MONITOR, Jakarta – Jajaran Jaksa Agung Muda bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) tengah mempelajari tuntutan hukuman mati terhadap pelaku tindak pidana korupsi atau koruptor yang kerugian keuangan negara diatas Rp 100 miliar lebih.
Jampidsus Kejagung, Febrie Adriansyah, mengatakan jika praktik korupsi dilakukan yang berkaitan dengan proyek strategis nasional (stranas), dan juga menyangkut anggaran untuk kepentingan masyarakat banyak, maka pihaknya akan menuntut hukuman pidana mati atau penjara seumur hidup.
“Memang di Pidsus lagi kita pelajari, tidak saja besaran (nilai korupsinya), tapi yang terpinting, kriteria dan area mana korupsi itu dilakukan, maka tuntutan hukuman harus berat,” kata Febrie dalam keterangannya, Minggu (27/3/2022).
“Contoh di proyek-proyek strategis pemerintah, terus ada anggaran untuk kepentingan masyarakat banyak, hukuman beratnya bisa mati, atau (hukuman) seumur hidup,” sambungnya.
Selain itu, Febrie mengatakan, pihaknya mewacanakan pemiskinan terhadap para pelaku korupsi dengan membayar denda yang disesuaikan dengan nilai kerugian negara.
Hal tersebut, dikatakan dia, konsep dari perluasan pemidanaan yang tidak hanya mengacu pada pemenjaraan badan, melainkan pada pembayaran denda yang maksimal untuk pemulihan dan pengembalian kerugian keuangan negara.
“Ada wacana kalau dia korupsi diluar area-area yang kita tentukan, mungkin bisa kena pajak, kalau umpamanya korupsi Rp 100 miliar, maka dia kena 500 kali lipat untuk didenda (bayar denda). Jadi tidak dipenjarakan, terus hukuman apa lagi yang dikasih sanksi sosial,” papar Febrie.
Bahkan tindak pidana korupsi yang merugikan perekonomian negara juga bisa di tuntut hukuman maksimal berupa penjara seumur hidup atau hukuman pidana mati.
Oleh karenanya, kata mantan Direktur Penyidikan pada Jampidsus ini, perlu untuk membuat konsep dan kategorisasi baru, yang memungkinkan penuntutan pidana maksimal atas praktik-praktik korupsi yang semakin meluas.
Apalagi Indeks Persepsi Korupsi (IPK) atau Corruption Perception Index (CPI) masih mengalami penurunan dan jauh dari harapan. Diketahui, IPK pada 2021 sebesar 38 persen, atau hanya naik 1 poin dari capaian sebelumnya, dan masih jauh dari skor rata-rata global yaitu 43.
“Penanganan kasus tindak pidana korupsi saat ini tidak begitu berdampak yang sangat besar penurunan terhadap rating Indeks Persepsi Korupsi (IPK). Sehingga konsep ini (pemberantasan korupsi) memang harus diperbaharui, apa yang cocok untuk bisa cepat memperbaiki Indeks Persepsi Korupsi,” tutur Febrie.
Hal tersebut disampaikan Febrie, dalam rangka menanggapi usulan anggota Komisi III DPR, Habiburokhman yang meminta Jampidsus Kejagung untuk menerapkan penuntutan pidana mati atau penjara seumur hidup terhadap pelaku korupsi di atas Rp 100 miliar.
“Mungkin nanti dikategorisasi saja, dibikin standar, (korupsi) di atas Rp 100 miliar tuntutannya hukuman mati atau seumur hidup,” kata Habiburokhman saat rapat dengar pendapat (RDP) dengan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (23/3/2022).
MONITOR, Nganjuk - Setelah mengunjungi Daerah Irigasi Siman di pagi hari, Menteri Pekerjaan Umum (PU)…
MONITOR, Jakarta - Timnas Futsal Putri Indonesia berhasil meraih kemenangan gemilang atas Myanmar dengan skor…
MONITOR, Jakarta - Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal memastikan berita dibukanya lowongan kerja Pendamping…
MONITOR, Jakarta - Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir menyambut terpilihnya calon pimpinan KPK dan…
MONITOR, Jakarta - Isu kemiskinan dan kelaparan menjadi isu yang sama-sama diserukan oleh Ketua DPR…
MONITOR, Jakarta - Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo meminta Pemerintah untuk…