Anggota Komisi III DPR RI, Gilang Dhielafararez (foto: ist)
MONITOR, Jakarta – Anggota Komisi III DPR RI, Gilang Dhielafararez mengecam tindak pemerkosaan yang dilakukan oleh seorang dokter anastesi peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran (Unpad) terhadap anggota keluarga pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS) Bandung, Jawa Barat.
Gilang mendesak agar polisi mengusut tuntas kasus ini, dan pelaku diberikan ancaman hukuman seberat-beratnya. Sebab menurutnya, kasus ini tak hanya merusak citra dunia kedokteran, tapi juga kejahatan serius yang melukai nilai-nilai kemanusiaan.
“Ini bukan sekadar pelanggaran etik, tapi kejahatan pidana serius yang harus diproses secara transparan, cepat, dan adil. Pelaku harus dihukum seberat-beratnya karena apa yang dilakukannya sungguh amat biadab,” ujar Gilang Dhielafararez, Kamis (10/4/2025).
Seperti diketahui, seorang dokter PPDS jurusan Anestesi dari Universitas Padjadjaran (Unpad) bernama Priguna Anugerah Pratama (31) memerkosa anggota keluarga pasien di Rumah Sakit Hasan Sadikin (RSHS), Bandung. Adapun dalam peristiwa ini, korban merupakan perempuan berusia 21 tahun.
Modus pelaku adalah dengan berpura-pura meminta donor darah korban untuk ayahnya yang sedang kritis. Korban dibawa ke lantai gedung RSHS baru yang belum dioperasikan lalu dibius, kemudian diperkosa.
Menurut Gilang, tindak kekerasan seksual dalam lingkungan fasilitas kesehatan merupakan kejahatan berat yang tidak hanya mencederai korban secara fisik dan psikis, tetapi juga mengoyak kepercayaan publik terhadap institusi medis.
“Tidak boleh ada ruang kompromi terhadap pelaku kekerasan seksual, apalagi jika terjadi di institusi publik yang seharusnya melindungi rakyat,” tegas Legislator dari Dapil Jawa Tengah II itu.
Priguna sudah ditetapkan sebagai tersangka dan pelaku terancam hukuman 12 tahun penjara. Tak hanya itu, Unpad juga telah memberhentikan pelaku dari program PPDS dan izin praktek dokter Priguna dicabut. Kasus ini juga menyebabkan PPDS Anestasiologi dan Terapi Intensif di RSHS Bandung diberhentikan sementara.
Gilang pun memastikan, Komisi III DPR RI akan memantau proses penegakan hukum yang tengah dilakukan oleh Polda Jawa Barat. Ia juga mendorong aparat penegak hukum untuk menggunakan seluruh instrumen hukum yang ada untuk memberikan keadilan bagi korban.
“Kami mendukung penuh kinerja kepolisian dalam mengusut tuntas kasus ini. Polri juga harus memastikan perlindungan maksimal bagi korban, termasuk pendampingan hukum dan psikologis yang memadai,” ungkap Gilang.
Gilang juga meminta Polri untuk segera mengusut tuntas kasus ini agar ada keadilan bagi korban, terlebih pihak kepolisian telah menyatakan adanya dua korban lain atas tindakan kekerasan seksual pelaku.
Menurut Anggota Komisi Hukum DPR itu, perbuatan dokter PPDS terhadap korban yang tengah menunggu orangtuanya di rumah sakit ini termasuk perbuatan sangat keji dan tidak bisa ditolerir. Secara khusus Gilang menyampaikan keprihatinan atas apa yang dialami korban.
“Apa yang dilakukan pelaku sangat kebangetan. Sisi kemanusiaannya perlu dipertanyakan karena memanfaatkan keluarga pasien yang sedang dalam kondisi gelisah saat orang tuanya sedang berjuang sembuh,” sebutnya.
“Simpati yang mendalam bagi korban yang tak hanya menjadi korban kekerasan seksual dari pihak yang seharusnya memberikan perlindungan, tapi juga harus menanggung tambahan kesedihan karena sang ayah meninggal,” tambah Gilang.
Untuk itu, Gilang meminta agar keadilan dapat ditegakkan meskipun pelaku disebut mengalami kelainan seksual.
“Kelainan seksual bukan pembenar atas perbuatan nirempati yang dilakukan pelaku kepada korban,” tukasnya.
“Keadilan bagi korban tidak boleh ditunda. Kasus ini harus menjadi titik balik dalam membangun sistem layanan kesehatan yang aman, beretika, dan berpihak pada martabat manusia,” sambung Gilang.
Lebih lanjut, Gilang menekankan pentingnya penguatan mekanisme pengawasan internal di rumah sakit dan lembaga pendidikan kedokteran, agar kasus serupa tidak terulang kembali.
“Negara tidak boleh lengah. Keamanan warga, terutama di ruang-ruang publik seperti rumah sakit, adalah tanggung jawab kita bersama. Kementerian Kesehatan dan aparat penegak hukum harus menjadikan kasus ini sebagai momentum perbaikan menyeluruh,” paparnya.
Gilang pun mendorong revisi terhadap protokol keamanan pasien serta pelaporan kasus kekerasan di fasilitas layanan kesehatan. Ia juga meminta Mahkamah Kehormatan Kedokteran dan institusi pendidikan terkait untuk mengambil langkah disipliner tegas terhadap pelaku.
“Jangan biarkan pelaku berlindung di balik status profesi atau pendidikan spesialis. Siapa pun yang melanggar hukum harus mempertanggungjawabkan perbuatannya secara terbuka di hadapan hukum dan publik,” tutup Gilang.
MONITOR, Jakarta - PT Hutama Karya (Persero) (Hutama Karya) mencatatkan peningkatan signifikan volume kendaraan pada…
MONITOR, Jakarta - Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) Kementerian Agama (Kemenag) mengumumkan hasil…
MONITOR, Madiun - Langit di atas Lanud Iswahjudi, bergemuruh pada Jumat pagi saat dua tokoh…
MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi XI DPR RI, Charles Meikyansah mendukung langkah Presiden Prabowo Subianto…
MONITOR, Semarang - Sebagai bentuk kepedulian dan upaya untuk meringankan beban masyarakat di sekitar Ruas…
MONITOR, Jakarta - Kementerian Agama (Kemenag) terus memperkuat peran institusi keagamaan dalam upaya pelestarian lingkungan.…