Senin, 29 April, 2024

Buka Konferensi SAFET, Prof Rokhmin beberkan Kekayaan Sektor Kelautan Perikanan sebagai Sumber Pangan

MONITOR, Bali – Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan RI, Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri MS membuka secara resmi Konferensi Seafood and Fisheries Emerging Technologies (SAFET) di Bali, Selasa (3/10/2023).

Dalam sambutannya, Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB University membeberkan potensi raksasa sektor kelautan dan perikanan Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dengan lebih dari 17.000 pulau, 108.000 km garis pantai (yang terpanjang kedua di dunia setelah Kanada), dan sekitar 75% dari total wilayahnya (termasuk ZEE Indonesia) ditutupi oleh lautan dan samudera.

“Selain itu, sekitar 30% dari total luas daratannya ditutupi oleh ekosistem air tawar termasuk sungai, danau, dan waduk,” kata Prof. Rokhmin.

Mantan menteri kelautan dan perikanan itu menuturkan Indonesia merupakan salah satu negara dengan potensi produksi makanan laut dan sumber daya perikanan berkelanjutan terbesar, yaitu sekitar 115 juta ton per tahun. Potensi produksi berkelanjutan (MSY = Maximum Sustainable Yield) perikanan tangkap adalah sekitar 15 juta ton per tahun yang terdiri dari 12 juta ton per tahun dari perikanan tangkap di laut, dan 3 juta ton per tahun dari perikanan tangkap di ekosistem air tawar.

- Advertisement -

Sementara itu, potensi produksi perikanan budidaya berkelanjutan sekitar 100 juta ton per tahun yang terdiri dari budidaya laut 60 juta ton per tahun, budidaya perairan pesisir (air payau) 34,30 juta ton per tahun, dan budidaya air tawar 5,7 juta ton per tahun. Pada tahun 2022, produksi perikanan tangkap di laut sebesar 7 juta ton (58% MSY), dan produksi perikanan tangkap dari ekosistem air tawar sebesar 0,5 juta ton (16,7% MSY). Sedangkan total produksi perikanan budidaya sebesar 15,5 juta ton yang terdiri dari budidaya laut 8 juta ton (13,3% dari potensi produksi berkelanjutan), 4 juta ton (11,6%), dan 3,5 juta ton (61,4%).

“Dengan volume produksi sebesar itu, menurut FAO (2022), Indonesia merupakan produsen perikanan tangkap dan akuakultur terbesar kedua di dunia, setelah China,” ujar Prof. Rokhmin

Ia menjelaskan, sumber daya makanan laut dan perikanan telah menjadi sumber pangan utama bagi sebagian besar masyarakat Indonesia selama berabad-abad. Sekitar 65% dari total protein hewani yang dikonsumsi masyarakat Indonesia berasal dari makanan laut dan ikan (Kementerian Kesehatan, 2016). Pada tahun 2022, konsumsi ikan per kapita masyarakat Indonesia sebesar 58 kg.

Rokhmin menyebutkan, sektor kelautan dan perikanan telah menyediakan sekitar 20 juta lapangan kerja (15,2% angkatan kerja negara) yang terdiri dari nelayan laut 2,7 juta orang, nelayan air tawar 0,5 juta orang, budidaya perikanan 6,8 juta orang (pembudidaya ikan), dan 10 juta orang bekerja di sektor hulu. dan industri hilir perikanan tangkap dan budidaya perikanan.

“Dengan demikian, walaupun dari sudut pandang makroekonomi, kontribusi sektor kelautan dan perikanan terhadap perekonomian negara masih sangat rendah, hanya 2,8 % dari Produk Domestik Bruto (PDB), namun kontribusinya terhadap kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia dan perekonomian riil negara sudah cukup besar dan penting,” tandasnya.

Permasalahan dan Tantangan
Prof. Rokhmin mengemukakan, meskipun perikanan tangkap dan akuakultur memiliki peran penting dalam kehidupan sosial budaya masyarakat Indonesia dan pembangunan ekonomi Indonesia, keberlanjutan perikanan tangkap telah terancam oleh IUU fishing, praktik penangkapan ikan yang merusak, penangkapan ikan yang berlebihan, polusi, degradasi ekosistem pesisir (misalnya muara, hutan bakau, padang lamun, dan terumbu karang), dan diperburuk oleh dampak negatif perubahan iklim global.

“Meski tidak seburuk perikanan tangkap, keberlanjutan budidaya perikanan juga semakin terancam akibat konflik pemanfaatan ruang dengan sektor pembangunan lain, polusi, wabah penyakit, kenaikan harga pakan, dan perubahan iklim global. Namun masih banyak nelayan dan petambak ikan, khususnya nelayan ABK  (Anak Buah Kapal) dan usaha mikro kecil  (UMK) yang masih hidup dalam kemiskinan,” ujar Prof. Rokhmin yang juga ketua umum Masyarakat Akuakultur Indonesia (MAI).

Untuk mengatasi dilema tersebut, sejak tahun 2001 Kementerian Kelautan dan Perikanan telah mengadopsi prinsip Pembangunan Berkelanjutan sebagai landasan (landasan) pengambilan kebijakan, program, dan peraturan di bidang kelautan dan perikanan, termasuk perikanan tangkap dan budidaya perikanan. Artinya, seluruh kebijakan, program, dan peraturan ditujukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi inklusif; mensejahterakan nelayan, pembudi daya ikan, pengolah ikan, dan pemangku kepentingan lainnya secara berkeadilan; dan sekaligus memelihara dan melindungi kelestarian ekosistem perairan dan sumber daya hayatinya.

Ia menyebutkan, sejak tahun 2021 Indonesia c.q. Kementerian Kelautan dan Perikanan telah menetapkan kebijakan pengelolaan sumber daya kelautan dan perikanan berbasis ekonomi biru (blue economy) yang meliputi: perluasan kawasan konservasi laut; Penangkapan ikan berbasis kuota; Pembangunan perikanan budidaya yang berkelanjutan di wilayah laut, pesisir dan darat; Pengawasan dan pengendalian wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil; Membersihkan sampah laut melalui partisipasi nelayan dan masyarakat pesisir.

“Program ini sejalan dengan kebijakan Program Transformasi Biru FAO 2022-2023 dan akan membantu memaksimalkan kontribusi sistem pangan perairan untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan,” ujar Prof. Rokhmin yang juga ketua Dewan Pakar MPN (Masyarakat Perikanan Nusantara).

Di akhir sambutannya, Prof. Rokhmin menyatakan, Indonesia menyambut baik implementasi rekomendasi Konferensi SAFET yang bertujuan antara lain untuk mengatasi tantangan besar di dunia perikanan tangkap, budidaya perikanan, industri pengolahan ikan, dan pemasaran dengan menerapkan teknologi dan inovasi baru termasuk teknologi Industri 4.0, dan memastikan jangka panjang. istilah konservasi, dan pemanfaatan sumber daya hayati dan ekosistem laut secara berkelanjutan.

“Saya berharap pertemuan ini dapat menyoroti dan mengungkap perkembangan teknologi terkini yang dapat digunakan untuk mengelola perikanan tangkap dan budidaya perikanan secara berkelanjutan, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia, khususnya nelayan dan pembudi daya ikan secara adil dan berkelanjutan,” kata Prof. Rokhmin Dahuri.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER