Ia menilai pentingnya integrasi jadwal KRL malam hari dengan feeder bus, angkot malam, dan kawasan industri yang memiliki jam kerja bergantian.

“Mobilitas pekerja tidak bisa berdiri sendiri, harus dikelola sebagai ekosistem,” tegas Iwan.

Iwan juga mendorong simulasi dan penataan infrastruktur penunjang operasional malam. Ia menyebut operasional 24 jam memerlukan keandalan perawatan rel, manajemen kelistrikan, penerangan stasiun, serta pengamanan tambahan di stasiun dan rangkaian.

“Ini bukan hambatan, tetapi agenda penataan yang memang sudah seharusnya berjalan dalam sistem transportasi modern,” terang Iwan.

Terakhir, Iwan menekankan pentingnya evaluasi Standar Pelayanan Minimal (SPM) transportasi publik di kawasan 24 jam. Ia memandang standar layanan transportasi publik nasional tidak boleh berhenti pada jam kerja konvensional.

“SPM harus mengakui realitas baru Indonesia sebagai negara dengan mobilitas tenaga kerja 24 jam, terutama di kota-kota besar,” katanya.

Iwan Aras juga menegaskan transportasi publik adalah bagian dari infrastruktur strategis negara. Karena itu, pengaturannya tidak boleh hanya mengikuti pola birokrasi, tetapi harus menjawab dinamika sosial-ekonomi masyarakat yang berubah.

“Jika ekonomi Jakarta bekerja 24 jam, maka negara wajib memastikan transportasinya juga mampu melindungi mobilitas rakyatnya selama 24 jam,” tegas Iwan lagi.

Iwan menambahkan bahwa kebijakan ini bukan hanya solusi teknis, melainkan investasi jangka panjang dalam keselamatan, produktivitas, dan kesejahteraan pekerja.

“Negara tidak boleh membiarkan pekerja pulang dalam kondisi lelah, tidak aman, dan terbebani biaya tinggi hanya karena keterbatasan jam operasi transportasi publik,” pungkas Iwan.

Recent Posts

Pesantren Didorong Lahirkan Generasi Berwawasan Luas dan Adaptif

MONITOR, Palembang - Gagasan besar tentang Intelektualisasi Santri mengemuka kuat dalam Halaqoh Penguatan Kelembagaan Pendirian…

10 menit yang lalu

Menteri UMKM Ajak Mahasiswa Undip Jadi Wirausaha Pencipta Lapangan Kerja

MONITOR, Jateng - Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman mengajak mahasiswa Universitas…

3 jam yang lalu

Menhaj RI Sosialisasikan Kelembagaan dan Persiapan Penyelenggaraan Haji di Kanwil Jabar

MONITOR, Bandung - Menteri Haji dan Umroh Republik Indonesia, Mohammad Irfan Yusuf (Gus Irfan), melakukan…

4 jam yang lalu

Haji 2026, Kemenhaj Rampungkan Struktur Kelembagaan Kanwil dan Kantor Kemenhaj

MONITOR, Bandung - Menteri Haji dan Umrah (Menhaj) RI Mochamad Irfan Yusuf mengatakan saat ini…

4 jam yang lalu

Kemenag Raih Penghargaan BSSN 2025, Sekjen Kamaruddin Amin Beri Apresiasi

MONITOR, Jakarta - Kementerian Agama kembali mencatat prestasi nasional. Kali ini, Kemenag meraih “Be Award…

8 jam yang lalu

TNI Bantu Ketahanan Pangan, DPR: Sah Saja, Asal Ingat Tupoksi

MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi I DPR RI, TB Hasanuddin menanggapi rencana Kementerian Pertahanan (Kemhan)…

9 jam yang lalu