POLITIK

Jelaskan Gaji Secara Rinci ke Publik, DPR Dinilai Tunjukkan Keterbukaan

MONITOR, Jakarta – Pengamat komunikasi politik dari The London School of Public Relations (LSPR Communication & Business Institute), Ari Junaedi menyoroti penjelasan Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir terkait kenaikan gaji anggota DPR RI yang disampaikan secara rinci kepada publik. Melalui penjelasan tersebut, DPR dinilai menerapkan prinsip transparansi publik.

Ari menilai, pengungkapan data dan fakta yang disampaikan pimpinan DPR untuk menjawab pertanyaan publik soal besaran gaji dan tunjangan anggota Dewan tidak terlepas dari wujud keterbukaan dari DPR.

Dengan momentum ini, Ari juga memandang publik berharap DPR selalu responsif dan tanggap terhadap setiap kegalauan publik, meskipun Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 2000 tentang Gaji Pokok Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Anggota Lembaga Tinggi Negara Serta Uang Kehormatan Anggota Lembaga Tertinggi Negara yang mengatur besaran gaji dan tunjangan yang diterima anggota Dewan, sebetulnya mudah diketahui publik karena tidak bersifat rahasia.

“Dengan transparasi soal pendapatan anggota Dewan justru semakin memudahkan publik untuk mengkontrol kinerja anggota Dewan. Dan publik patut menjadi ‘watch dog’ bagi kinerja anggota Dewan,” ujar Ari Junaedi, Kamis (21/8/2025).

Seperti diketahui, Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir telah memberikan penjelasan untuk meluruskan isu gaji dan tunjangan anggota DPR RI yang naik hingga Rp3 juta per hari, atau total Rp100 juta per bulan. Padahal, anggota DPR hanya mendapat tunjangan rumah sebesar Rp50 juta per bulan karena tidak lagi mendapat rumah dinas.

Ketua DPR Puan Maharani juga telah membantah adanya kenaikan gaji anggota dewan menjadi Rp3 juta per hari atau Rp90 juga per bulan. Ia mengatakan gaji anggota dewan tetap sama. Hanya saja yang berbeda adalah anggota DPR mendapatkan kompensasi rumah jabatan karena saat ini anggota tidak memiliki rumah jabatan.

“Komponen total pendapatan gaji DPR terasa besar padahal di dalamnya sudah termasuk penggantian biaya perumahan sebesar Rp 50 juta per bulannya,” jelas Ari.

Ari pun melihat derasnya polemik pendapatan anggota Dewan tidak terlepas dari tuntutan publik akan peningkatan kinerja anggota DPR.

“Tentu publik berharap anggota DPR bisa memberikan kontribusinya dengan maksimal dalam memperjuangkan aspirasi rakyat yang diwakilinya,” tuturnya.

“Yang mudah terlihat saja seperti faktor kehadiran di setiap rapat-rapat tentu mudah diketahui publik. Belum lagi dengan mutu legislasi nasional yang dibuat parlemen menjadi indikator penilaian anggota Dewan telah bekerja dengan maksimal,” imbuh Ari.

Ari menilai, isu kontroversial soal gaji, tunjangan dan penggantian biaya perumahan dari anggota Dewan juga tidak terlepas dari ketidaktahuan publik akan kinerja anggota Dewan yang sesungguhnya.

“Jika publik paham dengan kerja-kerja anggota Dewan yang benar-benar mumpuni dan berkomitmen dengan kepentingan rakyat banyak, tentu akan menyadari bahwa faktor pendapatan tidak menjadi soal,” papar Direktur Lembaga Kajian Nusakom Pratama Institut itu.

Ari menambahkan, polemik soal gaji, pendapatan dan penggantian biaya perumahan menjadi viral terjadi karena publik merasa jengah dengan perilaku dan kinerja sebagian anggota Dewan yang tidak memahami fungsi-fungsi yang diemban anggota DPR.

Polemik besaran dan rincian gaji, aneka tunjangan dan penggantian biaya perumahan anggota DPR yang baru-baru ini dipahami publik pun dianggap berkaitan pula dengan kondisi kehidupan masyarakat yang memang sedang ‘tidak baik-baik saja’.

“Sensivitas publik terhadap ketidakadilan termasuk timpangnya pendapatan anggota Dewan dengan profesi lainnya menjadi mudah tersulut di saat sekarang ini. Justru kejadian ini menjadi momentum bagi DPR untuk membuktikan kinerjanya bisa memuaskan publik,” jelas Ari.

“Publik tentu berharap DPR tidak sekedar menjadi ‘alat stempel’ bagi penguasa tetapi terus mengawal, mengkoreksi bahkan bisa menekan Pemerintah untuk memperbaiki tata kelola yang menyimpang dari seluruh program-program unggulan Presiden Prabowo,” sambungnya.

Sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir memberikan penjelasan mengenai komponen pendapatan anggota dewan, termasuk alasan kebijakan penggantian rumah dinas menjadi tunjangan perumahan.

Hal ini disampaikan Adies untuk menjawab perhatian publik terhadap isu gaji dan tunjangan anggota DPR RI yang naik hingga Rp3 juta per hari, atau total Rp100 juta per bulan. Padahal, anggota DPR hanya mendapat tunjangan rumah sebesar Rp50 juta per bulan karena tidak lagi mendapat rumah dinas.

“Langkah ini diambil sebagai bentuk akuntabilitas sekaligus memastikan masyarakat mendapat informasi yang utuh dan tidak terpotong-potong,” ungkap Adies, Rabu (20/8).

Adies kemudian menerangkan, bahwa setiap anggota DPR menerima gaji pokok yang telah tertuang di dalam Peraturan Pemerintah RI Nomor 75 Tahun 2000 tentang Gaji Pokok Pimpinan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara dan Anggota Lembaga Tinggi Negara Serta Uang Kehormatan Anggota Lembaga Tertinggi Negara.

Di luar itu, kata Adies, terdapat beberapa tunjangan seperti tunjangan keluarga, beras, serta tunjangan jabatan sesuai aturan bagi pejabat negara, sesuai dengan Surat Menteri Keuangan Nomor S-520/MK.02/2015.

“Seiring tugas yang menuntut intensitas komunikasi politik dan kerja-kerja representasi, anggota DPR juga memperoleh tunjangan komunikasi intensif dan tunjangan untuk mendukung asisten ahli yang membantu penyusunan naskah maupun kajian,” sebut pimpinan DPR RI bidang Ekonomi dan Keuangan itu.

Adies pun mengatakan bahwa tambahan tunjangan perumahan bukanlah kenaikan baru, melainkan pengalihan fasilitas rumah jabatan anggota DPR yang selama ini berada di Kalibata dan Ulujami.

Sebagai informasi, pemerintah bersama DPR memutuskan mengembalikan kompleks rumah dinas tersebut kepada negara, dan menggantinya dengan tunjangan perumahan yang besarannya disesuaikan jabatan.

“Dengan mekanisme ini, anggota DPR dapat menyewa rumah atau mengelola tempat tinggalnya secara fleksibel tanpa perlu menambah beban pemeliharaan aset negara,” ucap Adies.

Adies menyatakan DPR memahami bahwa kondisi ekonomi masyarakat saat ini masih penuh tantangan, sehingga pembahasan mengenai gaji dan tunjangan publik figur seperti anggota DPR seringkali menimbulkan sensitivitas.

“Namun, yang perlu digarisbawahi adalah tidak ada penambahan gaji pokok baru. Perubahan hanya terjadi pada pola penyediaan fasilitas perumahan yang lebih praktis sekaligus efisien dari sisi anggaran negara,” urainya.

Adies juga berharap, masyarakat dapat melihat secara lebih jernih bahwa setiap komponen pendapatan anggota dewan bukan sekadar untuk kebutuhan pribadi, melainkan juga penunjang fungsi legislasi, pengawasan, dan representasi yang dijalankan demi kepentingan rakyat.

Recent Posts

Balita Meninggal Akibat Infeksi Cacing, Puan Minta RT Proaktif Tinjau Warga yang Butuh Cek Kesehatan

MONITOR, Jakarta - Ketua DPR RI Puan Maharani menanggapi kematian seorang anak bernama Raya di…

3 jam yang lalu

Kementerian UMKM Gandeng HDCI Kampanyekan Produk Lokal Otomotif

MONITOR, Jakarta - Kementerian Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) resmi menjalin kerja sama dengan…

6 jam yang lalu

Puan Tegaskan Tunjangan Diberikan ke DPR Sebagai Kompensasi Rumah Jabatan

MONITOR, Jakarta - Ketua DPR RI Puan Maharani menanggapi berbagai kritik publik terkait tunjangan perumahan…

6 jam yang lalu

Wakil Panglima TNI Terima Audiensi Wakil Kepala BRIN Bahas Kerja Sama Riset dan Inovasi Pertahanan

MONITOR, Jakarta - Wakil Panglima TNI Jenderal TNI Tandyo Budi Revita menerima audiensi Wakil Kepala…

7 jam yang lalu

Respons Puan soal Wamenaker Noel Terjerat OTT KPK

MONITOR, Jakarta - Ketua DPR RI Puan Maharani menanggapi kabar Wakil Menteri Ketenagakerjaan, Immanuel Ebenezer…

8 jam yang lalu

Puan Tanggapi Rencana Demo 28 Agustus, Persilakan Masyarakat Sampaikan Aspirasi ke DPR

MONITOR, Jakarta - Ketua DPR RI Puan Maharani menanggapi rencana aksi demontrasi besar-besaran pada 28…

8 jam yang lalu