MONITOR, Jakarta – Membuat surat perjanjian kerja sama sangat penting dilakukan bagi institusi yang akan melakukan perikatan kerja sama. Di ranah Kementerian Agama, khususnya lingkup Pendidikan Islam, kerja sama dengan berbagai pihak menjadi lazim dilaksanakan. Kerja sama menandakan upaya dan geliat organisasi dalam mengembangkan kelembagaan dan mewujudkan misi organisasi tersebut. Dalam misi penting seperti ini, sepatutnya kita memahami terlebih dahulu dasar-dasar pengertian, prinsip, kriteria, perencanaan, dan penyusunan surat perjanjian kerja sama.
Surat perjanjian bertujuan untuk mengingatkan antara kedua belah pihak terkait tentang perjanjian ataupun kesepakatan antara kedua belah pihak mengenai kewajiban dan haknya masing-masing. Surat perjanjian ini sifatnya mengikat karena dibubuhi tanda tangan di atas materai. Dalam dunia birokrasi, surat perjanjian kerja sama sering dijadikan sebagai dokumen penting yang berisi penjelasan mengenai suatu proyek yang akan dilakukan bersama.
Dokumen perjanjian kerja sama internasional secara umum dibagi menjadi dua, yaitu Perjanjian Internasional (PI) dan Non Perjanjian Internasional (Non PI). Perjanjian kerja sama Perguruan Tinggi dapat mengadopsi prinsip-prinsip dasar Perjanjian Internasional (PI). Sebelum kita bahas apa saja prinsip-prinsip PI, harus kita pahami terlebih dahulu pengertian PI.
Berdasarkan Konvensi Wina tentang Hukum Perjanjian Internasional Antarnegara dan Antarorganisasi Tahun 1986, Perjanjian Internasional adalah perjanjian yang diatur oleh hukum internasional dan dibuat secara tertulis antara satu atau lebih negara; satu atau lebih organisasi internasional; baik yang diwujudkan dalam satu instrumen, dalam dua atau lebih instrumen yang berkaitan dan apapun sebutan khususnya.
Perjanjian Internasional Vs Perjanjian Kerja Sama Internasional
Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UU Nomor 24 tahun 2000 tentang PI, PI adalah perjanjian dalam bentuk dan sebutan apapun yang diatur oleh hukum internasional dan dibuat secara tertulis oleh Pemerintah Republik Indonesia dengan satu atau lebih negara, organisasi internasional atau subjek hukum internasional lainnya, serta menimbulkan hak dan kewajiban pada Pemerintah Republik Indonesia yang bersifat hukum publik.
Dalam perspektif multilateral, kerja sama internasional adalah kegiatan atau usaha yang dilakukan berdasarkan kepada hubungan baik yang dilakukan oleh negara dengan negara lainnya yang menyangkut aspek bilateral, regional, dan internasional untuk mencapai kepentingan atau tujuan bersama. Contoh PI adalah perjanjian antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Asing (G to G), misal Kementerian Agama Republik Indonesia dengan Kementerian Hal Ehwal Ugama, Negara Brunei Darussalam.
Pada dasanya terdapat surat perjanjian kerja sama yang tidak dianggap sebagai PI. Apabila ada perjanjian antarinstitusi pendidikan dalam negeri dan institusi pendidikan luar negeri maka perjanjian itu disebut Non PI, contoh perjanjian Non PI ialah perjanjian antarkota, perjanjian antarkampus, dan sebagainya.
Setelah kita pahami apa itu PI dan Non PI, mari kita cermati kriteria dan prinsip- prinsip PI yang dapat diadopsi ke dalam penyusunan perjanjian kerja sama Perguruan Tinggi. Ada 4 (empat) prinsip penting yang harus diperhatikan, yaitu kepentingan nasional, saling menguntungkan, persamaan kedudukan, dan memperhatikan hukum nasional dan internasional. Dari beberapa prinsip yang menjadi acuan ini, terlihat bahwa tekanan kepentingan nasional menjadi prinsip awal yang harus diperhatikan bersama mengingat sifat kerja sama yang dikembangkan menyangkut marwah dan harga diri bangsa di depan bangsa lain.
Kriteria Penyusunan Perjanjian Kerja Sama
Menyusun perjanjian kerja sama minimal memenuhi 5 (lima) unsur kriteria. Kriteria pertama yaitu keuangan yang artinya apabila dihitung dari sisi keuangan, akibat yang ditimbulkan dari perjanjian kerja sama tidak merugikan negara. Dalam konteks ini, diperlukan pemahaman yang mendalam tentang prinsip keuangan negara kedua belah pihak untuk menghindari kerugian dan berbagai hal terkait sebelum perikatan kerja sama diwujudkan.
Kedua, kriteria keamanan yang berarti konsekuensi yang ditimbulkan dari perjanjian kerja sama tidak digunakan oleh asing sebagai kedok atau spionase yang mengancam stabilitas Republik Indonesia. Dalam kancah politik global, tidak tertutup kemungkinan celah spionase mewarnai berbagai hal terkait kesepahaman antarnegara, termasuk di dalamnya perjanjian kerja sama. Kehati-hatian dan kecermatan dalam menyusun butir-butir kerja sama untuk menghindari kemungkinan ini menjadi penting dilaksananakan.
Kriteria ketiga adalah politis yang maknanya bahwa esensi yang terkandung dalam perjanjian kerja sama tidak bertentangan dengan politik dan kebijakan luar negeri Republik Indonesia. Dimensi politis merupakan elemen krusial untuk diperhatikan dalam konteks kerja sama antarnegara. Hal ini mengingat kerja sama antarnegara pada dasarnya adalah mempertemukan dua negara yang memiliki landasan politik luar negeri yang bisa jadi sangat berbeda, bahkan bertolak belakang.
Keempat, kriteria yuridis yang dapat diartikan adanya kepastian hukum dalam perjanjian kerja sama dan menghindari celah hukum yang merugikan negara. Dalam batasan yuridis ini, menghindari celah hukum yang dapat mengakibatkan kerugian negara menjadi penting dilakukan dan hal ini membutuhkan kompetensi khusus dan kecermatan yang memadai.
Kriteria terakhir yang harus ada adalah teknis. Kriteria teknis dimaksudkan agar isi dari perjanjian kerja sama tidak bertentangan dengan kementerian/lembaga lain yang menangani teknis terkait. Dalam pengertian serupa, aspek teknis beririsan dengan tertib administrasi. Tertib administrasi harus mendapatkan porsi perhatian yang memadai dalam konteks perjanjian kerja sama ini. Sebagaimana disebutkan, hal ini untuk menghindari kemungkinan isi perjanjian yang tumpang tindih atau bertentangan dengan perjanjian lainnya.
Menyusun Dokumen Perjanjian Kerja Sama
Dalam proses penyusunan perjanjian kerja sama, diperlukan perencanaan. Perencanaan ini sebaiknya diawali dengan pemetaan yang cukup teliti, yaitu dengan mengidentifikasi mitra dan bidang kerja sama agar dapat menghasilkan kerja sama yang fokus, selektif, dan implementatif.
Setelah melakukan perencanaan dokumen yang baik, maka selanjutnya diperlukan berbagai tahapan dalam menyusun perjanjian kerja sama. Tahapan tersebut meliputi setidaknya 6 (enam) langkah. Langkah pertama ialah penjajakan. Pada tahap ini dapat dilakukan inisiatif untuk mengadakan perjanjian kerja sama dari salah satu pihak.
Langkah selanjutnya yang dapat dilakukan ialah perundingan. Tahapan ini berupa pembahasan substansi dan teknis, serta menegaskan posisi masing- masing pihak. Dalam perundingan, masing- masing pihak tidak selalu mendapatkan apa yang diinginkan akan tetapi minimal mencapai win win solutions sehingga dapat tercapai kesepakatan atau persetujuan kedua belah pihak.
Tercapainya jalan tengah yang disepakati kedua belah pihak menentukan langkah berikutnya. Di titik ini langkah yang dapat diambil adalah perumusan perjanjian. Tahapan ini merupakan bagian teknis penyusunan yang sangat penting. Dokumen disusun mencakup 6 (enam) bagian utama, yaitu judul, pembukaan, batang tubuh, testimonum, penutup, dan kolom tandatangan.
‘Judul’ mengandung 2 (dua) komponen yaitu para pihak dan judul kerja sama. ‘Pembukaan’ mencakup para pihak, dasar filosofis, rujukan perjanjian yang ada, statement, dan hukum nasional para pihak. ‘Batang tubuh’ mencakup tujuan, area kerja sama, bentuk kerja sama, implementasi, pendanaan, kerahasiaan, jangka waktu berlaku dll. ‘Testimonium’ berupa kalimat berbahasa Indonesia seperti, ‘pihak yang bertanda tangan di bawah ini/ yang diberi kuasa penuh/ telah menandatangani Nota Kesepahaman ini’ atau dalam Bahasa Inggris ‘In witness whereof, the undersigned being duly authorized thereto, have signed this MoU.’ ‘Penutup’ mencakup tempat dan tanggal penandatanganan, dan bahasa yang digunakan. Susunan perjanjian kerja sama diakhiri dengan ‘kolom tanda tangan.’
Jika telah melewati proses yang tersebut di atas, pada dasarnya kita telah berhasil menyusun sebuah surat perjanjian bersama. Dokumen perjanjian kerja sama selanjutnya dibuat dua rangkap dan dipegang masing-masing pihak untuk dilakukan penandatanganan. Tentunya tanda tangan dapat dilakukan setelah rancangan surat perjanjian melewati proses reviu dari masing- masing pimpinan dan pihak- pihak terkait. Dokumen perjanjian kerja sama berlaku dan sah apabila sudah ditandatangani oleh pihak- pihak yang melakukan perjanjian.
Last but not least, jangan terpaku pada judul apakah penyebutannya adalah Memorandum of Understanding (MoU), Letter of intent, Memorandum of Agreement, Memorandum of Cooperation atau Perjanjian Kerja sama (PKS). Harus selalu dipahami isinya apakah sifatnya implementatif dan mengikat; jika benar demikian maka dapat dipahami bahwa dokumen tersebut merupakan perjanjian. Perjanjian selalu menuntun pada hak dan kewajiban yang harus dipenuhi.
Penulis: Nanik Rahmawati, Penerjemah Ahli Pertama pada Ditjen Pendidikan Islam
MONITOR, Jakarta - Kementerian Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) akan membentuk klasterisasi UMKM melalui pembentukan holding UMKM…
MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi IV DPR RI Arif Rahman mendukung adanya peningkatan anggaran untuk Kementerian…
MONITOR, Indramayu - Pertamina, melalui Subholding Gas dan entitas usahanya PT Pertamina Gas, melanjutkan komitmennya…
MONITOR, Banjarmasin - Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman (Mentan Amran) melakukan kunjungan kerja maraton ke…
MONITOR, Jakarta - Menyambut libur Natal 2024 dan Tahun Baru 2025, PT Jasa Marga (Persero)…
MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi IV DPR RI, Arif Rahman, mengkritisi implementasi kebijakan Penangkapan Ikan…