Sabtu, 27 April, 2024

Urgensi Pembangunan Kedaulatan Pangan berbasis Kelautan dan Perikanan

MONITOR, Lombok – Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB, Prof. Dr. Ir. Rokhmin Dahuri, MS menekankan urgensi pembangunan kedaulatan pangan bagi kemajuan, kesejahteraan, dan kedaulatan bangsa Indonesia (Indonesia Emas 2045) melalui pemanfaatan sektor Kelautan dan Perikanan.

Hal tersebut disampaikan Prof Rokhmin saat menjadi narasumber Sarasehan dan Seminar Nasional  Kolaborasi Untuk  “Mewujudkan Kemandirian Pangan” dalam rangka Ulang Tahun Masyarakat Petani dan Pertanian Organik Indonesia (MAPORINA) ke 24 yang digelar di Hotel Lombok Raya, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), Senin, 26 Februari 2024.

Mantan menteri kelautan dan perikanan itu menegaskan bahwa dalam perspektif ekonomi, untuk mewujudkan Indonesia Emas pada 2045, Indonesia harus mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang: (1) tinggi (rata-rata lebih dari 7% per tahun), (2) berkualitas (menyerap banyak tenaga kerja, 400 ribu orang per 1%pertumbuhan), (3) inklusif (mensejahterakan seluruh rakyat secara adil, dengan income lebih dari USD 480 (Rp 7,5 juta)/orang/bulan secara berkeadilan), dan (4) berkelanjutan  (sustainable).                             

“Selain itu, dengan penduduk 280 juta jiwa (terbesar ke-4 di dunia), Indonesia harus berdaulat pangan,  farmasi, energi,  dan mineral. Dan, Indonesia mesti melaksanakan Transformsasi Struktural Ekonomi (TSE),” ujar Prof. Rokhmin Dahuri dalam paparannya bertajuk “Penguatan ketahanan pangan Berbasis potensi kelautan Indonesia”.

- Advertisement -

Lanjutnya, untuk menjalankan roda pembangunan (TSE) yang menghasilkan pertumbuhan ekonomi seperti diatas dan kedaulatan keempat material diatas, Indonesia membutuhkan: (1) SDM berkualitas unggul (knowledge, skills, expertise, etos kerja,dan akhlak karimah), (2) Good Governance, (3) Masyarakat Meritokrasi, (4) Rule of Laws, dan (5) Pemimpin yang memiliki IMTAQ kokoh, capable, berakhlak mulia, dan strong.

Dewan Pakar Maporina (Masyarakat Petani dan Pertanian Organik Indonesia) ini menjelaskan, persyaratan dari Negara Middle-Income menjadi Negara Maju, Adil-Makmur dan Berdaulat: Pertumbuhan ekonomi berkualitas rata-rata 7% per tahun selama 10 tahun. I + E > K + Im, Koefisien Gini kurang dari 0,3 (inklusif), Ramah lingkungan dan berkelanjutan.

Pangan, terang Prof. Rokhmin Dahuri merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling asasi karena sangat menentukan status gizi, kesehatan, dan kecerdasan seorang insan. Karena itu, kata Prof. Rokhmin Dahuri, sangatlah tepat bila Pre­siden RI pertama, Soekarno, saat berpidato pada peletakan batu pertama pembangunan Gedung Fakultas Pertanian IPB di Bogor tahun 1952 menyam­pai­kan pernyataan prophetic bahwa “You are, what you eat” (pangan adalah hidup-matinya sebuah bangsa).

Ketua Umum Masyarakat Akuakultur Indonesia itu membeberkan, di era Perubahan Iklim Global dan Disrupsi Rantai Pasok Global akibat Perang Rusia vs Ukraina, Genosida Israel atas Palestina, dan ketegangan geopolitik global lainnya, menempatkan Kedaulatan Pangan sebagai suatu keniscayaan. Menurutnya, suatu negara dengan penduduk lebih  dari 100 juta jiwa akan sulit untuk bisa maju, sejahtera, dan berdaulat, bila kebutuhan pangannya bergantung pada impor (FAO, 2000).

Sebagai negara maritim dan agraris tropis terbesar di dunia, sektor pembangunan bidang pangan (Pertanian, Kelautan dan Perikanan, dan Kehutanan) mestinya bukan hanya mampu menjadikan Indonesia berswasembada pangan, tetapi juga ‘feeding the world’.

Prof. Rokhmin Dahuri menjelaskan kegiatan ekonomi yang berlangsung di wilayah pesisir dan lautan, dan kegiatan ekonomi di darat (lahan atas)  yang menggunakan SDA dan jasa-jasa lingkungan kelautan untuk menghasilkan barang dan jasa (goods and services) yang dibutuhkan umat manusia.

“Total potensi ekonomi sebelas sektor Kelautan Indonesia: US$ 1,348 triliun/tahun atau 5 kali lipat APBN 2019 (Rp 2.400 triliun = US$ 190 miliar) atau 1,3  PDB Nasional saat ini,” jelas Prof. Rokhmin Dahuri.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER