Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi/ dok: Kompas
MONITOR, Jakarta – Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi mengatakan, penerapan presidential threshold tidak lazim digunakan di negara yang menganut sistem presidensial.
Apalagi dengan syarat calon presiden harus memenuhi 20 persen kursi di parlemen atau 25 persen suara sah secara nasional bagi partai maupun gabungan partai pengusungnya.
Persyaratan itu, ujar Burhanuddin, dinilai aneh karena bersifat pembatasan orang untuk maju sebagai calon presiden. Padahal, konstitusi tidak membatasinya.
“Presidential threshold itu aneh dan tidak lazim di negara lain. Tidak ada pembatasan yang ketat seperti di Indonesia untuk maju sebagai calon presiden. Bahkan di Amerika Serikat calon independen pun bisa maju sebagai calon presiden,” ujar Burhanuddin.
Dia khawatir kalau ambang batas itu dinaikan lagi maka partai berbasis agama akan hilang sehingga berpotensi menimbulkan kerawanan politik.
“Jadi presidential threshold perlu dihapus. Parliamentary threshold diperlukan, tapi jangan terlalu tinggi karena bisa mengurangi pluralisme politik,” ujar Burhanuddin.
MONITOR, Jakarta - Wakil Menteri Pariwisata (Wamenpar) Ni Luh Enik Ermawati, yang akrab disapa Ni…
MONITOR, Jakarta - Anggota Komisi V DPR RI, Sudjatmiko mengapresiasi capaian penjualan tiket Kereta Api…
MONITOR, Jakarta - Alat berat yang disewa dengan bantuan Kementerian Agama mempercepat proses penanganan madrasah…
MONITOR, Jakarta - Dua lokasi pembangunan Kampung Nelayan Merah Putih di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah…
MONITOR, Jakarta - Menteri Agama Nasaruddin Umar menegaskan komitmen negara dalam merawat moderasi beragama dan…
MONITOR, Jakarta - Direktur Utama PT Jasa Marga (Persero) Tbk Rivan A. Purwantono menyampaikan bahwa…