KEAGAMAAN

Menag Harap MQK Internasional Jadi Tradisi Baru Dunia Islam

MONITOR, Jakarta – Menteri Agama Nasaruddin Umar berharap Musabaqah Qira’atil Kutub (MQK) Internasional yang pertama kali digelar di Indonesia dapat berkembang menjadi tradisi keilmuan yang diikuti banyak negara, sebagaimana Musabaqah Tilawatil Qur’an (MTQ).

“MTQ pertama kali dilembagakan oleh Indonesia. Kini, banyak negara mengadopsi tradisi ini. Harapan saya, MQK juga bisa menular ke negara-negara lain, termasuk negara Arab,” ujar Menag saat membuka Rapat Koordinasi Dewan Hakim MQK Internasional Ke-1 Tahun 2025 di Jakarta, Rabu (13/8/2025).

Menag menegaskan, memahami kitab kuning tidak cukup hanya dengan menguasai bahasa Arab secara gramatikal. Diperlukan pula pemahaman terhadap budaya dan karakter di balik bahasa yang digunakan.

Menag berpesan kepada dewan hakim agar dalam penilaian MQK tetap mengedepankan prinsip objektivitas. Menurutnya, bisa jadi masing-masing peserta memiliki latar belakang pemikiran dan mazhab yang berbeda, sehingga dibutuhkan kesepakatan bersama dalam mengukur kemerdekaan berpikir.

“Bagaimana mengukur kemerdekaan berpikir peserta MQK harus disepakati bersama. Jangan sampai perbedaan mazhab memengaruhi penilaian. Objektivitas adalah kunci agar kompetisi ini benar-benar mencerminkan kualitas keilmuan para peserta,” tegasnya.

Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Amien Suyitno, menambahkan bahwa sejumlah negara telah mengonfirmasi keikutsertaan pada MQK Internasional perdana ini, antara lain Brunei Darussalam, Kamboja, Timor Leste, Malaysia, Myanmar, Vietnam, dan Indonesia sendiri. Sementara itu, Singapura dan Filipina berencana mengirim observer.

“Juri MQK kali ini juga bertaraf internasional, melibatkan tokoh dan pakar dari negara-negara peserta. Hal ini memastikan penilaian berlangsung objektif, transparan, dan sesuai standar keilmuan dunia pesantren,” sambungnya.

Dikatakan Suyitno, penyelenggaraan MQK Internasional 2025 bukan hanya ajang kompetisi keilmuan, tetapi juga menjadi momentum percepatan digitalisasi di lingkungan pesantren.

“Seluruh proses penilaian dilakukan secara paperless, mulai dari input nilai hingga rekapitulasi, semuanya berbasis digital,” jelasnya.

Oleh karena itu, lanjutnya, pembekalan literasi digital kepada dewan hakim menjadi langkah strategis untuk mendorong adaptasi teknologi di kalangan pesantren.

“Kalau para kiai sudah terbiasa menggunakan teknologi, tentu santri akan lebih cepat mengikuti. MQK ini sekaligus menjadi laboratorium penerapan teknologi di pesantren,” pungkasnya.

Recent Posts

Stok Melimpah Harga Tetap Mahal, DPR Desak Pemerintah Tuntaskan Masalah Beras Apek

MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi IV DPR RI Daniel Johan menyoroti ironi di balik stok…

2 jam yang lalu

Fujifilm Luncurkan Kamera Mirrorless X-E5 dan Lensa Fujinon XF23mmF2.8 R WR

MONITOR, Jakarta – Fujifilm resmi luncurkan dua produk terbaru di lini X Series: kamera mirrorless…

3 jam yang lalu

Kementerian UMKM dan Kementerian Pariwisata Kolaborasi Perkuat UMKM di Kawasan Pariwisata

MONITOR, Jakarta - Kementerian UMKM dan Kementerian Pariwisata sepakat berkolaborasi memperkuat UMKM di kawasan pariwisata…

3 jam yang lalu

HIV Ancam Generasi Muda, Puan Minta Pemerintah Perkuat Edukasi

MONITOR, Jakarta - Ketua DPR RI Puan Maharani menyampaikan keprihatinan atas angka kasus HIV yang…

4 jam yang lalu

BNN dan Universitas UMMI Bogor Sinergi Wujudkan Kampus Bersinar

MONITOR, Jakarta - Badan Narkotika Nasional (BNN) resmi menjalin kerja sama strategis dengan Universitas UMMI…

5 jam yang lalu

Kemenperin Kembangkan Bisnis Berkelanjutan IKM Fesyen dan Kriya

MONITOR, Jakarta - Kementerian Perindustrian terus proaktif memacu pengembangan industri kecil dan menengah (IKM) yang…

7 jam yang lalu