Senin, 29 April, 2024

IHCS: Denny Indrayana Layak Diproses Hukum

MONITOR, Jakarta – Praktisi Hukum yang juga Anggota Presidium Indonesia Human Rights Commite for Social Justice (IHCS), Ridwan Darmawan angkat bicara terkait berbagai pernyataan kontroversi bekas Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana khususnya terkait bocoran informasi hasil putusan MK soal sistem pemilu dan tudingan politisasi kasus oleh KPK terhadap oposisi pemerintah seiring putusan MK terkait perpanjangan masa jabatan pimpinan KPK.

“Denny Indrayana pernah mencuit mendapatkan informasi penting bahwa MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup. Cuitan tersebut telah mendapat reaksi berbagai pihak dan membuat gaduh,” Kata Ridwan kepada media, Kamis (15/6/2023).

Faktanya, lanjut Ridwan hari ini, sekitar Pukul 12.40 lalu, MK telah memutuskan menolak seluruh permohonan Pemohon dan menegaskan bahwa pilihan sistem pemilihan terbuka tetap berlaku untuk Pemilihan Umum Tahun 2024. Untuk itu Ridwan mendesak Pihak Kepolisian Republik Indonesia untuk memproses hukum Denny Indrayana karena telah menyebarkan berita bohong.

“Segera Pihak kepolisian RI mengusut tuntas Cuitan Denny Indrayana mengenai Putusan MK yang merubah sistem pemilihan tertutup, buktinya hari ini, MK memutus sebaliknya”. Ujar Ridwan.

- Advertisement -

Ridwan melanjutkan, Denny dapat diduga melanggar Pasal 28 jo 45 ayat (2) UU ITE Tahun 2008 yang berbunyi :

  1. Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000.00 (satu miliar rupiah).

Pasal 14 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yang berbunyi :

  1. Barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun.

Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yang berbunyi :

  1. Barang siapa menyiarkan kabar yang tidak pasti atau kabar yang berkelebihan atau yang tidak lengkap, sedangkan ia mengerti setidak-tidaknya patut dapat menduga, bahwa kabar demikian akan atau mudah dapat menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya dua tahun. Berita bohong adalah berita yang isinya tidak sesuai dengan kebenaran yang sesungguhnya (materiele waarheid). Menyebarkan maksudnya meyampaikan (berita bohong)_ pada khalayak umum in casu melalui media sistem elektronik._

Menyebarkan berita bohong tidak bisa ditujukan pada satu atau seseorang tertentu. Melainkan harus pada banyak orang (umum). Sesuai dengan frasa “menyesatkan” berita bohong itu dapat memperdaya orang.

Sifat memperdaya dari isi berita bohong yang disebarkan yang mnyesatkan umum, sehingga menimbulkan akibat kerugian konsumen yang melakukan transaksi elektronik.

Kerugian yang dimaksud, tidak saja kerugian yang dapat dinilai uang, tetapi segala bentuk kerugian. Misalnya timbulnya perasaan cemas, malu, kesusahan, hilangnya harapan mendapatkan kesenangan atau keuntungan dan sebagainya.

“Jadi jelas yaa, Denny telah menyebarkan berita bohong, maka Kepolisian harus memprosesnya, apalagi Menkopolhukam Mahfud MD sudah juga memerintahkannya,” tegas Ridwan.

Ridwan juga mengomentari pernyataan kontroversial Denny Indrayana terbaru yang menuding KPK bermain politik terkait proses penyelidikan dugaan korupsi di kementerian pertanian yang dipimpin politikus nasdem Syahrul Yasin Limpo kaitannya dengan putusan MK soal perpanjangan jabatan pimpinan KPK.

Menurut Ridwan, tudingan itu selalu ada sejak berdirinya KPK, hanya soal siapa yang meluncurkan tuduhan itu, selama ini KPK melakukan penegakkan hukum berdasarkan pada Dasar hukum yang jelas, artinya berdasarkan pada laporan masyarakat, ranahnya memang menjadi ranah KPK, itulah mekanisme kerjanya.

Menurut Ridwan sebagai orang Hukum, Denny harusnya paham mekanisme hukum bukan malah mencampuradukan dengan politik.

“Bahwa hukum adalah produk politik, tetapi politik belum tentu hukum, jadi proses dan produk penegakan hukum akan selalu dan tidak bisa lepas dari politik itu sudah senyatanya seperti itu, tinggal siapa dimananya, pemutus akhirnya yaa Hakim nanti,” pungkas Ridwan yang juga Ketua Pimpinan Pusat Koalisi Ganjar Bersatu (KGB) Bidang Politik itu.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER