Senin, 27 Mei, 2024

Pemilu Tak Boleh Diundur!

Oleh: Firdaus Abdullah*

Perhelatan Pemilihan umum 2024 yang telah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum akan diselenggarakan pada rabu, 14 Februari 2024. Pemilihan umum atau Pemilu sejatinya berlangsung secara berkala, yakni lima tahun sekali. Pemilu ini untuk memilih Presiden dan wakil presiden, anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD), anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi, DPRD Kabupaten/Kota. Pemilu atau pemilihan kepala daerah, hakikat sebenarnya adalah pemilihan secara langsung oleh rakyat terhadap pemimpin. Maka diperlukan kesadaran dari rakyat untuk memahami dan menetapkan pilihannya yang tepat pada pemilu maupun pemilihan kepala daerah.

Secara tekstual, pasal yang menjadi subtansi pengaturan masa pemilu dalam konstitusi / Undang-Undang Dasar 1945 memang hanya ada satu yakni Pasal 22E, yang menyebutkan bahwa kewajiban pemilu lima tahun sekali. Inkonstitusional bukan sekedar melanggar pasal dalam konstitusi, namun pada dasarnya gagasan pembatasan kekuasaan yang dituangkan dalam pasal-pasal, dengan kata lain mewacanakan untuk mengubah konstitusi untuk tujuan melegalkan suatu upaya untuk tidak lagi membatasi kekuasaan adalah tindakan inkonstitusional (Bivitri Susanti).

Ketika sekarang ide penundaan pemilihan umum mencuat, berarti telah terjadi kemunduran peradaban politik yang cukup signifikan di Indonesia, ide ini jelas tidak konstitusional. Ide penundaan pemilu dilontarkan tanpa dasar konstitusional, penundaan ini akan menimbulkan krisis legitimasi serta krisis kepercayaan. Ide penundaan ini hampir sama dengan wacana tiga periode kepemimpinan Jokowi. Hanya dalam bahasa yang tidak langsung demikian. Selain itu, ide penundaan pemilu dapat menjadi strategi politik bagi partai politik. Pertama, hal ini dilakukan untuk pencitraan di hadapan Jokowi agar tetap kebagian jatah menteri. Kedua, tentu dengan ditundanya pemilu elit politik dapat menyiapkan amunisi untuk pemilu selanjutnya.

- Advertisement -

Ide penundaan pemilu yang kemudian berdampak pada perpanjangang masa jabatan presiden dan wakil presiden hingga DPR, DPD, DPRD provinsi, hingga DPRD kabupaten/kota ini jelas menjadi indikasi kemunduran kehidupan berdemokrasi di Indonesia. Pengusul gagasan penundaan pemilu lupa bahwa pelaksanaan pemilu secara berkala lima tahun sekali dan dipilih oleh rakyat secara langsung merupakan amanat reformasi. Reformasi merupakan momentum yang dikehendaki rakyat Indonesia untuk lepas dari jerat atau kezaliman rezim otoritarianisme.

Reformasi ini juga melahirkan kesepakatan untuk pembatasan masa jabatan presiden dan mengembalikan kedaulatan rakyat secara utuh melalui mekanisme pemilihan secara demokratis dan transparan berdasarkan asas jujur, adil, langsung, umum, bebas, dan rahasia.

Bagi penulis, wacana penundaan pemilu sekaligus perpanjangan masa jabatan presiden berkebalikan dari atas keputusan pemerintah yang pada tahun 2020 justru ngotot dan
tetap melaksanakan pilkada di tengah lonjakan kasus pandemi Covid-19. Mungkinkah hal ini dapat dilakukan? Secara konstitusional menunda atau memundurkan pemilu secara jelas melanggar konstitusi karena saat ini Indonesia tidak sedang kondisi darurat menimbulkan krisis hingga konflik di masyarakat sehinggu ide penundaan pemilu harus di laksanakan.

Jika wacana penundaan pemilu karena pandemi Covid-19 dan pemulihan ekonomi, seperti disebutkan sebelumnya bahwa Indonesia berpengalaman melaksanakan pemilihan kepala daerah tahun 2020 ditengah pandemi. Disamping itu pemerintah juga membuat kebijakan yang sangat mahal yakni pemindahan ibukota negara. Jadi, wajar jika masyarakat menjadi gelisa dengan melihat bagaimana wacana penundaan pemilu ini gulirkan oleh ketua-ketua partai politik anggota koalisi pemerintah.

Orkestrasi oleh aktor-aktor politik mengenai rencana penundaan pemilu dan mengklaim bahwa usulan penundaan pemilu merupakan aspirasi dan keinginan masyarakat sangat massif disuarakan oleh elit-elit politik di ruang publik. Salah satu jalan atau skenario untuk memuluskan ide penundaan pemilu yakni dengan mengamandemen UUD 1945. Hal yang patut diwaspadai adalah keinginan yang kuat MPR untuk terus mendorong proses amandemen UUD 1945 dengan misi memasukkan kembali haluan negara dalam konstitusi.

Namun, jika masyarakat tidak mewaspadai dan melakukan peralawan maka tidak menutup kemungkinan apa yang kita khawatirkan akan menjadi nyata yakni pemilu akan benar-benar terancam tertunda dan masa jabatan pemerintahan akan diperpanjang. Akankah Pemilu benar akan terancam tertunda?

Kalau melihat kebijakan yang di buat dan proses politik, maka akan dengan mudah bisa diidentifikasi akan ada upaya elit-elit politik bahkan lingkaran istana untuk merealisasikan agar supaya pemilu ditunda sebagaimana keinginan politiknya. Maka pertanyaan di atas bisa di jawab bawah pelaksanaan pemilu 2024 memang dalam ancaman penundaan.

Pada akhirnya melalui isu penundaan pemilu, masyarakat dapat melihat dengan terang benderang, konsistensi pejabat hingga elit akan susah untuk ditemui ditengah praktek politik di tanah air. Sebab apa yang menjadi setiap pernyataan elit politik sesungguhnya hanya sebuah “pernyataan politik” tentu tanpa kajian internal partai politik itu sendiri. Terlepas hanya sekedar pernyataan politik, mari hentikan wacana penundaan pemilu yang terus digulirkan elit perlu segera disudahi dan distop.

*Penulis merupakan Aktivis Muda Muhammadiyah Sulawesi Barat

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER