Minggu, 28 April, 2024

Jokowi Diminta Tindak Tegas Menterinya Jika terlibat Bisnis PCR

MONITOR, Jakarta – Dugaan keterlibatan sejumlah pejabat negara dalam pusaran bisnis pengadaan alat test swab PCR membuat geram. Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto meminta Presiden Joko Widodo menindak tegas jajarannya yang turut bermain.

Mulyanto mengingatkan, tidak boleh Presiden membiarkan menteri ikut terlibat dalam bisnis ini, sebab dapat mengganggu upaya pemerintah menanggulangi pandemi Covid-19.

“Presiden jangan membiarkan isu ini berkembang berlarut-larut karena dapat menimbulkan ketidakpercayaan masyarakat pada kebijakan pemerintah dalam menanggulangi Covid-19. Membangun kepercayaan publik itu kan tidak mudah,” ujar Mulyanto kepada awak media di Parlemen Senayan, Rabu (3/11/2021).

Legislator PKS ini menegaskan, sangatlah tidak etis apabila ada menteri yang ikut berbisnis alat tes PCR. Apalagi menteri yang terlibat dalam bisnis ini punya kewenangan mengatur kebijakan penanggulangan Covid-19.

- Advertisement -

“Negara bisa bangkrut kalau mental menterinya seperti ini. Menteri itu jabatan publik. Jadi siapapun yang menjabat harus bekerja sepenuhnya untuk kepentingan masyarakat. Bukan untuk kepentingan kelompok bisnisnya,” tegasnya.

Ia pun menduga konflik kepentingan (vested interest) dalam program penanggulangan Covid-19 sudah lama terjadi. Sebelumnya dalam kasus riset dan produksi vaksin Merah Putih, adanya konflik kepentingan juga sudah terasa. Riset vaksin Merah Putih yang dilakukan Universitas Airlangga, di bawah koordinasi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dalam konsorsium riset Covid-19 terkesan lambat.

Padahal, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sudah memberi lampu hijau akan ikut terlibat dalam pemantauan uji klinisnya. BPOM juga sudah menyambut baik persiapannya.

“Keterlambatan itu ditengarai karena Menteri Luhut menggadang-gadang masuknya produsen vaksin China untuk diproduksi massal di Indonesia, yang juga direncanakan pada waktu yang bersamaan dengan produksi Vaksin Merah Putih. Ini kan terkesan ada bias kebijakan,” pungkasnya.

- Advertisement -

BERITA TERKAIT

TERPOPULER