Jumat, 22 November, 2024

Praktisi Hukum: Hakim Seharusnya Lihat Prestasi Ferdy Sambo

MONITOR, Jakarta – Praktisi hukum Abdul Malik menilai putusan vonis mati oleh majelis hakim kepada mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri, Ferdy Sambo, kurang tepat. Sebab majelis hakim melakukan vonis ultra petita melebihi tuntutan jaksa, penjara seumur hidup.

“Sangat aneh sekali, kami selaku praktisi hukum menilai sah-sah saja hakim memutus hukuman mati atau ultra petita. Namun hakim tidak memberikan pertimbangan-pertimbangan yang meringankan terdakwa Ferdy Sambo,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Kamis (16/2/2023).

Seharusnya, kata dia, majelis hakim melihat pertimbangan-pertimbangan dari sisi jasa Ferdy Sambo saat dinas di kepolisian dan pertimbangan keluarga. Selain itu, menurutnya hakim harus mempertimbangkan terdakwa merupakan tulang punggung keluarga, mengakui perbuatannya dan bersikap sopan saat persidangan.

“Ferdy Sambo punya bintang jasa dari Presiden RI saat dinas. Dia juga saat ini masih mempunyai anak kecil yang membutuhkan pendidikan dan kasih sayang. Seharusnya ini menjadi pertimbangan hakim sebelum diputus vonis,” terang Ketua Dewan Pimpinan Daerah Kongres Advokat Indonesia (DPD KAI) Jawa Timur ini.

- Advertisement -

Ia juga mengingatkan faktor lain sebab akibat pembunuhan yang menimpa Brigadir Yosua, yakni praktik pembunuhan tersebut dilatarbelakangi adanya pelecehan terhadap istrinya Putri Candrawati.

“Kesalahan Ferdy Sambo memang melakukan pembunuhan, akan tetapi jujur saja hal itu persoalan harga diri. Entah itu benar atau tidak, karena pembunuhan itu terjadi karena faktor sebab akibat. Hakim tidak boleh lepas dari sebab akibat. Hakim harus jeli,” ungkapnya.

Menurut Malik, hukuman yang diterapkan pada Ferdy Sambo oleh hakim dalam suatu keputusannya, hal itu tertuang di pasal 100 UU No 1 Tahun 2023 tentang KUHAP yaitu Pasal 100 ayat 1 a KUHAP, mengatur hakim menjatuhkan pidana mati dengan hukuman masa percobaan selama 10 tahun dengan memperhatikan rasa penyesalan terdakwa dan ada harapan memperbaiki diri atau peran terdakwa dalam tindak pidana.

“Merujuk tahapan Pasal tersebut, dalam artian memungkinkan terpidana untuk bebas lebih awal. Hal ini tertuang sesuai Pasal 100 ayat 1 a UU No 1 Tahun 2023,” terangnya.

Kata dia, adanya pertimbangkan-pertimbangan hakim itu seharusnya wajar. Jangan sampai hakim terbawa pada opini publik dan kalau hakim terbawa opini publik berbahaya.

“Hakim itu merupakan wakil Tuhan, dia memutus bukan berdasar Tuhan Yang Maha Esa, tapi dia memutus berdasarkan opini publik. Kalau ini dilakukan, Ferdy Sambo wajib untuk mengajukan banding,” tandasnya.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER