Jumat, 22 November, 2024

JPPI: Banyak Penerima KJP Gagal PPDB, Pemprov Jakarta Wajib Sediakan Sekolah Bebas Biaya

MONITOR, Jakarta – Pada tahap akhir proses PPDB, JPPI menerima 25 pengaduan masyarakat Jakarta yang menagih janji Pemprov DKI Jakarta untuk menjamin akses bagi anak-anak penerima Kartu Jakarta Pintar (KJP). Nyatanya, mereka gagal di berbagai jalur. Berbagai jalur mereka lalui, mulai dari prestasi, zonasi, dan afirmasi. Tapi, mereka malah menemui jalan buntu.

“Pengaduan ini menunjukkan masih lemahnya perlindungan terhadap kelompok yang rentan putus sekolah, meski berbegai jalur sudah disedikan. Saya menduga kuat, jumlah riil di lapangan lebih dari 25 kasus, sebab penerima KJP jumlahnya capai ratusan ribu,” kata Ubaid Matraji, Kornas JPPI.

Menurut Ubaid, ini adalah bagian dari gambaran anomali dalam sistem PPDB. Mestinya mereka ini sudah mendapat kepastian dari awal. Bukan malah masih pontang-panting di tahap akhir. Bayangkan saja, pasti ada beberapa orang tua dari penerima KJP ini adalah para pengemudi Jaklingko. Mereka harus peras keringat untuk melayani warga Jakarta tiap hari naik Jaklingko gratis, tapi mencari sekolah untuk anaknya saja mereka harus terlunta-lunta.

Hingga hari ini, mereka masih kebingunan mencari sekolah. “Saya berharap Pemprov DKI Jakarta mendengarkan suara dari para penerima KJP ini, dan mencarikan sekolah. Bukan mereka yang mondar-mandir cari sekolah, tapi Dinas Pendidikan harus buka pengaduan khusus untuk penerima KJP ini dan mencarikan sekolah. Jika tidak, mereka pasti akan putus sekolah karena biaya,” jelas Ubaid.

- Advertisement -

Fenomen ini tak hanya di Jakarta, nasib serupa juga dialami oleh penerima Kartu Indonesia Pintar (KIP) di berbagai daerah. Banyak dari kalangan mereka yang tidak kebagian bangku sekolah, alias gagal dalam seleksi PPDB. Menurut Ubaid, mereka ini calon potensial untuk putus sekolah. Selain karena biaya sekolah di swasta yang mahal, anak dari keluarga ekonomi lemah ini juga banyak yang jadi incaran sindikat pekerja anak. “Karena itu, seluruh pemerintah daerah harus mendata mereka, siapa saja yang gagal, dan mencarikan sekolah buat mereka dengan bebas biaya,” pungkas Ubaid.

Biasanya, di tahap akhir PPDB, selalu ada bangku yang sisa dan belum terisi. Seperti modus kecurangan yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya, sisa bangku ini sengaja disembunyikan dan diam-diam diperjualbelikan. “Tahun ini janganlah dilakukan. Itu tindakan biadab, culas, dan bertentangan dengan ruh pendidikan. Pemerintah daerah wajib mendaftar dan memberikan sisa kuota kepada yang lebih membutuhkan, yaitu para penerima KIP/KJP,” Ubaid.

Sementara itu, untuk perbaikan sistem PPDB tahun depan, supaya lebih berkeadilan dan semua anak punya hak yang sama, maka Kemendikbudristek harus menghentikan sistem seleksi. Jangan sampai ada satu pun anak yang gagal dalam PPDB. Daya tampung sekolah, harus disesuaikan dengan jumlah calon pendaftar. “Karena itu, PPDB itu tidak boleh lagi sekolah negeri minded, harus juga melibatkan sekolah swasta,” tegas Ubaid.

Jika sistem di pusat sudah dibenahi, selanjutnya saat PPDB pemerintah daerah wajib melibatkan sekolah swasta untuk menyediakan daya tampung yang sesuai dengan calon peserta didik. Sebenarnya daya tampung sekolah itu tidak kurang jika sekolah negeri dan sekolah swasta itu semua dilibatkan dalam PPDB.

“Kekurangan bangku itu terjadi karena pemerintah daerah hanya ngurusi sekolah negeri saja. Padahal, tugas pemeritah adalah membiayai, memfasilitasi, dan memastikan semua anak mendapatkan layanan pendidikan yang berkualitas dan berkeadilan di semua jenis sekolah, mau sekolah negeri maupun sekolah swasta,” tandas Ubaid.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER