MONITOR, Jakarta – Anggota Komisi II DPR RI, Ahmad Irawan menyambut baik rencana Pemerintah yang ingin memiskinkan mafia tanah dengan jeratan delik hukum Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Menurutnya, langkah ini menjadi upaya untuk mewujudkan keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. “Perlindungan terhadap hak atas tanah dari kejahatan mafia tanah merupakan suatu bentuk perlindungan hak konstitusional terhadap warga negara,” kata Ahmad Irawan, Jumat (1/11/2024).
Adapun hak konstitusional yang dimaksud itu tertuang dalam Pasal 28 G ayat (1) UUD 1945 dan Pasal 28 H ayat (4) UUD 1945 yang berbunyi:
Pasal 28 G ayat (1) Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda yang di bawah kekuasaannya, serta berhak atas rasa aman dan perlidungan dari ancaman ketakutan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi
Pasal 28 H ayat (4) Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun
Untuk itu, Ahmad Irawan menyebut semangat Pemerintah untuk memiskinkan mafia tanah merupakan langkah yang progresif. “Jadi memang negara memiliki kewajiban konstiusional untuk melindungi harta benda warga negara,” tegas pria yang akrab disapa dengan panggilan Wawan ini.
Dalam rapat kerja bersama Komisi II DPR beberapa hari lalu, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid menyatakan Pemerintah berencana menjerat mafia tanah dengan delik TPPU. Upaya pemiskinan mafia tanah dinilai penting agar memberikan dampak besar.
Untuk mendukung langkah ini, Pemerintah akan berkoordinasi intensif dengan penegak hukum di Indonesia seperti Kejaksaan Agung (Kejagung), Polri, hingga Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). “DPR RI, khususnya Komisi II sangat mendukung, mengingat korban kejahatan banyak dari masyarakat yang tidak memiliki kemampuan kuat akses terhadap keadilan (access to justice). Apalagi ketika berhadapan dengan korporasi besar,” ungkap Wawan.
Komisi di DPR yang membidangi urusan pertanahan itu pun menilai ancaman pemiskinan pelaku dapat menjadi langkah pemberantasan mafia tanah yang efektif. Apalagi, kata Wawan, jaringan mafia tanah memiliki organisasi terstrukur dalam menjalankan kejahatannya. “Mafia tanah juga potensial merugikan negara. Bukan hanya dari nilai tanahnya, tapi juga dari nilai pajak yang dapat ditagih negara,” ujar Legislator muda itu.
Wawan mengatakan, upaya Pemerintah dalam memberantas mafia saat ini sudah terlihat serius. Menurutnya, langkah Kementerian ATR/BPN sudah tepat. Ia meyakini semua upaya tersebut akan berhasil jika ada komitmen yang kuat dari Pemerintah. “Jadi sudah benar kalau ATR/BPN fokus menindak kejahatan ini. Bahwa tindak lanjut dan pembersihan praktik mafia tanah tergantung komitmen politik pemerintah. Langkah ini menunjukkan komitmen negara membela rakyat,” sebut Wawan.
Anggota dewan dari dapil Jawa Timur V itu meyakini, Menteri ATR/BPN Nusron Wahid telah memiliki pranata hukum yang lengkap untuk menindak mafia tanah dengan TPPU. Wawan juga menilai jerat hukum kepada mafia tanah saat ini masih belum setimpal dari apa yang mereka perbuat yakni hanya ancaman pidana di atas 4 tahun atau lebih. “Saya yakin, Pak Menteri ATR/BPN sudah memiliki pranata hukum yang lengkap untuk mendorong penindakan terhadap mafia tanah. Termasuk dalam mendorong upaya pengungkapan pencucian uang dari hasil praktik kejahatan terhadap harta benda,” terangnya.
Seperti diketahui kejahatan mafia tanah ini sudah menjadi momok di Indonesia. Bahkan tidak jarang pelakunya adalah para penguasa besar yang mangkir dari pajak. Menurut data dari Satgas Anti Mafia Tanah, sebagian besar kasus melibatkan pemalsuan dokumen (66,7%), diikuti oleh penggelapan (19,1%) dan pendudukan ilegal (11%). “Upaya pemberian efek jera seperti keinginan Pemerintah perlu dilakukan. Hanya pengungkapannya harus ditingkatkan (upgrade) pada sindikat mafia tanah yang besar,” ungkap Wawan.
“Sehingga pemberantasan mafia tanah ini akan berkorelasi dengan pencegahan dan penuntasan konflik agraria,” imbuhnya.
Program pemberantasan mafia tanah memang dianggap menjadi gebrakan dari Menteri ATR/BPN Nusron Wahid. Ia mengungkap ada 6,4 juta hektar lahan di Indonesia yang berpotensi mengalami tumpang tindih.
Sebanyak 6,4 juta hektar lahan itu memiliki sertifikat, tetapi tidak tertera di peta. Tanah seperti ini yang akan menjadi incaran para mafia tanah, sehingga Nusron menyatakan ingin bergerak cepat untuk melindungi negara dari kerugian.
MONITOR, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mencatat jumlah produksi hasil perikanan hingga Oktober…
MONITOR, Jabar - Komisi IV DPR RI menyatakan dukungan penuh terhadap penyusunan Peraturan Presiden (Perpres)…
MONITOR, Jakarta - Dalam peringatan Hari Anak Nasional Sedunia yang diperingati setiap 20 November, kenyataan…
MONITOR, Jakarta - Wakil Ketua Komisi XIII Andreas Hugo Pareira mempertanyakan dasar hukum kebijakan yang…
MONITOR, RIYADH - King Faisal Specialist Hospital & Research Centre (KFSHRC) telah meluncurkan Layanan Patologi…
MONITOR, Jakarta - Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar mengungkapkan bahwa Kementerian Agama (Kemenag) mengerahkan 5.940…