MONITOR, Jakarta – Kementerian Perindustrian terus berupaya menjaga daya saing dan produktivitas industri dalam negeri, salah satunya melalui pengawasan terhadap implementasi Standar Nasional Indonesia (SNI). Pengawasan terhadap produk industri adalah langkah penting untuk menegakkan ketertiban dan kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku dalam rangka keamanan, kesehatan, keselamatan dan lingkungan hidup (K3L) serta mewujudkan persaingan usaha yang sehat.
“Kami akan terus memastikan bahwa produk-produk yang beredar di Indonesia memenuhi standar yang telah ditetapkan,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (19/7).
Sebelumnya, Badan Standardisasi dan Kebijakan Jasa Industri (BSKJI) Kemenperin telah melakukan pengawasan terhadap produk-produk elektronik yang beredar di Provinsi DKI Jakarta. Dari pengawasan tersebut telah diamankan sebanyak 25.257 unit speaker aktif yang tidak memiliki SPPT-SNI dengan nilai mencapai Rp10,2 miliar dari tiga perusahaan.
Ketiga perusahaan tersebut, yaitu PT BSR sebanyak 24.099 unit dengan nilai sekitar Rp8,6 miliar, PT SEI sebanyak 353 unit dengan nilai sekitar Rp1,4 miliar, dan PT PIS sebanyak 805 unit dengan nilai sekitar Rp281,7 juta. “Ketiganya diwajibkan untuk menghentikan kegiatan impor dan dilarang untuk mengedarkan produk tersebut,” ungkap Kepala BSKJI Kemenperin Andi Rizaldi mewakili Menteri Perindustrian saat memimpin konferensi pers hasil pengawasan Kemenperin.
Menurut Andi, temuan ini terkait ketidakpatuhan pelaku usaha dalam memenuhi ketentuan SNI yang dinyatakan dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perindustrian dan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 15 Tahun 2018 tentang Pemberlakuan SNI Audio Video dan Elektronika Sejenis secara wajib.
Hasil pengawasan terhadap PT BSR, PT SEI, dan PT PIS pada bulan Juli 2024 di Jakarta, menunjukkan adanya produk speaker aktif hasil importasi dari RRT yang tidak memiliki SPPT-SNI. Ketiadaan SPPT-SNI pada produk tersebut dikhawatirkan dapat membahayakan keamanan dan keselamatan pengguna serta merugikan produsen dalam negeri.
“Produk yang tidak memiliki SPPT-SNI ini berpotensi merugikan konsumen dan menimbulkan persaingan usaha tidak sehat. Kami tidak akan menoleransi pelanggaran semacam ini,” tegas Kepala BSKJI.
Speaker aktif merupakan produk yang termasuk dalam daftar SNI wajib dan larangan terbatas (lartas) yang proses importasinya memerlukan dokumen SPPT-SNI dengan kode Harmonized System (HS) sesuai ketentuan yang berlaku.
“Kami mengimbau seluruh pelaku usaha untuk mematuhi regulasi yang telah ditetapkan, termasuk keharusan pelaku usaha memiliki SPPT-SNI pada produk yang diwajibkan,” ujar Andi.
Kepala BSKJI menyatakan, Kemenperin berkomitmen untuk terus melakukan pengawasan dan penegakan hukum terhadap produk-produk yang tidak sesuai ketentuan melalui kerja sama dengan kementerian dan lembaga terkait. ”Kami akan terus berkoordinasi dengan pihak terkait untuk memastikan penegakan hukum berjalan efektif,” imbuhnya.
Andi menambahkan, pihaknya juga bertekad untuk terus meningkatkan kualitas pengawasan dan memastikan setiap produk yang beredar di pasar memenuhi standar yang telah ditetapkan. “Pengawasan adalah kunci untuk melindungi konsumen dan industri dalam negeri,” ucapnya.