MONITOR, Jakarta – Anggota Komisi X DPR RI Zainuddin Maliki menyayangkan adanya fenomena perjokian karya ilmiah sebagai syarat kelulusan, bahkan di jenjang Guru Besar. Menurutnya kondisi pendidikan saat ini sangatlah memprihatinkan.
“Apa yang terjadi di perguruan tinggi negeri maupun swasta di kota-kota besar di Indonesia sungguh sesuatu yang menyedihkan dan sangat memprihatinkan,” ujar Zainuddin Maliki kepada awak media, Selasa (14/2/2023).
Terkait fenomena perjokian, Politikus PAN ini teringat pada tulisan Kunio Yoshihara tentang Erzatz Capitalism atau kapitalisme semu. Tulisan Kunio Yoshihara tersebut dituangkan dalam bukunya The Rise of erzats capitalism in Southeast Asia terkait munculnya kapitalisme semu di Asia Tenggara.
“Yang dia maksud dengan kapitalisme semu adalah perilaku pelaku bisnis yang menumpuk-numpuk kekayaan bukan didasarkan kepada budaya achievement dan moralitas entrepreneurship yang kuat. Melainkan didasarkan kepada jaringan kroni yang dia bangun dengan kalangan birokrat. Oleh karena itu di Indonesia kita mengenal istilah Kabir atau kapitalisme birokrat,” tutur Guru Besar Universitas Muhammadiyah Surabaya ini.
Menurut Zainuddin, tindakan permisif yang dilakukan akademisi dalam melakukan perjokian karya ilmiah mirip kapitalisme semu. Mereka berusaha mengejar gelar akademis dengan cara-cara permisif, bukan didasarkan kepada moralitas intelektual dan budaya akademik yang kuat.
Ia mengingatkan, perilaku permisif di dunia akademik tidak akan menghasilkan lulusan yang kompeten dan berintegritas. Zainuddin pun berharap civitas akademika di perguruan tinggi mengentikan perilaku permisif ini demi menyiapkan SDM yang terdidik dan bermental kuat.
“Karena itu, negeri ini membutuhkan sarjana-sarjana yang autentik dengan kompetensi dan integritas yang bisa dipertanggungjawabkan,” ucap mantan Ketua Dewan Pendidikan Provinsi Jawa Timur ini.